Orang-Orang Sederhana

M. Sadli Umasangaji
Chapter #16

Kesukaan dan Sastra

Mungkin ada orang yang membicarakan kelompok marginal tapi penampilannya adalah dengan latar modis. Mungkin kebanyakan yang menulis kelompok-kelompok marginal, mereka sekarang, saat ini duduk tenang dengan penampilan modis, sembari menikmati kopi di cafe. Mungkin ada yang berbicara tentang Hukum Perburuhan, tapi dilain waktu dia dengan gembira karena penyuka kopi menikmati kopi mahal di Outlet Kopi atau Cafe ternama. Memang kebanyakan tulisan-tulisan, cerita-cerita yang tertulis tentang kelompok-kelompok marginal ditulis oleh bukan orang yang lahir dari keluarga orang-orang sederhana. Bisa jadi juga tulisan-tulisan tentang kelompok orang-orang sederhana, hadir karena kepedulian, kesadaran pandangan lampau, sisa-sisa makna hidup di waktu lampau, perjalanan hidup yang sudah berubah. Cerita-cerita tentang kelompok marginal bisa jadi ditulis oleh mereka yang pernah mengalami kemiskinan masa lalu, kemudian perjalanan telah berubah menjadi Kelas Menengah Tanggung, atau Kelas Menengah Biasa. Atau bisa jadi telah menjadi Kelas Menengah mendekati Atas.

Tapi dulu, seperti kita sebut saja Tuan P dengan organisasinya, Lembaga Kesenian Rakyat, memang terlihat bahwa orang-orang yang menulis tentang kelompok marginal adalah mereka dengan penampilan kumuh, penampilan sederhana, penulis-penulis dengan Turun Ke Bawah, hampir-hampir berpenampilan sama seperti rakyat melarat.

 

#

Dalam aksi-aksi mereka sering mereka bacakan puisi. Mereka juga menyukai novel sejarah, novel dengan latar pergerakan, novel realisme sosialis, bahkan juga roman Islami. Roman-roman Islami kadang-kadang lebih bertentangan dengan revolusiner romantik. Mereka berbenturan. Di suatu waktu, setelah balik dari Desa G, mereka berdiskusi tentang sastra. Gifar mencatat diskusi-diskusi mereka tentang sastra itu, benturan sastra, dan bagaimana sastra islami dalam catatan dan gagasannya.

Paska reformasi, dunia kesusastraan Indonesia mencatat berbagai novel yang dianggap fenomenal, terutama dari sisi penjualan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Novel-novel itu dikategorikan dalam novel-novel islami, motivasi dan percintaan. Gifar termenung mengapa novel Islami dinisbahkan dengan kata-kata, “Sastra Islami kecenderungan tidak mengandung unsur politis bahkan ketika zaman pra kemerdekaan, tidak hadir untuk melawan kolonialisme Belanda. Lebih sesuai dengan semangat modernisme yang dibawa oleh kolonialisme. Karya-karya sastra Islami cenderung meraup selera pasar dan tentu mendukung daya penjualan sebagai unsur kapitalisme. Sejak dulu kebanyakan sastra Islami di negeri ini mengusung tema tanpa perlawanan.” Masa kini, Sastra Islami sendiri mulai menjamur dalam medium di atas tahun 2000-an. Dan kebanyakan dengan tema-tema percintaan dan motivasi. Dan dilabeli novel pembangun jiwa, novel pembangun semangat, novel penggugah rasa, dan sebagainya.

Novel-novel fenomenal yang dipetakan dalam dua jenis formula cerita. Pertama, kisah cinta berbalut agama dengan latar belakang kehidupan di luar negeri, dan kedua, kisah sukses perjuangan anak yang terlahir dari keluarga miskin untuk bisa bersekolah di luar negeri dan mendapatkaan kesuksesan berupa jabatan atau kekayaan. Ini merupakan jenis-jenis cerita yang dapat dan mungkin membuat orang larut dalam impian, harapan dan melupakan apa yang terjadi dalam kenyataan.

“Akan tetapi Angkatan Sastra 2000 adalah yang disebut banyaknya sastrawan menulis karya sastra yang bertemakan tentang sosial-politik. Salah satu diantaranya adalah “Saman” oleh Ibu AU yang juga menjadi Pemenang dalam Sayembara Novel terbaik di negeri ini. Soal ini, sastra-sastra kiri populer dianggap lebih mewakili ‘perwajahan sastra’ di Indonesia,” kata Arkan menengahi bahwa di tahun 2000-an bukan hanya sastra Islami tapi sastra kiri populer juga mulai mendapatkan tempatnya.

“Oh, sastra kiri populer itu cenderung atau kami sebut saja mereka itu penjual sastra lendir,” kata Bang Sira mendebatkan soal sastra kiri populer. “Kemudian mereka melabeli novel-novel mereka dengan kategori umur misalkan, karena unsur lendir itu.”

Sebenarnya baik sastra (atau novel) Islami dan Kiri Populer memiliki besaran angka penjualan. Besarnya angka penjualan dan pengaruh dalam masyarakat, novel-novel bertemakan Islami dan motivasi bisa dikatakan telah menjadi wacana dominan dalam periode kesusastraan paska reformasi. Salah satu alasan yang paling menonjol karena munculnya kekuatan gerakan Islam yang selama Orde Baru direpresi. Saat reformasi semua ruang mendapat kebebasan dan memanfaatkan kebebasan, termasuk dalam penyebaran pengaruh. Sedangkan novel-novel motivasi, jelas dipengaruhi oleh globalisasi, transnasionalisme, dan kapitalisme.

Lihat selengkapnya