Galaxia menatap bangunan sekolah gratis yang baru saja selesai dibangun, hatinya penuh dengan kebanggaan dan kebahagiaan. Para siswa berlarian di halaman sekolah, tertawa riang sambil memegang buku-buku linguistik.
Dia menghela napas panjang, lalu berbalik memandang suaminya, Porehkui, yang sedang berdiskusi dengan beberapa guru di dekat sana. Memang sekolah gratis itu sangat dibutuhkan masyarakat, gumam Galaxia dalam hatinya.
"Bagaimana perasaanmu melihat semua ini, Sayang?" tanya Galaxia saat Porehkui menghampirinya.
Porehkui tersenyum lembut, "Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan, Galaxia. Kita telah memberikan harapan baru bagi para siswa ini. Tapi aku merasa kita bisa melakukan lebih."
Di bawah langit yang terang dan tidak ada mendung, kota Konoha terlihat tenang dan damai, namun di dalam hati warganya tersimpan rasa kecewa dan kebingungan.
Galaxia dan suaminya dengan mata tajam dan semangat berkobar, duduk bersama di sebuah ruangan sekolah yang mereka dirikan. Mereka sedang membahas topik yang telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
"Seharusnya Konoha itu bisa membangun sekolah gratis untuk generasi mudanya," kata Galaxia dengan nada tegas, menatap cangkir kopi yang ada di depannya.
"Tetapi ini jangankan sekolah gratis, kemarin sewaktu kampanye menggembar-gemborkan sekolah gratis, eeeh, sewaktu duduk malah UKT atau uang kuliah tunggal dinaikkan di Perguruan Tinggi Negeri."
Porehkui mengangguk pelan, matanya yang cerah memandang Galaxia dengan penuh pengertian. "Aku tahu, Honey. Rasanya seperti dikhianati, bukan? Janji-janji itu hanya manis di telinga, tapi kenyataannya sangat berbeda."
Galaxia menghela napas panjang, mengingat kembali janji-janji yang pernah diberikan oleh para pemimpin kota ini. "Mereka berbicara tentang masa depan yang lebih baik, pendidikan gratis untuk generasi muda. Tapi sekarang, para generasi muda yang berjuang untuk pendidikan justru semakin terbebani. Aku tidak bisa diam saja melihat ini terjadi."
Kisah kampanye dan janji-janji politik mulai mengalir dalam pikiran Galaxia. Dia teringat saat kampanye besar-besaran berlangsung, di mana para politikus berdiri di atas panggung dengan senyum lebar, menjanjikan sekolah gratis dan masa depan cerah bagi setiap anak di Konoha.
Namun, begitu mereka meraih kekuasaan, janji-janji itu hilang seperti debu tertiup angin.
"Kita harus melakukan sesuatu," Galaxia melanjutkan, suaranya penuh determinasi. "Tidak bisa kita biarkan generasi muda kita terpuruk karena kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Kita harus memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak."
Porehkui mengerutkan kening, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Tapi apa yang bisa kita lakukan? Kita hanya warga biasa. Bagaimana kita bisa melawan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah?"
Galaxia tersenyum tipis, matanya berkilat dengan semangat juang. "Kita mungkin hanya warga biasa, tapi kita punya suara. Kita bisa bersatu, mengumpulkan dukungan, dan menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak setuju dengan kebijakan ini. Kita bisa mengadakan petisi, demonstrasi damai, dan memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan ketidakpuasan kita."
"Kita sudah memulai perjalanan ini, Sayangku," kata Galaxia dengan suara tegas dan yakin.