Ordeal of Thrones

Aiden
Chapter #2

Chapter 1

Pemandangan rumah Lord Leinester memang begitu sederhana, kayu mahoni yang agak kusam sebenarnya cukup memperlihatkan sudah selama apa rumah itu berdiri. Namun istri Lord Leinester tahu cara memperindah rumah. Berbagai macam tanaman hijau menghias pekarangan depan dengan sulur yang seolah merengkuh hangat sang rumah. Kendati dingin begitu menggigit tanaman masih tetap menghijau. Kekuatan penghijau. Lady Rosemary pasti begitu giat menjaganya.

Keindahan yang menggugah tak menyurutkan suasana tegang sejak kali pertama Lord Leinester mengajak Lucrius berbicara serius. Jarak kami cukup jauh sehingga sulit sekali mengetahui topik pembicaraan. Aku mengerutkan dahi begitu dalam.

"Mukamu seperti ingin melabrak seseorang Ra. Apakah Lucrius itu kekasihmu?" kata Theodore pelan sembari berlagak berpikir. Aku segera menginjak kakinya menggunakan hak dan menatap tajam kakak keduaku. Ia menahan ringisan, alisnya berkedut. Aku tahu dia pasti kesakitan.

"Jaga ucapanmu Pangeran flamboyan," lanjutku penuh kegeraman. Otak Theodore sepertinya sedang tidak berjalan dengan baik. Bukannya meminta maaf ia malah terkekeh gila. Sinting. 

Akan tetapi ada yang aneh, biasanya dikesempatan ini Arzea ikut mengoceh dan membela abang kesayangannya itu. Mengapa dia jadi pendiam? 

"Lord Leneister, rumah Anda terlihat sangat indah!" Puji Arzea penuh kekaguman, menyebabkan obrolan antara kakak tertuaku dan Lord Leinester terinterupsi. 

Pantas saja dia diam. Rupanya Arzea begitu mengagumi kediaman Lord Leinester. Matanya berbinar-binar tak tahu tempat dan situasi. Kalau Ayahanda melihat pasti Arzea akan ditegur habis-habisan setibanya di istana.

Sebenarnya aku ingin sekali berterima kasih pada keimplusifan adik terakhirku itu. Berkat Arzea, para pengawal yang sedari tadi menahan aura mencekam dari Lucrius bisa kembali bernapas lega. Mungkin untuk prajurit sekelas Empat pilar militer masih bisa mengatasi aura ofensif Lucrius, tapi pengawal ini berbeda. Mereka tidak pernah dilatih sampai hampir meregang nyawa akibat menahan amukkan aura Putra Mahkota.

Theodore lekas menutup mulut Arzea sebelum Lucrius terpikir memberikan hukuman, ia membisikkan sesuatu. Aku tebak Theodore menegurnya karena setelah itu Arzea membungkuk untuk meminta maaf.

"Mohon maaf atas kelancangan saya yang mengintrupsi obrolan Yang Mulia dan Lord Leinester."

Lucrius menoleh kearah kami, lantas melemparkan senyuman simpul. Kakinya bergerak mendekat, ia kemudian tanpa ragu mengacak rambut Arzea dan menggandengnya agar mereka bisa jalan bersisian. 

"Maaf sudah membuat tidak nyaman," sesalnya setelah menyadari bahwa pengawal milik Lord Leinester hampir saja hilang kesadaran.

Aku mengangguk paham sementara Theodore hanya membalasnya dengan senyuman maklum.

"Aku khawatir dengan Kak Lucrius." Mataku masih mengikuti punggung Lucrius. Punggung yang selalu melindungi kami dari bahaya. Sejak kecil, Lucrius sangat memperhatikan kami sekalipun tempat tinggal kami terpisah. Putra Mahkota tinggal bersama Raja guna mendapatkan pembelajaran yang lebih baik. Lucrius tidak pernah terbuka soal masalah-masalah kerajaan sebelum Theodore diakui sebagai politikus muda dan aku mendapatkan jabatan Letnan dipasukan Narium Oleander.

"Kukira kau sudah terbiasa dengan sikapnya. Dia memang sangat serius jika sudah menyangkut kewajiban sebagai Putra Mahkota."

Tidakkah dia terlalu memaksakan diri? Aku tahu beban Putra Mahkota sangat berat, namun Lucrius tidak sendiri. Dia memiliki kami. Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku agak kencang. Memikirkan perjuangan Lucrius menjaga takhta sampai titik darah penghabisan bukanlah hal yang ingin aku kenang selama sisa hidupku.

"Kau tahu, Ra?"

Lihat selengkapnya