Orang-Orang Kotabuku

Donny Setiawan
Chapter #5

Bab 5

BAB LIMA

TAK ADA HAL LAIN yang dilakukan Tom Kecil selain banyak membaca buku-buku di kamar asramanya. Ia satu kamar dengan tiga teman lainnya. Saat itu ketika Tom Kecil sedang menekuni buku-bukunya. Di sebelah ranjangnya selalu terduduk rapat satu temannya yang unik, yaitu Alofon. Ia lebih tua satu tahun darinya. Dua teman lainnya menyebut orang itu 'si kutu buku'; walaupun sebenarnya orang-orang Kotabuku itu semuanya 'kutu buku', namun 'kutu buku' di sini ditekankan khusus kepada orang yang memiliki kebiasaan yang melampaui orang-orang Kotabuku pada umumnya. Alofon orangnya jangkung, kurus kering, dan tidak pernah bicara. Perawakannya mirip kuda. Kerap juga disebut pemalas oleh para guru, karena pria itu tidak pernah mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Pria itu lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku seharian selama satu semester kemarin. Ia bahkan tidak pernah menulis.

Selain lebih sering membaca buku, Tom Kecil juga berniat pergi ke perpustakaan di komplek utama sekolahnya. Sudah sering ia meminjam buku melalui layanan pinjaman daring, dan hari ini ia ingin melakukan sesuatu yang baru. Tambah tugas membuat esai menyebabkan ia membutuhkan buku-buku tambahan. Tak mungkin ia hanya mengandalkan buku-buku pengantar saja. Tom Kecil membutuhkan, setidaknya, lima puluh buku lagi. Setidaknya segitu jumlah umum di Kotabuku untuk membuat daftar pustaka. Ketika semester awal, guru-gurunya suka sekali memberi tugas kepada murid-murid untuk menulis cerita pendek. Seorang novelis harus menulis setidaknya beberapa cerita pendek, sebab katanya, kemampuan menulis cerita pendek merupakan dasar untuk menjadi novelis hebat. Ada seorang gurunya yang mengatakan begini: tiap penulis prosa panjang harus melewati beberapa batu pijakan, dan cerita pendek merupakan batu pijakan awalan sebelum para penulis prosa panjang menulis novel mereka. Sebelumnya ia juga menyinggung soal menulis fiksi kilat, namun menurutnya, atau guru-guru yang lain, karangan itu hanya sebatas pemantik atau istilah lainnya pemanasan bagi para novelis sebelum menulis narasi panjang.

"Sebelum melakukan perjalanan panjang menuju daratan (menulis narasi panjang), para pelaut (penulis) membutuhkan bahan bakar yang memadai, dan bahan-bahan itu salah satunya menulis fiksi kilat,"

Tom Kecil berniat membuat esainya mengenai karangan R.R. Pujangga. Namun, belum saja dimulai penelitian itu, ia kesulitan mendapatkan sumber-sumber bukunya. Dalam katalog pada mesin pencari perpustakaan, nama R.R. Pujangga tidak ditemukan. Begitu juga saat ia mencarinya melalui katalog daring. Menurut pengurus perpustakaan nama R.R. Pujangga sudah lama dihapus dalam mata pelajaran para siswa. Maka tak heran dalam katalog, nama R.R. Pujangga dicari sampai sepuluh kali pun tetap tidak ditemukan, bahkan sampai terjadi galat dalam mesin katalog itu.

"Hei, nak, coba kau cari sendiri saja di antara buku-buku itu," Tom Kecil mengedarkan pandang ke antara ratusan ribu rak-rak yang dipenuhi buku-buku. Ia harus mencari dimulai dari lantai dasar sampai lantai dua puluh tujuh. Sejauh mata memandang, hanya buku-buku sampai matanya memerah karena perih. Keseimbangannya agak terganggu ketika ingin naik anak tangga di ujung ruangan. Matanya agak kabur sehingga ia tak tahu sudah di lantai tujuh atau masih di lantai lima. Rupanya ia masih harus berhadapan dengan dua puluh anak tangga lagi.

Ia tak punya pemikiran untuk melakukan cara lain. Kemudian untuk segera menyelesaikan masalahnya, ia perhatikan lagi label nama penulis tiap rak, kali ini lebih saksama. Lantai dasar sampai sepuluh berupa abjad dari A sampai I, kemudian lantah sepuluh sampai dua puluh enam berupa abjad dari I sampai Y. Dan lantai dua puluh tujuh hanya berisi buku-buku yang berlabel penulis berabjad Z, yang biasanya buku-buku yang ditulis guru-guru di sekolah tinggi ini. Pada akhirnya, Tom Kecil banyak melewati rak-rak buku di lantai dua sampai sembilan. Di lantai sepuluh ia terus bertemu dengan nama penulis yang berawalan huruf I; dan seperti yang ia benci sejak awal, nama I.J.J. selalu bertengger pada tiap labelnya sampai lantai dua puluh enam. Tom Kecil baru dihadapkan rak-rak buku yang berlabel J sampai Y ketika ia melewati beberapa rak buku di bagian depan lantai dua puluh enam. Dan, ya ampun, Tom Kecil masih harus mencari nama penulis berawal huruf R di antara rak-rak buku berlabel J sampai Y. Tata letaknya agak berantakan. Ia tak menemukan rak berlabel R setelah rak berlabel Q. Bahkan ketika ia mencarinya sebelum rak yang berlabel S. Wajah Tom Kecil saat itu merah seperti kehabisan nafas, bahkan orang-orang yang ada di lantai itu seperti ketakutan kalau berhadapan dengannya karena tatapan kengerian Tom Kecil sekaligus keheranan yang mendekati 'aneh'.

Untuk sampai pada rak buku yang berlabel huruf R, Tom Kecil sampai dibantu oleh seorang pengunjung di lantai itu. Kemudian ia diantarkan ke bagian rak paling belakang di antara rak-rak yang berada di depan. Ruangannya semakin gelap. Tom Kecil tiba-tiba bersin. Seorang wanita manis yang menolongnya terus mengarahkannya pada ujung bangunan. Nama wanita yang menolongnya itu Prosa. Ia merupakan wanita yang suka berbicara. Hal apapun ia bicarakan, bahkan sarang laba-laba yang dilihatnya berkali-kali selalu ia ucapkan. Semakin masuk ke dalam ruangan yang gelap. semakin banyak sarang laba-laba yang menempel di antara rak-rak buku. Percayalah wanita itu telah mengatakan "Ada sarang laba-laba!" sudah puluhan kali, sampai Tom Kecil tak balik mengatakan, "Benar," lagi. Ketika Tom Kecil menanyakan di mana ia bisa menemukan buku-buku karangan R.R. Pujangga, wanita itu sempat tersentak dan membisu sekian menit dan mengatakan bahwa buku-buku itu kebanyakan sudah ditutup debu dan sarang-sarang tikus. Orang-orang Kotabuku biasa memang menaruh buku-buku yang sudah tak pernah dibaca ditempatkan pada rak-rak paling belakang, yang dihalangi buku-buku yang lebih baru dan yang lebih terkenal di masa sekarang. Selama wanita itu menunjukkan jalan menuju ujung bangunan, ia terus mengatakan "Ada sarang laba-laba!".

Lihat selengkapnya