Orca and The Flower Ice

Adinda Amalia
Chapter #14

13 : Olimpiade

Ingatan Sio tak seburuk itu sampai dia melupakan sesuatu yang dilihatnya belum ada sepekan lalu. Muda-mudi itu. Dia yakin si gadis adalah Ara, sedangkan lelaki di sebelahnya, pasti orang ini. “Yang di taman sama Bocah Antartika! Ngobrol dan ketawa!”

Sio tak bodoh. Garis wajah lelaki itu berubah, dia jelas paham yang dikatakan Sio

“Bener, ‘kan?” tanya Sio sekali lagi.

“Entahlah.” Senyum lelaki itu sempat agak turun, lalu kembali mengembang, kali ini jauh lebih lebar. Seolah menunjukkan pada Sio jika dia sengaja memberi jawaban yang berbanding terbalik dengan kenyataan.

“Apa yang kamu lakukan di sini? Padahal pintunya terkunci. Kamu lewat jendela?” Sio menerka-nerka. “Tapi ngapain? Maling?”

“Jangan berpikiran buruk,” ujar lelaki itu. “Aku sangat dihormati lho, di sini.”

Spontan Sio mengerutkan alis. “Apa?”

“Lihat aja kalo gak percaya.”

Sio memijat dahi yang tiba-tiba pening. “Keluar sekarang sebelum aku melaporkanmu.”

“Enak aja ….” Lelaki itu tak terima. “Aku berhak atas tempat ini.”

“Maksudmu?”

“Kamu gak bisa mengusirku semudah itu,” ujar si lelaki entang.

Hanya berniat istirahat, tetapi malah seperti ini. Sio makin gusar. “Tolong pergi saja ....”

Si lelaki memandang Sio beberapa saat. Lalu menceletuk, “Gak mau.”

Kian tak tahan, Sio mencari pertolongan. Mengambil ponsel dari saku, menekan tombol ‘call’ pada salah satu kontak. Beberapa detik Sio mendengar bunyi singkat berulang-ulang. “Kenapa gak diangkat?”

Helaan napas Sio kain kencang. Mencoba sekali lagi. Beruntungnya diangkat. “Bang! Pulanglah sekarang! Cepat! Ada orang asing di rumah kita!”

“Hmm? Aku lagi perjalanan ke rumah karena ada dokumen yang ketinggalan.”

“Cepat!” Sio menaikkan suara.

“Aku mengerti… Aku sudah berbelok di gang rumah.”

Sio tak bisa tenang. Keberadaan orang di dalam rumah yang terkunci, anak TK pun tahu jika itu bukan pertanda baik. Deru mesin kendaraan terdengar kian kencang. Sio mengintip dari jendela, mobil Landi baru saja memasuki halaman rumah.

Sesaat setelah di pengemudi keluar dari mobil, Sio langsung memberinya kode menggunakan tangan agar cepat.

Usai Landi membuka pintu, Sio langsung menghampiri. “Bang, lihat!” Sio menunjuk ke belakang, sofa ruang tamu. “Dia di situ sejak aku datang! Aneh banget! Dia ngaku-ngaku punya tempat ini! Gimana kalo dia orang jahat? Atau pasien rumah sakit jiwa?”

Landi mengalihkan pandangan ke arah jari Sio menunjuk, lantas mengerutkan alis.

“Parahnya, Bang,” lanjut Sio, “kurasa aku mengenalnya. Dia cowok di taman yang sama—” 

Lihat selengkapnya