Orasi di Balik Pelaminan

Rie Yanti
Chapter #8

Bab 8

Halaman kampus Uperkha ramai oleh mahasiswa. Bukan ramai seperti hari-hari biasanya menjelang waktu perkuliahan. Tetapi ramai karena hampir seribu mahasiswa meninggalkan kelas dan berkumpul untuk bersiap-siap mengikuti aksi damai.

Tidak semua mahasiswa ikut. Ada juga yang memilih tinggal di rumah atau kos-kosan, bahkan pulang ke kampung halamannya yang masih terhitung dekat dengan kota ini. Tetapi, bisa dipastikan mayoritas mahasiswa perguruan tinggi ini mengikuti aksi damai, berbekal semangat para mahasiswa Universitas Trisakti tahun 1998 silam.

Para mahasiswa perguruan tinggi itu berkumpul menurut fakultas masing-masing untuk memudahkan pengecekan kehadiran mahasiswa yang mengikuti aksi. Uperkha dikenal sebagai perguruan tinggi paling vokal, paling sering mengadakan aksi perlawanan. Berbekal pengalaman yang sudah-sudah, beberapa kali dalam setiap aksinya mereka disusupi provokator. Entah orang luar yang mengaku-ngaku mahasiswa Uperkha, entah mahasiswa tingkat atas yang belum lulus. Ada saja cara mereka menunggangi aksi ini.

Karenanya, jas almamater wajib dipakai dalam setiap aksi. Sejak bertolak dari kampus sampai kembali ke kampus lagi. Pengecekan presensi juga wajib dilakukan untuk tahu siapa saja yang ikut, siapa yang pulang duluan, atau, sebagai jaga-jaga, siapa yang ditangkap aparat jika terjadi eskalasi. Karena banyaknya jurusan, pengecekan presensi pun diserahkan kepada BEM fakultas atau jurusan masing-masing setelah mereka yang mengikuti aksi mendaftar sebelumnya.

Arka selaku koordinator umum aksi, sudah siaga di barisan depan bersama anggota BEM gabungan fakultas. Mereka akan membentangkan spanduk utama. Spanduk lainnya bertuliskan “Reformasi Tak Direalisasi” dan “Tragedi Trisakti = Pelanggaran HAM Berat” akan dibentangkan oleh teman-teman mereka dari berbagai fakultas yang berbaris di bagian tengah dan belakang.

Tidak ketinggalan poster-poster dengan tulisan yang memprovokasi pemerintah untuk mengusut dalang penembakan dan menuntut keadilan, foto para korban tragedi Trisakti, bendera universitas, serta bendera merah putih akan dibawa beberapa mahasiswa. Surat pemberitahuan ke polres sudah dilayangkan; rektorat pun sudah diberi tembusan. Waktu keberangkatan tinggal beberapa menit lagi.

Sekali lagi, Albi yang sedang duduk di depan ruangan BEM membaca kertas berisi naskah yang akan dia orasikan sambil sesekali mendongak ke arah kerumunan dan pagar kampus. Lara tidak memberi konfirmasi lagi padanya soal jadi ikut atau tidak. Albi sudah mengirim pesan WA, tapi Lara tidak menanggapi walaupun sudah centang dua. Laki-laki itu mendesah pasrah. Dilipatnya kertas puisi dari Lara, mengurut setiap lipatannya pelan-pelan seakan berharap setiap lipatan itu bisa memanggil Lara keluar dari dalam kertas.

Hal yang mustahil. Albi lantas memakai ikat kepala berwarna putih dan bergabung dengan teman-temannya, berusaha mengabaikan rasa ingin tahunya soal kehadiran Lara.

Semua mahasiswa diberi waktu untuk mengecek perlengkapan mereka. Spanduk, poster, tali rafia untuk membatasi barisan agar tidak tumpah ke jalan saat long march nanti, sampai perlengkapan pribadi seperti yang dibeli Dhita sehari sebelum pelaksanaan. Beberapa mahasiswa memakai ikat kepala berwarna putih seperti Albi. Ada juga yang mencoreng pipinya dengan warna merah dan putih.

“Jas almamaternya dipakai sekarang dan jangan dilepas sebelum kita kembali lagi ke kampus. Ingat, titik keberangkatan dan kepulangan adalah kampus ini. Jangan langsung pulang sendiri-sendiri begitu aksi damai selesai. Jaga kebersamaan dengan teman-teman kalian.” Sammy, koordinator lapangan untuk aksi damai ini, menginstruksikan melalui megafon.

Di dalam barisan fakultas, Dhita cemas menunggu Lara. Sampai 15 menit menjelang keberangkatan ke gedung DPRD, Lara belum menunjukkan batang hidungnya. Berkali-kali Dhita menolehkan kepalanya ke arah gerbang. Namun yang muncul adalah beberapa sepeda motor polisi yang siap mengawal pawai mahasiswa Uperkha.

Sebuah mobil komando polisi berhenti tepat di depan gerbang kampus. Apa Lara diantar papanya? tanya Dhita dalam hati.

Lihat selengkapnya