Orang Orang Di Atas Angin

Yovinus
Chapter #56

56-Pensiun Dini dari PBB

 

Galaxia menatap langit senja dari jendela kantornya di markas besar PBB. Warna oranye keemasan menghiasi langit, mencerminkan perasaan campur aduk yang berkecamuk di hatinya.

Setelah bekerja selama beberapa puluh tahun, dia merasa saatnya untuk pensiun dini telah tiba. Ia sudah lelah dengan rutinitas birokrasi yang tak pernah berakhir, dan kerinduannya akan kehidupan yang lebih tenang semakin tak terbendung.

"Apakah kamu yakin dengan keputusan ini?" tanya Andi, rekan kerjanya yang duduk di meja sebelah.

Galaxia mengangguk pelan. "Aku sudah memikirkannya matang-matang, Andi. Aku ingin mencoba sesuatu yang baru, mungkin menjadi dosen di perguruan tinggi negeri di daerahku."

Andi mengernyitkan dahi. "Bukankah itu sedikit aneh? Setahuku, mereka tidak pernah merekrut dosen baru. Apa yang membuatmu yakin mereka akan menerimamu?"

Galaxia tersenyum tipis. "Justru itu yang menarik perhatianku. Aku ingin tahu alasan sebenarnya. Lagipula, umurku masih cukup untuk melamar pekerjaan itu."

Beberapa bulan kemudian, Galaxia resmi pensiun dari PBB. Dengan semangat baru, dia kembali ke kampus tempatnya dulu menuntut ilmu. Kampus itu masih sama, namun ada perasaan aneh yang menggelayut di sudut pikirannya.

Banyak hal yang tampak berubah, tapi satu hal yang paling mencolok adalah tidak adanya wajah-wajah baru di antara para dosen.

Di ruang dosen, Galaxia bertemu dengan Profesor Rahmat, dosennya semasa S1 yang kini tampak lebih tua dan lelah.

"Selamat datang kembali, Galaxia," sapa Profesor Rahmat dengan senyum lelah. "Apa yang membawamu kembali ke sini?"

Galaxia menjelaskan niatnya untuk menjadi dosen di kampus tersebut dan keingintahuannya mengapa tidak ada dosen baru yang direkrut.

Profesor Rahmat menghela napas panjang. "Kamu bukan orang pertama yang bertanya soal itu. Sebenarnya, ada alasan yang cukup kompleks di baliknya."

Galaxia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Dia bertemu dengan beberapa dosen lain dan mendapati bahwa hampir semuanya merasa frustrasi dengan situasi yang sama. Namun, tak satu pun dari mereka yang memberikan jawaban memuaskan.

Suatu hari, dia berbincang dengan Bu Lina, salah satu dosen senior yang dikenal sangat terbuka dan jujur.

"Bu Lina, kenapa tidak ada dosen baru yang direkrut di sini?" tanya Galaxia.

Bu Lina menatapnya tajam, lalu menghela napas. "Ini masalah yang rumit, Galaxia. Sejak sistem penerimaan menjadi online, semuanya berubah. Dulu, prosesnya lebih fleksibel, dan kami bisa memilih calon dosen yang kami rasa cocok. Tapi sekarang, semuanya harus melalui sistem yang ketat dan transparan."

Galaxia mengerutkan kening. "Bukankah itu seharusnya lebih baik? Lebih adil dan transparan?"

Bu Lina mengangguk pelan. "Benar. Namun, beberapa dari kami merasa kehilangan kendali. Banyak dosen senior yang terbiasa dengan cara lama, dan mereka merasa sulit beradaptasi dengan sistem baru ini. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk tidak merekrut sama sekali daripada menghadapi perubahan."

Mendengar penjelasan Bu Lina, Galaxia semakin tertarik untuk memahami situasi lebih dalam. Dia memutuskan untuk berbicara dengan Rektor, seseorang yang dikenal bijaksana dan berpandangan luas.

"Pak Rektor, saya ingin membicarakan masalah perekrutan dosen baru. Mengapa kampus kita tidak menerima dosen baru sejak beberapa tahun terakhir?" tanya Galaxia ketika berkesempatan bertemu dengan Rektor di ruangannya.

Rektor tersenyum lelah. "Galaxia, ini masalah yang sangat kompleks. Seperti yang mungkin sudah kamu dengar, perubahan sistem penerimaan secara online membuat banyak dosen senior merasa kehilangan kontrol. Mereka enggan menerima perubahan dan lebih memilih bertahan dengan cara lama."

Lihat selengkapnya