Orang-Orang Sederhana

M. Sadli Umasangaji
Chapter #13

Daerah Utara

Beberapa aktivitas Gifar semasa hidup di Kota T adalah mengikuti beberapa teman ke beberapa daerah untuk pengambilan data, untuk sekedar mengikuti teman jalan-jalan ke rumah teman, atau yang lebih esensi kadang melakukan advokasi. Ya, Gifar sekedar menyenangkan hati, berjalan-jalan untuk mengunjungi desa-desa kecil. Itu pun kalau diajak oleh temannya dan segala ongkosnya dibiayai oleh temannya atau kadang dibiayai sama senior di organisasi.

Gifar, Ismu dan Arkan bersama senior mereka, Bang Sira melakukan perjalanan ke Daerah Utara, Kabupaten HT. Perjalanan menuju Daerah Utara, mereka lalui Kota TB, Kabupaten HU. Memang bisa juga lewat desa B, Kabupaten HT, yang menjadi tempat tinggal Ismu. Perjalanan ke Daerah Utara hanya bisa melalui kapal laut. Kurang lebih 8 jam perjalanan menggunakan kapal. Dalam perjalanan menuju Daerah Utara, ada di beberapa kali berhenti menunggu penumpang dari desa, menuju ke kapal menggunakan perahu kecil. Dan dalam setengah perjalanan, jaringan handphone sudah tak ada jaringan. Transportasi yang susah dan tak ada jaringan komunikasi. Di atas kapal selama perjalanan di daerah Utara berkali-kali kita akan lihat juga orang-orang mengangkut kopra untuk dijual, kopra akan dibawa ke Kota TB, Kabupaten HU. Aroma-aroma khas kopra akan terasa sekali di hidung.

Dulu di daerah Utara, banyak sekali ikan julung. Disini sebagian pencarian sebagai nelayan. “Disini dulu banyak ikan julung, gampang sekali kalau dikail, bahkan mudah sekali didapat. Sekarang agak sulit,” kata orang-orang disini. Ikan julung atau ikan julung-julung merupakan kelompok ikan yang hidup di permukaan, ikan dengan bentuk rahang bawahnya meruncing ke depan dan lebih panjang dari rahang atasnya. Beberapa daerah menyebutnya sebagai ikan roa. Ikan julung biasanya akan dijadikan ikan yang diasar atau bahasa disini adalah ikan yang difufu atau lebih sering disebut sebagai ikan tore. Orang-orang disini ada yang menjadi nelayan, ada yang bertani kelapa untuk kopra, seperti biasanya orang-orang sederhana di desa. Atau menjadi pekerja serabutan yang penting bisa dapat sedikit uang. Gifar jadi terbayang sama bapaknya.

Mereka sekedar mendata mengikuti Bang Sira untuk melihat data-data balita kurus di daerah Utara, sekaligus mendata keluarga-keluarga sederhana dengan ekonomi yang terlampau susah. Setiba disini kami rencana menginap sekitar 1 minggu. Disini selama menginap kami disajikan mie instan. Mie instan dianggap makanan spesial untuk disajikan ke tamu, sekiranya begitu. Gifar berpikir, mie instan itu diproduksi oleh orang-orang berduit bahkan pengusaha terkaya di negeri ini, makanan praktis yang disediakan oleh orang-orang sederhana bahkan melarat dalam perut yang menanti makanan. Makan mie instan adalah kepastian orang-orang sederhana di negeri ini. Makanan praktis yang memang tak butuh keluar banyak duit. Sedangkan yang memproduksi sebagai pengusaha-pengusaha berkantong tebal mana mau menikmati mie instan yang mereka produksi?

Selama disini kami menginap di salah satu rumah teman yang bekerja di Puskesmas di daerah Utara ini. Disini Ismu dan Gifar yang juga berasal dari Kabupaten HT, menyaksikan daerahnya dari kacamata jauh yang tanpa jaringan dan susah akses transportasi. Mereka bertemu dengan Ervino. Ervino merupakan dokter di Puskesmas tersebut. Ervino adalah orang kota atau lebih tepat dapat disebut sebagai orang ibu kota yang ‘terpaksa’ melakukan pekerjaan di daerah-daerah terpencil.

Kadang kita dengar bahwa orang-orang kota itu individualis, pikiran-pikirannya terlampau berpikir soal isi kantong yang banyak. Manusia yang mengorientasikan dirinya sebagai individu akan merasa hidupnya adalah untuk dirinya sendiri. Walaupun asas dasar manusia adalah makhluk sosial. Orang-orang kota menjadi individualis karena faktor eksternal yang membentuk mereka menjadi demikian. Faktor eksternal mengondisikan seseorang menjadi pribadi yang individualis. Faktor-faktor itu kadang dikaitkan dengan revolusi industri, transportasi, teknologi dan juga pasar serta kemajuan ekonomi yang mengubah kondisi kehidupan sosial. Industrialisasi mengubah pola kehidupan masyarakat menjadi begitu individual. Bahkan negeri yang kita kenal agraris menjadi lebih industri. Individualisme ini muncul karena arogansi kaum industrialis yang memunculkan praktik-praktik perbudakan. Pertumbuhan-pertumbuhan ekonomi yang dianggap semakin pesat memunculkan persoalan sosial baru sebagai dampak. Bahkan samar-samar strata-strata kelas tercipta.

Kelas-kelas sosial tercipta karena adanya semangat dari kelas yang seolah-olah mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan individu-individu yang lain. Manusia dengan hidup terkotak-kotak dalam kubikel, spesialisasi dan juga klaster. Individualisme sebagai tanda muncul sistem klaster atau kawasan elit yang membuat penghuni berjarak dengan sekitar. Faktor pekerjaan telah begitu memberikan pengaruh interaksi antar warga di perkotaan. Orang-orang yang biasanya bekerja dari pagi hingga malam. Sesampai di rumah, mereka beristirahat dan butuh ketenangan. Kian lama, orang-orang kota makin individualis.

 

#

 

Lihat selengkapnya