Aku memang terkenang dengan kata-kata Tuan Melenting, bahwa jalan untuk melenting ke atas tentu amat tidak mudah. Akan banyak rintangan yang menghalangi. Namu para korea, orang-orang sederhana tidak boleh menghindarinya. Beranilah bertarung, lawan jika ditekan, karena mentalitet para korea adalah mentalitet kompetitif. Kompetisi itu jalan untuk melenting. Kompetisi adalah rangsangan untuk memicu adrenalin.
Aku terkenang betul bahwa orang-orang sederhana tidak boleh menyalahkan keadaan. Kita memang tidak bisa memilih dilahirkan di mana, dari bapak – ibu siapa, dalam kondisi seperti apa. Jika kita lahir dalam kondisi biasa, dalam kemiskinan, yang perlu kita lakukan adalah menerima kondisi itu apa adanya. Kalau memang terasa kurang, korea harus terus belajar hingga menemukan galah untuk melenting setinggi-tingginya agar sampai di kehidupan yang lebih baik.
Sebelum menentukan galah, para korea harus terlebih dahulu mengukur diri sendiri. Jalan melenting lewat apa. Kekuatan, melalui jalur politik, terlibat dalam kekuasaan, masuk partai politik. Kepintaran, melalui berbagai jenjang pendidikan, memandang pendidikan sebagai sarana pengembangan dan pekerjaan sekaligus. Keuangan, terlibat dalam berbagai usaha, berusaha untuk masuk dalam lingkaran pengusaha, dan berusaha menjadi pengusaha.
Tapi semua bermula dari harapan. Harapan adalah hal yang bersamaan secara psikis dengan kehidupan dan pertumbuhan. Seperti sebatang pohon tidak mendapatkan cahaya matahari maka ia membengkokkan dahannya ke tempat cahaya itu dating. Kita bisa mengatakan bahwa pohon itu ‘berharap’ dalam arti yang sama dengan orang yang berharap, karena harapan dalam diri manusia berkaitan dengan perasaan dan kesadaran yang mungkin tidak dimiliki oleh pohon tersebut. Dan, oleh karena itu, salah jika dikatakan bahwa pohon tersebut mengharapkan sinar matahari dan menyatakan harapan ini dengan memuntir dahannya kea rah matahari.