Pada hari itu, di tengah fajar yang menyinari bumi dengan cahaya matahari pagi yang memberi warna kejinggaan. Gifar bertemu dengan seorang lelaki. Hari itu lelaki itu memakai baju berwarna jingga. Dan Gifar menyebutnya sebagai Lelaki Jingga. Lelaki Jingga itu adalah senior kami dalam organisasi. Keterlibatan mereka dulu dalam Gerakan Muda Langit Senja. Lelaki Jingga itu adalah teman diskusi. Membincang banyak hal, Teologi Pembebasan, Sosialisme Religius, Kiri Islam, Gerakan dalam Organisasi. Membincang tokoh-tokoh Islam, membicarakan kondisi organisasi, pengaderan, kader-kader organisasi, perkembangan organisasi, tentang kader-kader yang alergi dengan partai politik. Kami juga menyukai film-film dokumenter.
Sekali waktu, Lelaki Jingga itu pernah berkata tentang organisasi, “Pertama, kita telah kehilangan kepercayaan pada gerakan. Kedua, nilai-nilai organisasi tidak tertanam, hanya menjadi simbol yang dibanggakan. Ketiga, nalar kritis menurun karena lemahnya literasi dan dialektika pemikiran yang minim.”
“Sejauh ini pemahaman politik masih pada tataran politik moral dan politik ideal. Akan tetapi realitas politik berkata lain. Maka disini organisasi seharus mengambil jalan tengah dalam upaya menjalankan misi perbaikan. Uniknya kami disini, di Kota T, saat ini lebih memilih jalan pinggir bahkan lebih memilih tidak kemana-mana, akhirnya menjadi korban politik. Padahal kita adalah kader yang berpeluang menjadi pelaku politik.” Gifar mengingat kritik Lelaki Jingga itu tentang kader yang alergi dengan politik, dengan Partai Jingga.
Gifar dan Lelaki Jingga itu membaca Hasan Hanafi, mendiskusikan karya Asghar Ali Engineer dan mengagumi tokoh yang kita sebut saja Kanan Merah. Kanan Merah adalah sebenarnya lebih identik dengan tokoh Hak Asasi Manusia. Tapi karena berbagai gerakan pembelaannya kepada kelompok-kelompok marginal, ia kadang-kadang disebut sebagai Kiri Hijau atau Kanan Merah.
Lelaki Jingga itu telah kembali ke desanya, Desa GL. Ia sehari-hari mengendarai motor buntut sejenis Revo kemana-mana. Seperti dulu Tokoh Kanan Merah yang mengendarai motor Supra buntut. Tokoh Kanan Merah adalah pria sederhana yang bersahaja. Ia lahir di Kota Sejuk. Ia semasa kuliah di Fakultas Hukum di Kota Sejuk turut aktif dalam sebuah organisasi Kepemudaan Islam.
Ia mewujudkan keseriusan dalam bidang hukum dengan terlibat dalam Lembaga Bantuan Hukum. Tokoh Kanan Merah ini membantu kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan Pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur, kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang dibunuh oleh “militer”, penasehat hukum warga Nipah, Madura dalam kasus pembunuhan petani-petani, sekali lagi oleh “militer”. Tokoh Kanan Merah ini karena kegiatan aktivitas bantuan hukumnya, ia terpaksa dilayangkan nyawanya dalam sebuah perjalanan menuju Eropa. Di atas pesawat, dalam perjalanan. Ia diracun.
Sekali waktu, kami bersama-sama di sekretariat dulu menonton film dokumenter. Sebuah catatan tentang seorang pria. Ada yang benci, tapi banyak menyukai. Dimulai dari scene, berbentuk lukisan. Lukisan yang bergambar Pria Tua berambut putih, presiden kita yang ke bla bla bla. Presiden kita itu sedang duduk, dan seorang perempuan bermain golf. Di gambar lukisan lain, para militer memancungkan senjata pada beberapa orang, dan senjata besar kepada seorang perempuan. Ada perempuan kurus yang menggendong anak kurus. Ada pria berparas seperti orang kaya memberikan jempol, dan rakyat-rakyat dengan setengah sumringah membalas jempol. Antrian pria yang menggendong anak kurus dikelilingi aparat militer, sambil setengah tersenyum jahat.
Film dokumenter itu bercerita tentang tokoh Kanan Merah itu. “Saya tidak bisa bayangkan kalau seandainya saya berada dalam lingkaran itu, duduk bareng Kanan Merah. Istilahnya saja saat ini saya hanya mendapat kabar-kabar saja, saya gak bisa bayangkan bagaimana lagu-lagu saya dengan semangat itu”, kata seorang musisi jalanan itu dulu. “Nama anak kami, kami beri nama, nama asli Kanan Merah, yang bermakna cahaya. Agar ia memberi cahaya pada keluarga kami, memberi cahaya pada kehidupan sekitar”, lenting suara seperti bapaknya Kanan Merah. Kanan Merah memang memiliki tubuh kurus, ceking, kecil. Begitu juga Lelaki Jingga. Dan di atas truk, dengan menggunakan mikrofon, tubuh kurus itu berkata “Kita harus hentikan kekerasan di negeri ini. Kami rakyat sudah bosan dengan kekerasan, bosan dengan kebohongan.”
“Bisa jadi Kanan Merah itu menggabungkan sosialisme, sekaligus Islamisme. Selama ini karena lingkungannya seperti itu. Orang-orang menyebutnya bahwa dia itu Kiri, dia itu sosialis. Dia itu anteknya barat,” kata kawan Kanan Merah.
“Saya ulangi lagi ya, pengusaha diuntungkan, buruh dirugikan. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin,” kata Kanan Merah lagi dalam scene film dokumenter. Kanan Merah telah terlibat dalam LBH, dan mulai menggarap isu buruh. “Yang dirugikan siapa? Buruh. Saya ulangi lagi ya kalau belum mengerti,” kata Kanan Merah lagi.
“Islam itu kan membuat orang untuk tidak kufur. Memerangi kekufuran, agar orang tidak kufur adalah memerangi kemiskinan, supaya orang tidak miskin. Bukan orang miskin yang diperangi. Tidak benar itu Islam membuat bapak-bapak hanya, ya sudah itu takdir, kita jadi miskin. Mari berdoa dan terus pulang lagi, tidur lagi. Dan tidak melawan apa-apa. Itu bukan Islam,” Kanan Merah berkata lagi dalam scene yang lain.