Orang Orang Di Atas Angin

Yovinus
Chapter #44

44-Membendung Kolam

Sore itu, sinar matahari meluncur perlahan ke ujung horizon, menyisakan langit berwarna jingga yang memancarkan kehangatan yang menenangkan. Di halaman belakang rumah mereka, Galaxia duduk bersama ayahnya, Mr. Rahmat, yang tampak sibuk memperhatikan tanaman pisang di kebun mereka.

"Tinggal sedikit lagi, nanti hampir kena air lagi," keluh Mr. Rahmat sambil mengusap keningnya yang berkeringat.

Galaxia memperhatikan ayahnya dengan perhatian, menyadari bahwa sesuatu tidak beres dengan tanaman pisang tersebut. "Kenapa bisa begitu, Ayah?" tanya Galaxia, mencoba mencari tahu penyebab masalah tersebut.

Istri pak Rahmat, yang sedang sibuk di dapur, ikut campur dalam percakapan. "Kok bisa terkena air?" tanyanya, rasa ingin tahunya tak kalah dengan Galaxia.

Mr. Rahmat menghela nafas. "Itulah gara-gara tetangga kita membendung air kolam," jawabnya dengan nada kesal. "Kolam mereka meluap, dan airnya langsung mengalir ke kebun kita."

Galaxia menarik napas dalam-dalam, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Tapi, Pak Rahmat, kenapa kolam mereka bisa meluap sampai ke kebun kita?" tanyanya heran.

Istrinya mengangguk setuju, ekspresi kebingungannya sama dengan Galaxia. "Kok bisa?" tanyanya lagi, ingin memahami secara lebih detail.

Pak Rahmat menggaruk kepalanya, mencoba menjelaskan situasi yang rumit. "Kolam mereka itu sebenarnya berada di atas kolam air kita," jelasnya. "Jadi, ketika mereka membendung airnya, airnya langsung mengalir ke bawah, masuk ke kolam kita."

Jika tetangga membendung kolam mereka, maka otomatis semua tanaman mereka pak Rahmat akan mati. Itu telah terjadi beberapa kali. Pak Rahmat dan istrinya memenang pernah beberapa kali menyampaikannya kepada tetangga itu, tetapi setelah beberapa bulan, kembali lagi mereka melakukannya.

Galaxia mengangguk, mulai mengerti situasi yang dijelaskan ayahnya. Namun, segera terlintas di benaknya pertanyaan lain. "Tapi, Bu, apakah tidak dulu kita memiliki saluran air untuk menghindari masalah seperti ini?" tanya Galaxia, mengingatkan ibunya akan solusi yang mungkin sudah ada sebelumnya.

Istrinya menggelengkan kepala, mencoba mengingat-ingat. "Seingatku, dulunya almarhum abang ibu pernah membuat saluran air untuk mencegah air kolam terlalu tinggi," jawabnya, ekspresinya terlihat penuh dengan keraguan.

Pak Rahmat menatap istrinya dengan pandangan penuh penyesalan. "Ya, benar. Dulunya memang ada saluran air yang dibuat oleh abang mu," akunya, mengingat-ingat masa lalu yang sudah berlalu.

Galaxia memandang ayah dan ibunya bergantian, merasa sedikit lega karena menemukan jawaban atas pertanyaannya. Namun, kekhawatirannya belum hilang begitu saja.

"Mungkin kita harus mengingat kembali cara kerja saluran air tersebut," usul Galaxia, mencoba mencari solusi dari masalah yang dihadapi.

Lihat selengkapnya