Melihat manfaat pisang yang demikian besar dan juga karena ayah Galaxia sekeluarga memang maniak makan pisang, maka ayah Galaxia memanfaatkan tanah yang masih tersisa untuk menanamnya.
Hal ini terutama sekali karena di daerah mereka harga pisang itu sangat mahal dan penjual pisang sangat jarang mau jualannya untuk ditawar harganya. Para pedagang itu lebih sanggup membuang buah pisangnya yang sampai membusuk daripada menjualnya ke konsumen dengan harga tawaran murah dari pembeli.
Melihat hal ini, ayah Galaxia berinisiatif untuk menanamnya sendiri, selain bisa menikmati buahnya yang masak sempurna, juga bisa menghemat pengeluaran. Pisang Nipah itu mereka tanam di pinggir pagar yang berbatasan dengan tanah tetangga, karena memang tanahnya hanya tersisa sedikit.
Pisang ini mereka tanam dengan penuh rasa cinta, di rawat sejak awal dengan teliti, di pupuki dengan kompos buatan sendiri, dan juga selalu di siram jika hari tidak hujan.
Setelah beberapa bulan, jantung pisang itupun mulai menampakan diri menjenguk dunia. Demikian juga di sekitar batang induknya telah tumbuh beberapa anakan pisang baru. Mereka semakin bersemangat mengurusnya karena melihat prospeknya yang begitu menjanjikan.
Setelah beberapa bulan, daun-daun pisang yang berbuah itu sudah mulai meranggas yang menandakan bahwa buah pisangnya sudah cukup tua dan sudah saatnya untuk di tebang. Ayah Galaxia belum mau menebangnya, tetapi sengaja menunggu ada buahnya yang matang di pohon.
Karena menurut pengalamannya sejak masih kecil dulu, jika pisang sudah masak di pohon, maka nanti kalau ditebang dan setelah buahnya dibiarkan masak maka manisnya sangat sempurna.
Sebab kalau pisang itu di paksa di tebang ketika buahnya belum tua benar, biasanya penjual memaksa buah itu masak dengan menggunakan karbit dan segakla macam zak kimia lainnya, sehingga rasanya agak tawar dan tidak enak.
Beberapa minggu kemudian, dia melihat salah satu buahnya yang berada di dekat pangkal tandannya sudah mulai menguning. Hari itu hari Rabu, sehingga ayah Galaxia merencanakan untuk menebangnya pada hari Minggu.
Kebetulan anak-anak pun pada kumpul semuanya di rumah. Yang kuliah di ibukota provinsi juga sedang pulang liburan. Ketika pada hari minggu itu tiba, paginya ayah Galaxia memberitahu anak-anak dan ibu mereka untuk menebang pisang itu pada pukul 15.00 WIB nanti, karena kebiasaan mereka jika hari Minggu, maka pada pukul 12.00-14.30, semua masih beristirahat siang.
Ayah Galaxia dan isteri pada pukul 14.00 WIB sudah bangun dan menyiapkan segala peralatan untuk proses penebangan pisang pada buah perdananya ini. Mereka menyediakan parang, karung goni untuk menyimpannya dan tak lupa juga menyiapkan Hand Phone untuk mengambil dan merekam gambarnya.
Karena ayah Galaxia ingin momen-momen kebersamaan seperti ini tercatat di memory anak-anak mereka, siapa tahu nantinya bermanfaat bagi mereka di kelak kemudian hari. Karena dia tidak tahu, di masa depan mereka akan jadi apa dan siapa.
Setelah semuanya itu siap, kami memanggil anak-anak untuk menebangnya secara bersama-sama, karena anak-anak tidur di lantai dua.
“Hey, semuanya bangun. Kita menebang pisang,” ujar ayah Galaxia membangunkan anak-anaknya.
Setelah beberapa kali memanggil, barulah anak-anaknya pada menggeliat dan bangun. Mereka turun dari lantai atas dan ayah Galixia pun langsung membagi tugas mereka, siapa yang harus pegang kamera dan mengambil gambar serta merekam video, tentu saja ayah Galaxia yang akan menebangnya dengan maksud sambil mengajari mereka tata caranya.
Yang perempuan bersama mamanya yang akan mengemasnya ke dalam karung dan anak-anak laki-laki yang lainnya membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah semuanya paham akan tugas masing-masing, maka mereka pun keluar rumah secara bersama-sama dengan tidak lupa membawa peralatannya.