Ara mengambil alih lima cup ramen dan menambah satu lagi untuk Orca. Jadi, dia perlu memasak enam buah. Sebelumnya, Ara harus membereskan pisau-pisau yang berserakan di lantai dapur.
Sementara di ruang tengah, empat pemuda entah mau sampai kapan memandang bola bulu oranye-putih tanpa berkedip sekali pun.
Si hewan lucu tiduran di atas meja. Meraih gantungan kucing Yutha yang tergeletak. Tiba-tiba menjauhkan kaki depannya, lalu menyentuh benda itu lagi.
Landi tanpa sadar mengetuk kuku pada pinggiran meja dengan cepat.
“Aku gak bisa percaya ….” Jael tak henti bergumam.
Usai kesadaran Yutha kembali, dia segera mengambil alih gantungan kunci miliknya. “Jangan sentuh-sentuh barangku, dasar kucing ... kucing garong!”
Bola bulu lucu berubah menjadi seorang lelaki. Dia turun dari meja. Seketika mendapat reaksi terkejut yang hampir sama dari orang-orang di sekitarnya. “Aku bukan kucing garong ya!”
Empat pasang mata menatapnya. Tak ada yang berkata-kata. Raut mereka sebelas dua belas seperti sebelumnya.
Dari dapur, Ara sesaat melirik mereka dengan miris.
Lelaki itu—Orca—memandang orang-orang di depannya satu per satu. Sadar keberadaan dan kemapuan istimewanya belum menjadi hal wajar di rumah ini. Dia menghela. “Wujud mana yang kalian lebih suka? Kucing atau sekarang?” Setidaknya berusaha membuat suasana lebih nyaman, meski sedikit.
“Bentar deh,” ujar Landi. “Aku sungguh ….” Dia menghentikan kalimat, kehabisan kata-kata.
Sio bangkit dari tempat duduk. “Ini benar-benar gak masuk akal—”
“Apanya?!” ujar Orca cepat. “Ara bilang menemukanmu di deket rumah, sebelumnya. Kemudian ketemu lagi di kota dan membawaku pulang,” dia menerangkan. “Apa ada kucing normal yang bisa berpergian sejauh itu?”
Landi mengernyit. “Kota?”
“Tanya dia.” Orca menunjuk Yutha menggunakan dagu.
Landi menoleh pada salah satu adiknya. “Jadi waktu itu ….”
Yutha dan Jael mengangguk. “Kami menemukanya kota,” ujar Yutha.
Jael ikut bicara, “Ara yang meminta, jadi ….”
“Masalah terpenting sekarang …,” Sio menyahut. “Bukan cuma Bocah Antartika, sekarang kita harus nampung kucing garong di rumah?”
“Sudah kubilang, aku bukan kucing garong!” Dia memekik. “Orca .... Biasanya kalian memanggilku ‘Orca’, ‘kan?”
“Orca itu kucing!” Sio tak terima.
Si lelaki membela, “Orca juga aku!”
Sio belum mau kalah. “Kamu kucing garong!”
Ara datang sambil tertawa kecil. Membawa dan meletakkan enam ramen siap makan di atas meja. “Makan dulu ….”
Ara berhasil menghentikan perdebatan Orca dengan kakak-kakaknya. Tetapi Sio sepertinya tak bisa tinggal diam begitu saja. Dia melempar tatapan kesal pada Orca, begitu pun sebaliknya.
***
Persiapan olimpiade untuk kelas intensif semakin dimatangkan. Sehari saja belum cukup, usai pulang sekolah, mereka masih perlu bimbingan tambahan. Jam kelas intensif sampai melebihi siswa kelas dua belas.