Galaxia masih terasa bermimpi ketika terdengar suara ayahnya beberapa kali memanggilnya dari luar kamar tidurnya. Awalnya dikiranya suara itu adalah percakapan penghuni rumah kos di sebelah rumah mereka.
Jarak rumah kos itu sekitar 14 meter dari rumah mereka, tetapi karena tadi malam sekelompok orang bertengkar di situ sehingga akibatnya Galaxia menjadi susah tidur sampai larut malam.
Dia melirik jam tangannya, rupanya sudah setengah sepuluh siang. “Apa, Pak?” tanyanya dari dalam kamar tidurnya masih dalam keadaan sedikit pusing.
“Kamu menemani Papa antar lamaran lagi ke STKIP.”
“Oh. Sebentar Pa,” katanya. Baru dia teringat jika kemarin ayahnya sudah mengatakan mau membawanya untuk mengantar lamaran menjadi dosen di STKIP di kotanya.
“Jangan lama-lama, ya. Sudah siang,” kata ayahnya lagi mengingatkan dari luar kamar. Lalu terdengar kaki ayahnya menuruni tangga kayu menuju ke lantai bawah.
“Ya Pa,” sahut Galaxia.
Dia kemudian berusaha melemaskan tulang uratnya dengan cara mengejangkan sekujur tubuhnya, sehingga terdengar bunyi berkerotokan dan rasanya nikmat sekali. Hal ini dilakukannya sebanyak dua tiga kali.
Setelah benar-benar merasa segar, dia lalu bangun dan menuruni tangga dan langsung buang air kecil ke WC.
“Jam berapa kamu tidur semalam?” tanya Mamanya yang sedang sibuk mempersiapkan sambal ikan teri kesukaan adik bungsunya.
“Ndak juga tahu pasti, Ma. Mungkin sekitar pukul 2 kali,” jawab Galaxia sambil berdiri di pintu WC. “Habis mereka yang berkelahi itu bah ribut benar. Aku jadi terganggu dan akhirnya mataku merajuk.”
“Ya, sudah. Itulah risikonya jika di dekat kita ada rumah kos. Sekarang segera lah bersiap, ayahmu sudah dari tadi tuh menunggu.” Seru ibunya mengingatkan Galaxia.
“Siap Ma,” sahutnya sambil terus masuk ke dalam WC.
Kali ini dia tidak melakukan kebiasaan nya yang suka lama-lama di dalam WC, karena dia tahu ayahnya sudah lama menunggunya bangun tidur.
***
Galaxia dan ayahnya menelusuri jalan provinsi itu sampai ke kilometer lima, lalu berbelok ke arah kiri masuk ke arah kampus STKIP di kabupaten tempatnya tinggal itu. Jalan itu satu arah dengan rumah sakit umum daerah milik Pemerintah Daerah, tetapi kampus STKIP itu berbelok sedikit ke arah kanan lagi sebelum sampai di Rumah Sakit Umum Daerah itu.
Keduanya masuk ke arah pintu gerbang dan di sana di jaga oleh satpam kampus.
“Selamat siang, Bapak. Kami mau ketemu dengan direktur STKIP,” sapa ayahnya setelah memberi hormat dengan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ramah kepada kedua orang satpam yang sedang berjaga itu.
“Oh, silakan Pak. Tapi isi buku tamu dulu,” kata kedua tenaga sekuriti itu.
Pak Rahmat dan anaknya Galaxia mengisi buku tamu, setelah selesai keduanya melirik ke arah dalam.
“Terus saja masuk ke dalam. Tadi Bapak Direktur sudah masuk sekitar satu jam yang lalu,” jelas kedua orang satuan pengaman kampus itu kepada mereka setelah keduanya selesai mengisi buku tamu.
Keduanya pun lalu melanjutkan perjalanan untuk masuk ke dalam kampus. Sepeda motor keduanya di parkirkan di tempat yang tidak jauh dari halaman kampus.
Komplek kampus itu cukup besar, sebelum masuk ke dalam terdapat sebuah lapangan yang berukuran sekitar seratus meter x seratus meter. Lalu di bagian sebelah kiri ada bangunan bertingkat tiga berukuran sekitar 20 x 40 meter.
Lalu sebelah kananya ke arah dekat tembok, terdapat bangunan lain berukuran sekitar 20 meter x 100 meter. Mungkin itu kampus untuk mahasiswa. Bangunannya juga bertingkat tiga. Sementara di antara kedua bangunan itu yaitu ditengah-tengahnya ada bangunan lain berbentuk oval dan sepertinya tingkat tiga juga.
Tampak dari jauh mahasiswanya cukup ramai, mereka kebanyakan masih mengendarai sepeda motor. Ada terdapat beberapa buah mobil tetapi tidak ada mobil yang jenis mahal, paling tinggilah jenis Toyota Innova.
“Selamat siang, Dek. Mau tanya, kalau ruangan direktur sebelah mana, ya?” tanya ayahnya kepada salah seorang laki-laki yang berada di bagian depan di dalam gedung itu. Pakaiannya rapi dan dia berkaca mata.