Beberapa puluh tahun yang lalu, sebelum Pak Anderson, ayah Galaxia, berangkat ke Kuala Lumpur untuk mengejar beasiswa yang ia dapat berkat penelitian mengesankan bagi atasannya, dia membuat keputusan berani.
Tanpa ragu, Pak Anderson membeli beberapa hektar tanah di tempat yang pada saat itu dianggap sebagai tempat jin buang anak atau sangat terpencil. Tanah itu terletak sekitar empat kilometer dari rumah mereka dan berada di belakang tanah milik orang lain, sehingga harganya sangat murah.
Tidak ada orang yang berminat membelinya karena tidak ada akses jalan yang memadai ke sana.
"Kenapa ayah memutuskan untuk membeli tanah di tempat yang begitu jauh, di mana tak ada akses jalan?" tanya istrinya, keheranan tergambar jelas di wajahnya.
Pak Anderson menghela nafas panjang sebelum menjawab, "istriku, ketika saya membeli tanah ini, saya memiliki visi bahwa suatu hari nanti orang-orang akan datang ke sini. Aku yakin bahwa dengan kesabaran dan usaha, tanah ini akan menjadi berharga di masa depan. Aku ingin memberikan masa depan yang lebih baik untukmu dan anak-anak yang kita lahirkan kelak."
Pak Anderson adalah seorang pria yang memiliki semangat petualang dan mimpi besar. Dia selalu berpikir ke depan, memikirkan masa depan keluarganya.
Tanah itu adalah investasi yang ia anggap penting, meskipun pada saat itu tak seorang pun bisa melihat potensi yang tersembunyi di balik tanah tersebut. Setelah membelinya, ia memastikan bahwa tanah tersebut tetap terawat dengan baik, meskipun sulit untuk mencapainya.
Sewaktu itu Galaxia dan adiknya belum lahir, hanya Abang tertuaa mereka saja yang sudah ada. Galaxia dan adiknya, seiring berjalannya waktu, tumbuh dengan mengetahui tentang tanah itu.
Mereka melihat ayah mereka dengan penuh harapan dan kebanggaan, bahkan jika mereka tidak sepenuhnya memahami alasan di balik pembelian tanah tersebut. Meskipun aksesibilitas masih menjadi masalah, mereka tetap menjaga tanah tersebut agar tetap terjaga dan tak terlupakan.
"Saudara laki-lakimu hampir tamat SMA, sementara kita tidak ada ongkos untuk menguliahkan kalian, Galaxia. Mungkin sudah saatnya kita memikirkan tanah itu," ucap ayah Galaxia, penuh harap.
Galaxia tersenyum lembut. "Kamu benar, Ayah. Tanah itu telah menjadi saksi perjuangan ayah. Kini saatnya kita menjual sebagian dari tanah itu agar bisa mendukung pendidikanku dan memberikan kita kesempatan baru."
Ayah Galaxia mengkapling sekitar satu hektar tanah dan menjualnya dengan harga terjangkau. Kabar penjualan itu menyebar dengan cepat di kalangan warga sekitar, dan banyak orang yang tertarik untuk memiliki sebidang tanah di tempat yang dulu dianggap terpencil tersebut.