Galaxia merasa ponselnya bergetar beberapa kali diikuti bunyi khas jika ada e-mail yang masuk. Segera dia mengaktifkan layar ponselnya dan melihat email yang masuk itu dan ternyata dari sebuah lembaga internasional yang mengelola seminar yang berjudul Glocal International Teen Conference, yaitu seminar untuk para anak muda dari seluruh dunia.
Email itu adalah sebuah pemberitahuan yang mengatakan bahwa dirinya memenuhi syarat sebagai salah satu wakil dari Indonesia untuk mengikuti kegiatan seminar yang dilaksanakan di Kathmandu, ibu kota Nepal tersebut.
Terjadi perang batin bagi Galaxia, apakah dia harus memberitahu kedua orang tuanya atau tidak. Meskipun dia tahu kedua orang tuanya pasti mendukung dia mengikuti kegiatan apa saja ke seluruh dunia sejauh hal itu positif dan tidak membahayakan dirinya.
Apa lagi kegiatan ini memang sangat ingin diikutinya, itulah yang membuatnya kemarin membuat sebuah artikel dan proposal dan ternyata dirinya lulus dan merupakan salah satu wakil dari Indonesia.
Padahal yang menjadi persoalan baginya adalah masalah biayanya, sementara dia tahu keadaan orang tuanya sekarang sedang dalam keadaan tidak punya uang.
Tetapi akhirnya dia memutuskan untuk tetap memberitahu mereka juga, karena biasanya ayahnya selalu mempunyai jalan keluar dalam menghadapi segala persoalan hidup mereka.
Ayahnya adalah seorang yang berpandangan luas, banyak kawan, dan tidak mudah putus asa dan selalu mempunyai ide-ide cemerlang dalam menyelesaikan segala persoalan.
Karena suasana belum terlalu larut malam dan kedengarannya kedua orang tuanya masih beraktivitas di ruang keluarga, maka Galaxia turun ke bawah dan memang benar di ruang keluarga dia lihat ayah dan ibunya sedang duduk dengan pekerjaan masing-masing.
Ibunya sedang sibuk membuat tas-tas dari kain bekas, sementara ayahnya sibuk dengan ketikannya.
“Ayah. Ibu. Boleh aku bicara?” tanya Galaxia setelah duduk diatas salah satu kursi plastik yang kosong.
Ruang keluarga ini hanya mempunyai kursi dari plastik yang bisa disusun, hanya di ruang tamu saja yang kursinya dari kayu Tiongkok yang agak lumayan bagus.
Dia sambil memandang kedua orang tuanya secara bergiliran, dilihatnya ibunya sudah meletakan gunting kainnya, sementara dia lihat ayahnya menekan tombol kontrol di tambah huruf S, yang artinya ayahnya sedang menyimpan ketikannya.
Keduanya secara serentak memandang Galaxia, “ada apa, anak gadis Papa? Bicaralah!” kata ayahnya penuh persahabatan dan pengertian.
Ayahnya selalu berbicara lembut padanya, mungkin karena dialah satu-satunya anak perempuan di rumah ini.
“Ya, Nak. Mama siap mendengarkan,” sahut Ibunya.
“Aku lulus untuk mengikuti seminar remaja sedunia yang dilaksanakan di Nepal pada bulan September tahun ini,” ujar Galaxia perlahan sambil tetap memandang kedua orang tuanya.
Ibunya memandang ayahnya, “bagaimana, Pa? Aku tidak paham. Kamu bicarakan dengan Papamu saja, ya!” sahut Mamanya.