Orang-Orang Yang Kubunuh

Magnific Studio
Chapter #28

Kebodohan Atas Nama Cinta

Sekolah akting tidak membuat kemampuan bermain perannya meningkat. Lelaki itu sibuk mencari perhatian sebab banyak sekali orang yang ia sukai di sana. Gusti sulit untuk fokus. Kebuntuan menyambutnya di tengah jalan ketika satu persatu, orang-orang yang berada di kelas itu mendapatkan sertifikat dan pengakuan. Beberapa dari mereka bahkan mendapatkan tawaran peran yang lumayan.

Gusti dengan ego dan ketersinggungannya yang tinggi mulai menganggap bahwa guru-guru aktingnya lah yang telah gagal. Enam bulan belajar bersama mereka tak menghasilkan apa-apa. Gusti gigit jari. Berkali-kali, ia terus gagal mendapatkan peran, bahkan peran-peran kecil sekalipun.

Kalimat semangat yang sering dilontarkan oleh teman-teman dan pelatihnya diawal kemudian berubah menjadi kritikan tajam. Orang-orang yang ia sukai diawal perlahan membuatnya sakit hati. Ia tak menyelesaikan kelasnya. Ia berakhir tak mendapatkan apapun kecuali kritik-kritik itu.

Karir kekasihnya di dunia model pun biasa-biasa saja. Tapi Andi terlihat menikmatinya. Gusti sering mencibir kekasihnya akhir-akhir ini. Cibiran yang lahir akibat dari rasa kecewa atas kegagalannya sendiri. Pertengkaran sering terjadi hingga Andi menuntut untuk mengakhiri hubungan. Seperti biasa, Gusti murka dan selalu menempatkan posisi dirinya sebagai korban. Padahal, ia lah yang menjadi penyulut awal atas semua pertengkaran itu. Hubungan mereka berakhir ketika Andi mengganti kunci apartementnya dan mengeluarkan barang-barang Gusti dari sana.

 Menik menyambut putusnya hubungan Gusti dan kekasihnya dengan gembira. Tapi kegembiraan itu sirna ketika ia mengetahui bahwa Gusti sudah hengkang dari kelas akting tanpa mendapatkan sertifikat kelulusan atau pengakuan apapun. Wanita itu merasa uangnya hambur sia-sia.

“Seharusnya kamu bertahan sedikit lagi.”

“Jangan mengkritiku seperti orang-orang itu. Aku muak.”

“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Gus?”

“Maksudmu?”

“Kamu sungguh-sungguh ingin berakting?”

“Menurutmu aku main-main?”

“Ya. Terlihat seperti itu di mataku. Usiamu sudah dua puluh empat. Sudah saatnya kamu fokus ketika melakukan sesuatu. Dunia akting memang tidak membutuhkan gelar sarjana, Gus. Tapi setidaknya kamu lebih tekun dalam menjalaninya. Kesempatan tidak datang berkali-kali.”

Gusti tersinggung. Ia merasa Menik sedang menyindirnya karena tidak melanjutkan pendidikan sampai jenjang kuliah. “Sudah kubilang jangan mengkritikku seperti orang-orang berengsek itu!” Suara Gusti meninggi.

Menik berhenti bicara. Ia menghela napas panjang. Rasanya, ia seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya. Ia ingin menjadikan lelaki itu kekasih, bukan anak. Menik segera menyadari kesalahannya. Amarahnya bisa membuat Gusti menjauh dan lari meninggalkan dirinya.

“Maafkan aku, Gus. Aku hanya ingin kamu mendapatkan apa yang kamu mau.”

“Carikan aku peran,” tuntut Gusti tanpa basa-basi lagi. Kini, lelaki itu sering terang-terangan ketika meminta sesuatu kepada Menik. Ia tahu wanita itu sudah sangat menyukainya dan rela melakukan apapun untuk dirinya.

“Tidak semudah itu.”

“Koneksimu kan banyak. Jika kamu memang mencintaku, carikan aku peran.”

Menik terkejut mendengar perkataan Gusti. Ia tak menyangka lelaki itu akan lebih dulu membahas tentang perasaannya yang selama ini sengaja diabaikan. Perkataan tersebut tentu memberi harapan baik bagi Menik.

“Kamu tahu bahwa aku mencintamu, Gus?”

“Tentu saja. Memang aku bodoh?”

Suasanan hening. Menik bingung harus berkata apa lagi. Mereka berdua sedang berada di kamar kos Gusti. Sudah lama, lelaki itu tak menempati kamar tersebut karena selama ini ia tinggal bersama Andi. Tempat tinggal mantan kekasihnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan kamar kosnya yang hanya memiliki luas tiga kali empat meter.

“Apakah itu artinya, kamu memberiku kesempatan?”

Gusti tak menjawab sebab ia sama sekali tidak ingin memberi wanita itu kesempatan apapun. Tapi di sisi lain, ia tak mau kehilangan kebermanfaatan Menik di dalam hidupnya. Gusti menimbang-nimbang jawaban apa yang sekiranya tidak akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri di masa depan.

Lihat selengkapnya