BAB SEMBILAN
TOM KECIL TETAP MENULIS cerita-cerita pendek. Semakin pendek cerita yang ia buat, semakin menumpuk pula kertas-kertas di kamarnya. Namun karena Tuan Induk Semangnya gemar meremehkan Tom Kecil, bahwa ia tak akan pernah menjadi penulis, tak mengenali tulisan-tulisan tangan Tom Kecil dan menganggap itu hanyalah tumpukan tugas-tugas anak sekolahan. Maka Tom Kecil tak mengkhawatirkan keberadaan kertas-kertas itu di kamarnya.
Ia merasa beruntung bahwa semakin ia banyak menulis, tanpa sengaja ia banyak pula dapat mengeluarkan kerumitan gejolak perasaannya kepada Prosa. Mengenai bagaimana ia menyukai wanita itu berbicara, bentuk keindahan alaminya, atau bahkan sekedar membagi cerita gejolak perasaannya. Masa-masa sekolah mendorong ia menulis banyak cerita-cerita. Sebelum ia mengenal Prosa tak mungkin ia bisa menulis sebanyak sekarang. Tulisannya mulai dari bertema kemanusiaan, pertemanan, kisah cinta, serta kisah-kisah detektif berbau misteri. Tom Kecil menyadari bahwa kehidupan selalu dikelilingi oleh kemisteriusan ‘pada siapa Prosa menaruh hatinya’, kemisteriusan motif Tuan Frasa membenci menulis, kemisteriusan pribadi Nyonya Frasa, sosok R.R. Pujangga, serta kelanjutan hidup sahabatnya Jim.
Berita mengenai keberadaan kelompok radikal semakin sering menjadi papan teratas dalam berita. Kepala surat kabar biasanya menyatakan (dalam huruf besar) maraknya mesin otomatis menulis. Sementara I.J.J., si penulis paling terkenal, menambahkan: “Mereka menyebut dirinya penulis namun menggunakan mesin otomatis menulis (metonis) untuk mensejajarkan nama mereka di papan atas penulis di Kotabuku?” kemudian ia tertawa. Tulis akhir berita itu.
Berita lain menulis pernyataan I.J.J. dengan kalimat lain: “Kalaulah benar ada mesin otomatis menulis itu. Patutlah ia (si metonis) yang dapat bersanding dengan diri saya di papan teratas penulis. Namun sebelum itu terjadi, di sini adakah yang mengetahui namanya (si metonis)?” tak ada yang bisa menjawab. “Terima kasih,” ia tersenyum meninggalkan panggung.