Orang-Orang Kotabuku

Donny Setiawan
Chapter #3

Bab 3

BAB TIGA

PAPAN TOMBOL barunya diberikan selepas Tom Kecil pulang ke rumah induk semangnya siang itu. Ia bekerja sampai malam mengerjakan apa yang catatan-catatan berisi 80 lembar itu katakan dan mungkin ia tak punya waktu sekedar mengecek media sosial atau membuka laman web untuk memasarkan tulisannya. Ternyata Nyonya Frasa sangat terkejut sekaligus gembira ketika Tom Kecil menceritakan kisah menakjubkannya.

"Seharusnya kita merayakannya, Nak!" seru Nyonya Induk Semangnya, "menulis 10.000 kata sehari itu tak mudah, kau tahu," bahkan perhatiannya masih terpaku pada buku yang ia baca di meja makan, suaranya tetap menunjukkan rasa takjub kepada Tom Kecil.

Suaminya baru saja mengganti perangkat nirkabel di rumah ini. Sudah tidak mungkin terjadi tidak ada sinyal lagi. Tom Kecil agak lega, meskipun di kepalanya terngiang catatan yang tebalnya 80 lembar. Nyonya Frasa kadang masuk ke kamar Tom Kecil secara sembunyi-sembunyi untuk memastikan anak itu tetap menulis. Tom Kecil kadang senang diperhatikan begini karena jarang ia mendapat perhatian orang lain. Apalagi ketika wanita itu rela menjadi pembaca naskahnya, baik yang belum diperbaiki maupun yang sudah. Nyonya Frasa tak pernah habis mengingatkan untuk pandai-pandai menyembunyikan kegiatan menulisnya ini dari suaminya karena pria itu bisa gila dan mengamuk lagi jika mendengar kata 'menulis'. Dan benar, menjelang tidur, Tom Kecil menyembunyikan mesin tiknya sekaligus naskah dan catatan tebal berisi 80 lembar itu di bawah kasurnya. Tempat tidurnya berupa dipan kayu yang cukup tinggi tanpa kolong sehingga terdapat ruang kosong yang cukup memasukan ketiga benda itu.

Pagi harinya rumah itu terasa sepi, namun sekaligus nampak seperti kapal pecah. Barang-barang berserakan di mana-mana. Tom Kecil kesulitan menemukan keberadaan Induk Semangnya di dalam rumah. Begitu ia mengarah ke belakang menuju halaman, terdengar suara gaduh di sana. Rupanya Tuan Induk Semang tengah dikerumuni orang-orang termasuk para tetangganya dari sisi kanan dan kiri. Polisi mengerubunginya bagaikan penjahat di film-film. Pria itu memberikan keterangan dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya karena membakar mesin tik secara diam-diam di tempat umum. Kejadian itu rupanya dilaporkan oleh tetangganya yang bisa menulis 10.000 kata sehari itu.

"Malam-malam ketika semua orang tertidur," katanya dengan nada serius dan berharap penuh perhatian, "oh, untung saja saat itu aku masih terjaga dan sedang membaca buku I.J.J. di ruang baca. Meja baca itu kebetulan menempel dengan jendela samping yang tepat menghadap halaman belakang rumah ini."

Wanita itu mengatakan semua keterangannya, dengan kepala terangkat, seolah menunjukkan dirinya yang sombong. Apakah karena menulis 10.000 kata dalam sehari dapat menjadikan wanita ini begitu sombong? Di sebelah wanita sombong itu berdiri seorang polisi junior yang sibuk sendiri dengan kertas dan pensil. Kepalanya menunduk seolah tak acuh keadaan sekitar. Perhatiannya penuh pada wanita di depannya dan agak kesulitan menangkap semua yang dikatakan.

"Oh, untung saja," dan untung saja yang lainnya yang terus dikatakannya.

Tuan Klausa kehabisan kata-kata pembelaannya karena makin ke sini pembelaannya semakin aneh dan terdengar dibuat-buat, seperti lupa mematikan kompor, kehilangan kesadaran karena sibuk mengecek pos-el, dan yang terakhir semakin melantur: ia menyalahkan pramusaji lantatur. Karena tak dapat memperkuat pembelaan, ia diminta untuk ikut ke kantor polisi terdekat demi memberikan keterangan lebih lanjut. Nyonya Frasa ikut ditanya-tanyai perihal kejadian tentang pembakaran mesin tik di halaman belakang rumahnya. Awalnya ia melakukan apa yang diperintahkan suaminya jauh hari, namun entah mengapa ia tak kuat lama-lama menyimpan kejahatan itu dan menceritakan semuanya apa adanya. Membenarkan tindakan suaminya. Tepat pukul delapan pagi, Tuan Klausa dinyatakan tersangka pembakaran mesin tik dan dibawa menuju kantor polisi. Mobil polisi yang membawanya serba hitam, dan ketika iringan mobil-mobil itu bergerak diiringi kelap-kelip lampu serta bunyi sirine, semakin tampak keren di mata Tom Kecil.

Menjelang makan siang Nyonya Induk Semangnya meminta Tom Kecil pergi ke toko buku untuk mengambil buku-buku bacaannya yang sebelumnya telah dilakukan registrasi dari laman web. Memang setiap menjelang akhir tahun orang-orang di Kotabuku biasa memperbarui buku-buku mereka di rumah. Tom Kecil menyatakan dengan senang hati melakukan itu. Demi menghibur hati wanita itu, ia bergegas menuju toko buku yang dimaksud dan memasukan kertas pemberian Nyonya Induk Semangnya ke saku celana. Tom Kecil berniat melewati jalan raya besar untuk sampai ke sana. Itu berarti ia melintasi rumah-rumah yang di samping gang-gangnya terdapat selokan yang penuh dengan genangan buku-buku. Buku-buku itu menyumbat air di sana. Kebanyakan bukunya bersampul kulit tebal yang terlihat sudah sangat usang. Jamur memenuhi sampul luarnya. Bahkan pekerja-pekerja bangunan di rumah-rumah samping gang-gang itu mengganti batu batanya dengan buku-buku yang menumpuk di jalan-jalan sekitar selokan, yang dirasa masih berguna daripada menggenang di sana. Ukuran dan kerasnya sama saja, pikir mereka. Sesampainya di toko buku yang dimaksud, Tom Kecil langsung menghadap kepala pelayanan toko itu dan memberi kertas berisi daftar buku-buku Nyonya Induk Semangnya. Pria itu mengamati dengan teliti isi daftar itu di belakang mejanya sampai wajahnya tampak cemberut. Tom Kecil memiliki waktu untuk memperhatikan sekitar dan tertarik dengan papan nama yang menempel di atas kepala pria di depannya itu. Tulisan itu bertuliskan 'Beli apa saja, dibayar dengan puisi.'.

"Benarkah itu, Pak?" jari telunjuk Tom Kecil menuding ke belakang pria itu. Butuh waktu cukup lama untuk menyadarkan Tom Kecil bahwa tindakannya itu sia-sia. Pria itu masih sibuk dengan kertas pemberiannya. Tak lama masuk pelayan yang lebih muda, berjalan sambil membaca buku. Tom Kecil mengulangi ucapannya kepadanya.

"Oh, itu benar, Tuan," balas pelayan muda itu semangat, "puisi apa saja, asal jangan puisi R.R. Pujangga," pria itu terbahak menuding raut polos Tom Kecil.

Lihat selengkapnya