Orang Orang Di Atas Angin

Yovinus
Chapter #33

33-Daftar Tes PTN

 

Galaxia menatap layar komputernya dengan pandangan kosong. Data statistik yang dihimpunnya adalah bukti nyata bahwa hidupnya tampak begitu jauh dari harapan. Tiga tes, tiga kali kegagalan. Suara langkah lembut dari belakang membuatnya mengalihkan perhatiannya. Ibunya berdiri di belakangnya dengan senyum lembut, mencoba memberikan dukungan dalam senyap.

Tiga tahun telah berlalu sejak Galaxia pertama kali menghadapi ujian pertama. Dia masih terkenang bagaimana matematika tampaknya bersorak merayakan kemenangan atas dirinya. Kegagalan pertama itu tidak hanya melukai hatinya, tetapi juga meletakkan beban pada bahu ayahnya yang ingin melihatnya meraih kesuksesan.

"Sayang, apa yang sedang kamu lihat?" tanya ibunya dengan penuh perhatian.

Galaxia menggeleng perlahan. "Hanya statistik kegagalan di tiga tes terakhir," ujarnya dengan suara lemah.

Ibunya duduk di sampingnya, merangkulnya dengan lembut. "Angka-angka itu tidak menggambarkan siapa dirimu, Galaxia. Kamu lebih dari sekadar angka."

Galaxia merasa hangat dalam pelukan ibunya. Ia memalingkan wajah dan membiarkan beberapa tetes air mata jatuh tanpa suara. Ibunya tidak mengucapkan banyak kata-kata, tetapi kehadirannya sudah cukup untuk menghiburnya.

Beberapa hari kemudian, Galaxia duduk di ruang tamu dengan ayahnya. Matahari sore menyinari wajah mereka. Ayahnya menggenggam tangan Galaxia dengan lembut. "Nak, aku tahu matematika bukanlah cinta pertamamu. Tapi kadang-kadang dalam hidup, kita harus melakukan hal-hal yang sulit untuk meraih apa yang kita inginkan."

Galaxia menatap ayahnya dengan ekspresi campuran. "Tapi, Ayah, aku merasa seperti aku tidak pernah bisa memahaminya. Aku bahkan tidak ingin melihat angka-angka itu."

Suara jangkrik kecil terdengar dari luar jendela terbuka. Galaxia merenung, merasakan kekosongan dalam dirinya semakin dalam. Keberhasilan ayahnya selama ini tampak begitu jauh, seperti bintang yang tak terjangkau.

Ayahnya meraih dagu Galaxia dengan lembut, memaksa matanya memandanginya. "Nak, kamu pintar. Kamu bisa melakukannya. Aku tahu itu. Tapi terkadang, kita harus menemukan cara untuk mengatasi ketakutan dan rintangan yang ada di depan kita."

Galaxia mengangkat bahunya dengan lesu. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya, Ayah."

Ayahnya memandanginya dengan penuh harap. Wajahnya mencerminkan campuran kebanggaan, kepedulian, dan harapan. Galaxia merasa dirinya seperti perahu yang terombang-ambing di lautan kebingungan.

"Kamu tidak perlu menjadi yang terbaik, Nak. Cukup berusaha semaksimal mungkin. Aku yakin kamu bisa," ujar ayahnya dengan suara lembut.

Galaxia menggigit bibirnya. "Tapi Ayah, apa artinya lulus ujian jika aku tidak merasa bahagia?"

Pertanyaan Galaxia tergantung di udara seperti kabut yang belum terangkat. Ayahnya tidak segera menjawab. Dia membiarkan kata-kata itu mencari jalan menuju hatinya, meresap perlahan-lahan.

Lihat selengkapnya