Orang-Orang Kotabuku

Donny Setiawan
Chapter #11

Bab 11

BAB SEBELAS

SEPERTI YANG SUDAH DICERITAKAN pada bab awal dalam kisah ini, bahwa semakin membludaknya orang-orang Kotabuku yang menjadi penulis, semakin membludak pula angka pembaca yang menurun. Orang-orang Kotabuku biasanya sangat bertekad menjadi penulis, maka banyak di antara mereka yang bergulat demi tercapainya mimpi mereka dalam menulis. Selama proses menulis itu, mereka semakin jarang untuk membaca, bahkan untuk membaca sinopsis cerita penulis lain saja enggan. Kejadian ini terus terjadi selama satu generasi seterusnya sampai Kotabuku disesaki oleh orang-orang yang isi kepalanya dengan ambisi.

Pemerintah di sisi lain mempunyai agenda mereka sendiri. Mereka memanfaatkan sebagian orang kecil yang tak memiliki ambisi, atau tersesat dalam ketidakberdayaan, menjadi penulis dijadikan sebagai aparat-aparat negara seperti sipir keamanan, sipir tahanan kota, hingga politikus. Kemudian mereka diiming-imingi dengan hadiah serta pangkat.

Adapun kejadian unik selama masa pencarian kandidat walikota baru Kotabuku. Saat itu, sulit mencari dan mendapatkan kandidat baru, membuat orang-orang Kotabuku tak pernah mengadakan pemilihan umum selama sepuluh tahun lebih. Bagi sebagian besar penduduk kota, nama I.J.J. yang lebih pantas mereka anggap sebagai kepala pemerintahan saat itu.

Tahun ini semakin sedikit jumlah sipir tahanan di Kotabuku. Sebagai gantinya, pemerintah berupaya membuat dinding-dinding tinggi di perbatasan-perbatasan luar kota dengan tumpukan buku-buku yang terkumpul dari pusat kota.

Hari ini, perselisihan mungkin saja masih terjadi di sudut-sudut kota. Semua orang merasa pendapatnya benar. Tak luput pula semakin maraknya pertumbuhan berita-berita bohong yang ditulis oleh penulis-penulis tak bertanggung jawab. Bahkan seorang wanita yang hidupnya paling lama mengatakan: "Sumber informasi yang jelas benar hanyalah tulisan-tulisan I.J.J."

Panasnya dua kubu yang berselisih di Kotabuku menjadikan dunia tulis-menulis di sini terbagi menjadi dua jenis genre yang populer, yaitu cerita dewasa atau roman, yang ditulis penulis aliran baru, dan karya tulis penulis terkenal I.J.J.

Penulis terkenal, I.J.J., pun tak mau keberadaan kelompok-kelompok penulis aliran baru terus tumbuh di Kotabuku. Ia memaksa menutup penerbit-penerbit, baik di pusat maupun sudut-sudut kota, dan menggantinya dengan menerbitkan buku-bukunya lebih banyak kepada para penduduk Kotabuku. Awalnya para penduduk kota bergembira dengan buku-buku terbaru I.J.J. itu. Si penulis terkenal kerap mengeluarkan kejeniusannya dalam mengemas karya-karyanya. Namun ketika muncul penulis, dari kalangan aliran baru, yang bisa dikatakan berbakat, dan yang juga menjadi pencetus dalam penggerak perubahan dunia kepenulisan di Kotabuku, menerbitkan bukunya yang benar-benar baru. Dan tak sampai di situ, penulis itu juga mengenalkan para penulis di Kotabuku dengan alat bantu modern untuk penulis. Alat itu disebut sebagai 'mesin otomatis menulis'.

Ketika berita di televisi lokal membeberkan wajah sosok penulis radikal yang paling vokal, Tom Kecil melonjak dan hendak pergi ke luar kamarnya.

"Astaga!" Nyonya Induk Semangnya terpengarah seolah tak percaya, ketika ikut menyaksikan siaran televisi di ruang depan, "Itu Jim!"

