Pak Rahmat sedang melihat-lihat umpan ikan di pasar ketika dia tanpa sengaja berjumpa dengan salah seorang kawannya. Dia mau membeli umpan ikan yang agak mahal, karena ikannya selama ini tidak ada pertumbuhan.
“Beli apa, kawan?” tanya seorang kawannya yang kebetulan bertemu, Namanya Tigor.
Toko tempat mereka bertemu itu selain menjual makan ikan dan ayam, dia juga menjual parang, cangkul, bor, alat semprot, dan lain sebagainya. Sementara Tigor membeli cangkul, karena yang lama patah.
“Biasa, beli umpan ikan,” jawab pak Rahmat sambil merasakan umpan ikan itu sedikit.
Kemarin dia berbicara dengan seorang kawannya, karena heran melihat dia hanya tiga bulan saja sudah memanen ikannya sampai empat puluh ton. Jenis ikannya sama, juga sama-sama di beri makan pelet.
Apanya yang beda?
“Kamu beri makan apa?” tanya pak Rahmat penasaran pada kawannya Budi.
“Biasa, aku beri makan pelet,” jawab Budi.
“Kok punya aku sudah lebih satu tahun, tidak juga terlalu besar dan malahan belum bisa di jual?” desa pak Rahmat dengan Budi.
Memang ikannya selama ini selalu di beri makan dengan rutin, tetapi anehnya usianya sudah sampai setahun belum bisa mencapai berat minimal lima ons. Sehingga belum bisa di jual, karena biasanya dia menjualnya dengan berat dari lima ons sampai tujuh ons.
“Barang kali kamu beri umpan yang murah, kali?” kata Budi.
“Memangnya hasilnya beda?”
“Oooh, beda sekali. Jika yang murah itu seperti sampah saja, tidak akan ada pertumbuhan. Jika pun ada, pelan sekali. Tidak sesuai dengan lamanya … Makanan ikan yang murah itu seperti sampah saja.”
“Lalu kalau yang mahal itu?”
“Itu akan memberikan pertumbuhan yang cepat,” ujar Budi.
“Jadi kamu belilah?” tiba-tiba Tigor menyeletuk.
“Yang mahal, maksudmu?” tanya pak Rahmat lagi.
“Ya…,” jawab Tigor.
“Aku tidak membeli banyak,” ujar pak Rahmat. “Hanya satu karung saja, siapa tahu memang seperti itu adanya.”
“Tidak masalah sih mencoba,” kata Tigor lagi. “Kita ini kan sekolahnya bukan di Pertanian, jadi tidak paham,” katunya lagi, karena dia tahu jika keduanya sama-sama jebolan FKIP.
“Oh ya,” sahut Tigor sambil memilih cangkulnya. “Kalau tidak salah, untuk menanggulangi keterpurukan hidup dan ekonomi akibat Covid-19, Pemerintah ada juga memberi bantuan melalui Dinas Koperasi,” ujarnya.
“Ada kah yang tangkainya dari kayu keras?” tanya Tigor tiba-tiba kepada penjaga tokonya.
“Ada, Pak. Silakan dipilih, karena terdiri dari tiga macam yaitu kayu lemah, Mengkirai dan Ulin.”
“Harganya?” tanya Tigor lagi.