Ketika kesadaran Barra mulai muncul, hal pertama yang dapat dia rasakan adalah udara lembab dari kamarnya dan suhu kamar yang sejuk. Barra membuka matanya, melihat keadaan sekeliling kamarnya. Baju-baju yang kotornya tanggung, masih bisa dipakai, digantung di belakang pintu. Meja belajar yang penuh dengan barang-barang tidak jelas, serta sedikit buku. Lemari kayu yang atasnya dijadikan tempat menyimpan tas dan lain2. Rak yang menampung penanak nasi, bahan makanan, atau sekadar sereal. Barra adalah anak cowo yang termasuk suka masak, walaupun masakan sederhana. Seperti telur goreng, mie instan, dan sayur yang ditumis memakai bumbu praktis.
Barra berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pintu untuk melihat keadaan di luar. Aroma udara pagi membuat indera penciumannya merasa segar, membawa angin dingin ke paru-paru, dan membangkitkan memori tentang suatu waktu. Sampai matanya menatap lagi langit biru, dan kegelapan sebelum matahari bersinar, membuat hatinya kembali tenang. Dia memfoto langit dan panorama disekitar kossannya, lalu menekan tombol kirim. Setelah itu, dia bercerita tentang bagaimana dia memulai harinya dan akan kemana saja hari ini. Dia tersenyum, siap untuk berbagi beberapa kenangan kepada orang yang disebrang sana.
Barra bergegas pergi ke kamar Rian, setelah bermesraan dengan langit tadi. Dia menggedor kamar Rian sembari berteriak "Rian! Bangun woy, kuliah pagi kita!". Namun, tidak ada panggilan dari dalam. Barra menyentuh knop pintu, mencoba untuk mengetahui apakah pintu Rian dikunci atau tidak.
'Krek' pintu terbuka pelan, menghadirkan sosok Rian yang hanya memakai celana pendek.
"Astaga ini anak" keluh Barra lalu menampar pipi Rian pelan. "RIAN BANGUN!"
'PLAK'
"Sakit kampret!" Tamparan keras di pipi Rian berhasil membangunkannya. Rian memegang pipinya yang perih.
"Masih untung gue bangunin lu, mandi gih sana. Lu mau sarapan kagak?"
"Kagak"
Setelah mandi, Barra menyiapkan sereal, susu dan sebuah pisang untuk sarapan. Tadinya, bila Rian hendak sarapan, mungkin Barra akan memasak nasi goreng untuk mereka. Barra tinggal di kossan yang sama dengan Rian.
Barra berangkat menuju kampus lebih dahulu dari Rian, sekaligus menjemput Ami yang ingin sekalian menumpang sampai kampus atau istilah kerennya nebeng. Barra dan Rian sering menjemput Ami untuk berangkat bersama, jika Barra yang lebih dulu maka Ami ikut Barra dan sebaliknya. Namun, sebab Rian lebih sibuk dan lebih sering main daripada Barra, Ami lebih sering nebeng dengan Barra juga.
Mereka bertiga selalu terlihat bersama bila waktu perkuliahan namun, Ami dan Rian cukup sibuk dengan kegiatan mereka. Ami ikut himpunan mahasiswa jurusan dan ukm karate, dan Rian yang cukup aktif ikut dalam kegiatan ukm sepak bola. Rian sering main bersama kaka tingkat di ukmnya.
Hari ini jadwal mereka cukup singkat, satu setengah jam kuliah dan tiga jam praktikum. Setelahnya, mereka kosong. Barra sempat berpikir untuk mengajak makan bareng Rian dan Ami, tapi mereka pasti punya kegiatan lain.
"Bar, gue liat raker (rancangan kerja) hari ini dong, punya Caca udah dikumpulin, Mira ga mau pinjemin. Jahat dia emang" ucap Kiya yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Barra di lab praktikum ini. Seharusnya dia memerhatikan asisten praktikum yang menjelaskan di depan.
"Jangan di kasih Bar, nanti dia kebiasaan" sambung Mira yang mendengar namanya disebut oleh Kiya.
"Gapapa Mira, kasian Kiya udah kesusahan banget tuh mukanya hahah" jawab Barra sambil tersenyum kecil. Tangannya memberikan buku raker kepada Kiya.