Cinta mati Kasmini bukanlah Wage, laki-laki yang sekarang menjadi suaminya. Wanita itu bahkan bisa bercinta dengan laki-laki lain di ranjang yang tiap malam ia tiduri bersama suaminya. Tapi bagi Wage, Kasmini adalah satu-satunya cinta di dalam hidupnya. Ia sering berpikir bahwa saat ia mati nanti, ia akan membawa serta sang istri sebab tak ada yang boleh memiliki Kasmini selain dirinya. Pun jika istrinya mati lebih dulu, ia tak akan ragu untuk segera menyusul sebab baik di dunia atau pun di akhirat, tak boleh ada laki-laki lain yang memiliki istrinya.
Pernikahan keduanya menghasilkan buah cinta sebanyak empat kepala. Anak pertama lahir dengan sambutan gegap gempita meskipun ia perempuan. Sementara kelahiran anak kedua dan ketiga sama sekali tak berkesan karena lagi-lagi, Kasmini melahirkan anak perempuan. Wage ingin sekali memiliki anak laki-laki. Obsesinya kepada anak laki-laki bermuara dari rasa cemburu yang gila kepada mantan suami Kasmini, meskipun ia tak pernah mau mengakuinya.
Mantan suami Kasmini adalah seorang serdadu, sementara Wage adalah satpam sebuah pabrik gula. Kasmini mudah jatuh cinta kepada lelaki yang mengenakan seragam. Baik mantan suami ataupun suaminya yang sekarang, keduanya sama-sama lelaki berseragam dan tugas mereka sama-sama menjaga. Si mantan menjaga keamanan Negara, dan Wage menjaga pabrik gula. Begitulah kira-kira pikiran Kasmini saat menerima pinangan seorang perjaka bernama Wage.
Wage nekat meminang Kasmini meskipun ia tahu bahwa wanita itu adalah seorang janda beranak satu. Bagi orang-orang disekitarnya, perjaka meminang janda bukanlah hal yang patut dibanggakan. Satu-satunya pembelaan yang sering dilontarkan Wage kepada orang-orang yang mencibir keputusannya adalah bahwa Kasmini tidak tinggal bersama anaknya. Wanita itu tak diberi hak asuh oleh pengadilan. Situasi tersebut seolah menjadi nilai positif dimata Wage, padahal, alasan mengapa Kasmini sampai tak boleh mengasuh anaknya sendiri cukup membuat geleng-geleng kepala dan bisa menjadi senjata bagi keluarga Wage untuk menentang pernikahan mereka berdua.
Kasmini ketahuan main serong dengan rekan suaminya sendiri. Tidak hanya satu orang, melainkan tiga sekaligus! Wanita itu dilahirkan dengan hormon nafsu birahi yang berlebih. Ia tak bisa diam melihat laki-laki dengan seragam meskipun suaminya sendiri sudah berseragam. Maka, cintanya menjadi menggila kepada rekan-rekan suaminya yang kebanyakan tentu berseragam.
Wage tahu tapi memilih tak mau tahu sebab ia sudah cinta mati kepada Kasmini. Keputusaanya untuk mengabaikan masa lalu sang Istri ternyata memiliki efek samping yang serius. Wage menjadi suami yang pencemburu. Ia tak suka Kasmini mengunjunginya ke tempat kerja sebab di pabrik gula itu, ia memiliki dua rekan satpam yang semuanya tentu berseragam.
Kasmini berubah genit tiap kali bertemu dengan mereka, dan laki-laki itu mengendus bahwa penyakit selingkuh Istrinya di masa lalu mungkin saja bisa kambuh sewaktu-waktu. Oleh sebab itu, sejak kejadian tersebut, ia melarang keras Kasmini untuk datang mengunjunginya.
Wage paling cemburu kepada anak pertama Kasmini. Wajah anak itu mirip sekali dengan Ayahnya dan apalagi, kini anak itu juga telah menjadi serdadu mengikuti jejak sang Ayah. Wage bisa mengamuk dengan memecahkan semua perabotan di dapur, di kamar, di ruang tamu, jika mengetahui istrinya diam-diam mengunjungi sang anak.
Kecemburuan itu sedikit mereda ketika Kasmini melahirkan anak keempat. Dukun bayi yang membantu istrinya melahirkan sempat salah mengira bahwa Kasmini kembali melahirkan anak perempuan sebab kemaluan bayi itu amat kecil. “Wong kecil sekali mirip kutil! Ha ha ha.” Dukun bayi itu tertawa puas. “Ah, tidak masalah. Punyamu pasti nanti juga membesar seperti punya bapakmu. Ha ha ha!” lanjutnya. Kali ini, semua orang di kamar itu tertawa, kecuali si bayi.
Wage sangat senang dengan kelahiran anak laki-laki yang sudah lama ia nantikan, kemaluan kecil tidak masalah bagi seorang bayi, pikirnya. Yang penting, ia percaya kata-kata si dukun, bahwa barang itu pasti akan membesar pada waktunya.
Ia bertekat akan menjadikan bayi laki-lakinya itu tumbuh menjadi laki-laki sejati. Konsep laki-laki sejati di pikiran Wage tentu tak begitu berbeda dengan steriotip yang sudah beredar luas di masyarakat. Laki-laki sejati tidak menangis, harus berbadan kekar, jalannya tegap dan bicaranya lugas. Langkah pertama yang dibuat oleh Wage untuk memulai didikan terhadap bayi laki-lakinya itu adalah memberinya nama yang tentu saja harus terdengar jantan , paling tidak ditelinganya sendiri.
“Raja Gusti Putra,” jawab Wage saat dukun bayi bertanya hendak dinamai siapa bayi dengan kemaluan kecil itu.
Namun, satu tahun setelahnya, kata Raja dihilangkan. Sebab Gusti terus-terusan mengalami sakit. Si dukun bilang bahwa Gusti keberatan nama. Nama Raja terlalu besar bagi Gusti hingga membuatnya sakit-sakitan. Maka, dengan hati yang berat, Wage membuat acara syukuran untuk mengesahkan dan memberitahu semua orang bahwa kini nama anak laki-lakinya adalah Gusti Putra saja, tanpa Raja.
Lima tahun kemudian, Wage menghadapi tantangan baru. Bocah itu tumbuh sehat, tak kurang suatu apapun, tetapi ia merasa istrinya tak ikut andil dalam membantunya mendidik Gusti menjadi laki-laki sejati. Kasmini terlampau sering mengunjungi putra pertamanya, sehingga Gusti berakhir diasuh oleh ketiga kakak perempuannya. Ketiga kakaknya tak memiliki kawan laki-laki atau lebih tepatnya mereka malu berkawan dengan laki-laki sebab mereka sedang memasuki masa puber. Sementara Wage lebih sering mendapat tugas siang saat itu sehingga ketika ia pulang di malam hari, Gusti sudah tertidur pulas.
Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga desas-desus mengenai Kasmini yang sering terlihat bersama lelaki selain suaminya sampai ditelinga Wage. Laki-laki itu curiga bahwa kepergian istrinya untuk menemui anak pertamanya mungkin saja hanya sebuah alasan. Pertengkaran besar pun terjadi. Wage kembali bersikap seperti sebelum anak laki-lakinya lahir. Semua perabot nyaris pecah, andai saja tetangga tak datang untuk menghentikan amukan Wage. Rumah keluarga itu nyaris hangus terpanggang sebab Wage telah menyiramkan lima liter minyak tanah di atas tempat tidur mereka. Tempat tidur yang ia tiduri setiap malam bersama Kasmini.