Orang-Orang Sederhana

M. Sadli Umasangaji
Chapter #9

Orang-Orang Sederhana di Kota

Orang-orang sederhana di desa mungkin kesusahan tapi di desa orang bisa mendapatkan makanan di kebun. Menanam singkong, menanam ubi. Daunnya pun bisa dimakan. Berbeda dengan orang-orang sederhana di kota mereka mungkin akan sangat kesusahan.

Dulu di Provinsi MU, di sekitar-sekitar Kota T dan Pulau Halmahera pernah terjadi kerusuhan karena konflik agama. Orang saling membunuh atas nama pembelaan terhadap agama. Masa kecil yang dialami Arkan. Dia saksikan sendiri bagaimana orang memotong kepala manusia kemudian diarak-arakkan menggunakan mobil. Sekali waktu, ia pernah berjalan dan ada seorang pria berjalan dari arah berlawan darinya. Pria itu menggendong tas di punggungnya. Tak lama setelah itu orang-orang mengejar pria itu ternyata pria itu adalah orang yang berkeyakinan agama yang berbeda, pria itu dipotong kepalanya di lapangan. Begitulah kejadian-kejadian beberapa tahun lalu di Kota T. Orang menyebutnya konflik agama. Di lain cerita orang mengatakan karena masalah politik. Pemisahan provinsi. Di Pusat Ibu Kota Negara, terjadi reformasi.

Kini Arkan adalah orang-orang sederhana Kota T. Arkan merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Bapaknya sebenarnya seorang Pegawai Negeri, ibunya seorang ibu rumah tangga. Awalnya hidup Arkan normatif sebagai keluarga dengan kecukupan biasa saja. Semua berubah ketika Ayah memiliki pilihan lain dalam urusan perkawinan. Bermain perempuan. Menikah lagi. Ibunya dan keluarganya menjadi merosot dalam kubangan orang-orang sederhana. Orang-orang sederhana di Kota dengan kondisi itu seperti menyulitkan. Mau kerja sebagai pedagang, modal tak ada, mau bekerja sebagai pekerjaan lain sebagai kuli kasar, tukang sapu, buruh pelabuhan, buruh pasar, ibunya tak sanggup. Hiduplah keluarga Arkan dalam kenestapaan normatif. Kadang punya uang, kadang sangat susah.

Kakak pertama Arkan, karena kondisional menikah mendadak. Karena kondisional dengan maksud bahwa kakaknya menikah karena terlanjut menghamili sang perempuan. Hidup kakaknya aut-autan. Melarat. Mati dan hidup pun segan. Kondisi ekonomi semakin susah dijangkau. Berkali-kali kakaknya berganti-ganti kerjaan, tak ada yang pasti. Jualan kartu provider telepon. Menjadi pekerja cafe. Menjadi penjaga biliard. Hingga terakhir memilih menjadi tukang ojek. Kondisi keluarga kakaknya penuh perdebatan, pergulatan anak menangis, pusing memikirkan susu dan popok, berkali-kali berkelahi sebagai pasangan. Lama bertahun-tahun, hidup kakaknya begitu. Ia baru berubah ketika tersadarkan oleh sekelompok orang berjubah yang mengajak-ajak orang ke masjid. Mereka sering menyebutkan “Mari tuan-tuan kita ramaikan masjid”. Tapi ekonominya masih sama, sama sulitnya. Tapi tingkahnya berubah. Kakaknya Arkan menjadi pengikut dan pengajak orang-orang ke masjid. Mereka berjalan ke lorong-lorong, ke desa-desa, tidur di berbagai masjid-masjid. Mereka keluar. Mereka khuruj. Tingkah kakaknya menjadi berubah lebih baik, tapi ia terpaksa harus cerai dengan istri pertamanya dan berselang waktu ia menikah lagi dengan perempuan berjilbab besar. Pekerjaan juga sudah normatif, menjadi pekerja di toko buku dan tetap menjalankan ojek aplikasi online.

