Dalam sebuah pertemuan di kediaman Ayah Galaxia, suasana kegembiraan terpancar dari wajahnya saat menerima bantuan borongan rabat beton dari seorang kawan lamanya yang kini menjabat sebagai ketua DPRD.
Kehidupan mereka mirip lirik perjalanan yang selaras, diawali dari persahabatan SMA yang telah teruji waktu.
"Kawanku, ini proyek rabat beton yang kubilang tadi. Harga sudah disesuaikan dengan diskon spesial," ucap kawan Ayah Galaxia, sambil menyerahkan faktur dan brosur berisi daftar harga.
"Terima kasih banyak, teman. Ini sangat membantu proyek yang sedang saya kerjakan," jawab Ayah Galaxia, meraih kertas-kertas yang ditawarkan.
Mereka dulu adalah dua pemuda penuh semangat, terbenam dalam mimpi yang sama untuk mencapai kesuksesan. Namun, bedanya terletak pada keberanian dalam mengambil risiko.
Ayah Galaxia cenderung berhati-hati dan menghindari spekulasi, sementara kawannya, namanya sekarang gemilang di kancah politik, lebih berani mengejar peluang dan terkadang menerima risiko yang besar.
"Sekilas melihatmu, teman, tak terbayangkan jika kini kau telah menjadi orang penting di negri ini," ujar Ayah Galaxia sambil menatap kagum kawannya.
Kawannya tersenyum simpul, "Kita memiliki pilihan berbeda dalam menaklukkan dunia. Jika kamu tak berani berspekulasi, maka aku akan menjadi yang berani. Itu saja perbedaannya."
Terbesit suatu kisah dalam benak Ayah Galaxia tentang peristiwa masa lalu. Suatu waktu, kawannya terjerat dalam utang yang membelitnya hingga ratusan juta. Namun, ketika saat pembayaran tiba, tidak ada satu rupiah yang bisa dia berikan.
Alih-alih pulang dengan wibawa, ia memilih untuk menghindar. Berbelok-belok dan memutar jalur pulang agar tak ada yang mengetahui, mengakibatkan dirinya bersembunyi dari keterpurukan yang sedang dialaminya.
"Ada satu kisah dulu yang kuingat," ucap Ayah Galaxia dengan nada pelan, "saat itu kau pulang tanpa keberanian karena urusan yang tak terselesaikan."
Kawannya menoleh serius, sebelum akhirnya tersenyum getir, "Bukan sesuatu yang membanggakan. Itu adalah masa sulit yang kurasakan, keputusan yang harus kubuat pada saat itu. Terkadang, hidup memberikan kita pilihan yang sulit."
Perbincangan itu mengalir dalam cerita mereka, mengungkap bagian dari perjalanan hidup yang tak terjamah. Pembicaraan berganti-ganti antara dialog yang menghidupkan suasana, dan narasi yang merangkai cerita masa lalu, menciptakan lanskap emosional dan visual yang menyeluruh.
Seiring matahari beranjak ke peraduannya, kisah mereka terus berlanjut. Masing-masing membawa kehidupan yang berbeda, namun tak terbantahkan, persahabatan mereka tetap terukir dalam kenangan yang abadi.
Sesekali, angin masa lalu menerpa, mengingatkan bahwa takdir membawa mereka ke jalur yang berbeda, namun tetap bersatu dalam benang persahabatan yang kuat.
***
Hari itu, secara resmi Ayah Galaxia menerima proyek rabat beton dari kawannya yang menjabat sebagai ketua DPRD itu. Proyek ini melibatkan alokasi beton yang diberikan sepenuhnya kepadanya untuk mengatur lokasi penempatannya sesuai keinginannya.
Nilai proyek mencapai empat ratus juta rupiah, sebuah angka yang cukup besar untuknya yang tidak memiliki pengalaman dalam bidang ini.