Tom Kecil sudah kehabisan kata-kata. Seluruh kejahatan dan keributan di luar selama ini adalah ulah Jim, sahabatnya dulu. Tom Kecil berniat pamit untuk menemui Jim, namun diurungkan oleh Nyonya Induk Semangnya

"Tak ada gunanya, Nak," katanya. "Begitu kau menemuinya, tetap saja kau akan dipandang sebagai orang asing. Seperti itulah kiranya orang-orang yang dahulu dekat dengan kita ketika mereka jauh dan sudah tak menyapa."

Namun Tom Kecil bersikukuh pergi. "Saya tak sudi dunia Kotabuku berantakan akibat satu orang seperti Jim."

"Kadang ada hal yang memang harus diterima untuk semua penulis. Dan munculnya penulis brengsek seperti Jim itu tak bisa dielakan."

Esok paginya, merupakan bulan ketiga Tom Kecil menunggak uang sewanya. Nyonya Frasa sudah mulai berlagak seperti orang asing. Tuan Frasa menjadi pendiam, jarang menegur Tom Kecil. Melalui peramban, Tom Kecil berusaha mencari pekerjaan. Nyatanya metamesta itu lebih banyak memunculkan tulisan penulis-penulis radikal ketimbang informasi yang ia cari.

Menuju siang, mendadak ada siaran pers tentang I.J.J., rupanya ia makin gerah dengan pergerakan penulis-penulis aliran baru, yang dikepalai Jim, dan berjanji akan membuat mereka kerepotan. Tak lama setelah itu, penulis paling terkenal itu membuat seruan kepada penduduk Kotabuku dengan mengiming-imingi hadiah berupa alat-alat menulis paling baru, seperti mesin tik dan papan tombol keluaran baru hingga tempat penyimpanan naskah sampai satu juta terabyte. Tak heranlah, Jim, juga mengajak penulis aliran baru Kotabuku untuk menulis secara hibrida, menulis melalui mesin tik juga menerbitkannya melalui situs daring.

Menuju sore, Nyonya Induk Semangnya menghampiri Tom Kecil. Wanita itu meminta dibelikan sayur-sayuran yang berada di pasar seberang jalan besar. Tapi Tom Kecil sempat menolak dan mengatakan, "Saya tak punya uang untuk membayar sayur-sayuran itu," namun Nyonya Induk Semangnya tak peduli dengan alasan Tom Kecil dan ia tetap teguh pada pendiriannya. Sesampainya di pasar dan berdiri agak lama di depan penjualnya, Tom Kecil tak bergeming. Kemudian si penjual berkali-kali mengajukan pertanyaan sehingga membuat Tom Kecil meminta permintaan karena merasa terdesak. "Apakah saya bisa membeli sayur-sayuran ini menggunakan puisi?" katanya. Dan, ah, tak perlu lah diceritakan lebih lanjut serta diberikan contohnya di sini.

Di kamarnya, ketika Tom Kecil tetap berdiam membaca bukunya, di mulut pintu yang terbuka itu tertampak Tuan Frasa.

"Astaga, kau selalu saja membaca buku," katanya. "Memangnya dengan membaca buku, kau dapat mengurangi uang sewamu, Tom?"

Tepat malam itu, Tom Kecil keluar dari kamarnya. Ia sempat berjalan-jalan mengitari komplek perumahan. Ia kunjungi gang-gang yang terdapat tumpukan buku-buku yang masih tergeletak di pinggir rumah, jalan-jalan, hingga yang menggenang di sungai. Ia juga mengunjungi bekas toko buku Tuan Signe yang sudah habis terbakar. Di kejauhan, ia tetap bisa melihat tenda-tenda pemeriksaan di toko-toko buku lain di Kotabuku. Gerimis hujan membuatnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Di depan pintu masuk, Nyonya Induk Semangnya sudah menunggu kedatangan Tom Kecil.

Lihat selengkapnya