Adiknya yang ketiga adalah perempuan. Menderita skizofernia. Skizofrenia merupakan penyakit mental. Pasien akan memiliki pemikiran, perasaan, emosi, ucapan, dan perilaku yang tidak normal, yang memengaruhi kehidupan, pekerjaan, kegiatan sosial, dan kemampuan untuk mengurus diri mereka sehari-hari. Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Pasien biasanya menunjukkan gejala awal saat masih berusia muda. Banyak orang salah paham terhadap pasien skizofrenia. Mereka dianggap memiliki kepribadian ganda, padahal sebenarnya penyakit ini memengaruhi emosi, persepsi, dan pemikiran mereka, yang menyebabkan perilaku abnormal dengan tetap satu kepribadian tunggal. Adik perempuan Arkan sering berbicara sendiri, tertawa sendiri. Orang-orang pikir dia kesurupan. Padahal jiwanya yang sakit. Arkan sebenarnya sangat sedih melihat adiknya ini. Tapi ia tak tahu cara merurangi penderitaan adiknya itu. Adiknya menderita skizofernia hingga usia agak dewasa dan belum sembuh-sembuh.

Adiknya yang keempat adalah laki-laki. Ia berkali-kali tak masuk sekolah, memilih tinggal di rumah, main game, atau tidur-tiduran. Tak seperti Arkan walaupun keluarga melarat tapi semangat bersekolah. Adiknya yang keempat adalah orang-orang sederhana yang malas. Malas karena keadaan. Ia kalah.

Arkan sendiri dalam kesusahan memilih melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Kondisi yang berleha-leha akan lebih respek pada Orang-Orang Sederhana yang mau memperjuangkan pendidikan, entah dari dana hasil kerja sendiri, dana orang tua, dari keluarga, kakak atau beasiswa. Dengan segala kerelaan hidup irit dan sebagainya. Bukan menyepelekan pendidikan, lalu pergi meninggalkan tanpa menyelesaikan. Dan dalam keanehan, dia memilih terlibat dalam gerakan mahasiswa. Sama seperti Gifar, Ismu dan Bang Sira. Ia dalam renung-renungannya bertanya, “Mungkinkah sekolah merubah nasibnya?”

Walaupun kadang-kadang pendidikan tidak memberikan jaminan segalanya.

 

#

Berkali-kali Gifar, Arkan, Ismu, Bang Sira dan teman-teman dalam organisasi mereka mendiskusikan tentang kemiskinan. Mereka mendiskusikan orang-orang desa yang melarat, kaum miskin kota hingga orang-orang kota yang melarat.

Kemiskinan diyakini sebagai keadaan dengan terjadinya ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan hingga kesehatan. Kemiskinan adalah masalah global. Kemiskinan dapat terjadi karena kondisional seperti keadaan kelangkaan dalam pemenuhan kebutuhan dasar secara massal ataupun karena sulitnya akses hidup dan pekerjaan. Kemiskinan pula menjadi kondisi penyebab orang terhalang dalam mengakses hak-hak hidup. Ia tersisih dan terpinggirkan karena kemiskinan. Ia tersisih dan terpinggirkan dari berbagai peluang dan kesempatan. Kemiskinan itu seperti orang yang hampir tenggelam dalam bencana, air bah yang naik hingga leher, dan bila ada sedikit saja riak, maka tenggelam.

Bagi orang miskin kadang tak ada pilihan. Mereka hanya menerima kenyataan pahit dan sulit. Kondisi asal dapat hidup adalah kondisi realitas yang mereka tempuh dalam keseharian mereka. Orang pintar menyebutnya sebagai pilihan dalam orientasi subsistensi. Sekedar bisa makan untuk hari ini pun dirasakan berat dalam ruang kehidupan yang pengap. Betapa tidak berdayanya mereka untuk menolak upah rendah, dan tidak juga dapat mengelak membeli harga-harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik.

Di satu sisi kita mungkin tidak cukup mengetahui tentang dinamika survival strategy yang dimiliki orang-orang miskin yang membuatnya mampu bertahan hidup. Bahkan pula kita tidak benar-benar memahami struktur dan budaya masyarakat miskin serta pola dasar ketergantungan akibat pemerasan struktural yang menyebabkannya terbelenggu oleh keadaan yang seakan merupakan seratan nasib malang di sepanjang hidupnya.

Lihat selengkapnya