Orang-Orang Yang Kubunuh

Magnific Studio
Chapter #33

Fatamorgana Keadilan

Adakah hukuman yang lebih berat dari hukuman mati? Herman sangsi. Ia yakin hilangnya gadis bernama Suhita jelas berkaitan dengan Gusti. Tapi pembunuh berantai itu tak mau membuka mulutnya meskipun ia sudah hampir mati karena kembali dipukuli di ruang interogasi.

Sorenya, setelah sidang putusan, Herman mendatanginya untuk mulai menyidik kasus hilangnya seorang gadis bernama Suhita. Gusti bungkam. Demi melanjutkan permainan yang hanya memuaskan dirinya sendiri, Gusti memilih menerima pukulan demi pukulan daripada harus membuka mulutnya soal keberadaan Suhita.

Tak mau membuang waktu, Herman bersama Riko langsung menuju rumah masa kecil si tukang jagal setelah mereka tak menemukan petunjuk apapun di rumah Leo. Sore hari, mereka sampai di sana setelah hampir sebelas jam melakukan perjalanan.

Garis kuning masih terpasang mengelilingi rumah itu. Sisa-sisa kericuhan di hari pembongkaran masih terlihat jelas. Pagar rumah dan temboknya sudah dipenuhi vandalisme berbau kasar serta umpatan terhadap Gusti. Nama Kasmini dan Wage juga ikut disebut-sebutt di beberapa bagian.

Lubang-lubang galian yang masih menganga terlihat penuh oleh air hujan yang akhir-akhir ini terus datang. Sebab kemarau telah pergi. Herman datang untuk memeriksa bagian dalam rumah, barangkali ada petunjuk mengenai keberadaan Suhita di sana. Dalam waktu dekat, ia berencana mengerahkan kembali tim penggali meskipun kegaduhan pasti akan terulang.

Sementara ini, hingga Herman dan Riko sampai di rumah itu, fakta tentang adanya seorang gadis bernama Suhita masih terkunci rapat. Sebab pihak kepolisian dan keluarga gadis itu telah sepakat untuk bekerja dalam diam. Campur tangan media dikhawatirkan menimbulkan spekulasi buruk serta kegaduhan yang akan membiaskan penyelidikan. Terlebih, vonis sudah dijatuhkan.

Malam mulai menjelang. Mereka berdua tak menemukan apapun kecuali kondisi rumah yang sangat suram. Keduanya duduk di sofa penuh debu dan sawang di ruang tamu. Rasa lelah membuat mereka sebentar-sebentar memejamkan mata.

Herman beranjak setelah lebih dari setengah jam beristirahat.”Bangun,” ucapnya pada Riko yang mulai lelap. Pemuda itu ligat menuruti perintah atasannya. Ia mengekor Herman yang mulai melangkah untuk ke luar dari rumah itu.

Riko berhenti mengekor saat ia mendengar sesuatu. Sejak tadi, suara itu datang dan pergi. Ia pikir, suara tersebut adalah suara hewan pengerat yang sedang mencakar-cakar plafon. Sebab di rumahnya, ia sering mendengar suara semacam itu sebelum kemudian suara tikus-tikus terdengar berlarian.

Tapi kali ini, pemuda itu baru menyadari bahwa rumah itu tak berplafon.”Anda mendengar sesuatu?” tanya Riko. Herman langsung berhenti. Ia menajamkan pendengarnnya.

Herman bergegas menuju kamar nomor dua di ruang tamu. Tadi, ia sudah menggeledah kamar tersebut. Tak banyak barang di sana. Berdasarkan keterangan Kasmini, kamar itu merupakan kamar anak bungsunya.

Suara cakaran makin jelas. Mereka saling tatap sebelum bergerak spontan menuju arah sumber suara. Herman yang lebih berpengalaman langsung mengetahui bahwa ada ruangan lain setelah ia mengetuk-ngetuk bagian dinding di mana mereka mendengar suara tersebut.

Lihat selengkapnya