Sejak perjalanan kami menuju Dratagnan dimulai, aku baru mengetahui hubungan aneh antara Raxel dan Anakin itu benar-benar memuakkan. Mereka sering beradu mulut. Beradu kemampuan berpedang jika ada waktu istirahat. Bahkan bisa saling menjahili sampai salah satunya terluka. Seperti sekarang, aku menjadi saksi Anakin jatuh terperosok ke dalam lubang — agak — dalam saat kami hendak memetik buah.
Raxel lebih dulu terbahak tak memperdulikan kondisi Anakin yang payah. Aku berinisiatif membantu, mengulurkan tangan padanya.
"Ayo Sir Anakin. Jangan berlama-lama di sana, aku tidak mau berduaan dengan orang sinting." Kalimatku yang mengandung sindiran kasar membungkam tawa Raxel.
"Astaga, apa kami sudah sangat kelewatan Nona?" Dia duduk bersila, masih tidak memperdulikan kesulitan sepupunya dan memandangku masam.
"Sejak awal kalian sangat aneh, entah batas kelewatan kalian sampai mana, yang jelas perilaku kalian membuatku pusing. Aku tidak tahu bagaimana reaksi anakmu kalau mengetahui perilaku Ayahnya," tukasku tak sabar. Tanganku sudah mulai gatal karena menunggu Anakin meraihnya.
Aku kira mereka begitu dekat. Rasanya begitu dejavu, seperti melihat kilas balik pertengkaranku dan Theodore.
"Kalau sudah sampai Dratagnan kami tidak bisa bersenang-senang. Ya kan, Ren?" Raxel mengeraskan suaranya ketika meminta pendapat Anakin. Tapi sebelum mulut Anakin menjawab seruan tersebut aku menyerobot.
"Hei Sir Anakin cepat raih tanganku!" Paksaku sambil melotot. Lama-lama aku semakin kesal menunggu orang itu bereaksi. Anakin menggaruk belakang kepalanya.
"Saya tidak bisa menyusahkan Anda, Pu--maksud saya Nona. Jadi ... Kak Raz tolong keluarkamn aku! Aku berjanji akan menjaga si kecil Orien."
Sehabis menawarkan diri menjaga Orien, Raxel tanpa berkata langsung mengeluarkan Anakin menggunakan sihirnya. Aku mendengus kesal. Kebaikan hatiku ditolak. Dasar! Padahal dia tidak perlu berjanji menjaga anak Raxel jika mau menerima uluran tanganku.
"Kenapa Sir Anakin menolak pertolonganku?" Aku bertanya menyelidik. "A-anu itu karena saya takut Anda malah terjatuh juga, Nona."
"Aku tidak lemah dan jangan berbicara formal padaku. Bukannya nanti Sir Raxel akan memperkenalkanku sebagai adik angkatmu?"
Anakin mengangguk kikuk, dia menundukkan kepala mencoba tidak menatapku secara langsung. Raxel hampir-hampir tertawa lagi sebelum menyadari kedongkolanku. Malam harinya kami makan — untuk kali pertama, tanpa keributan.
***
Perjalanan menunggangi kuda memang melelahkan. Punggungku sering mengeluarkan bunyi aneh sewaktu mencoba melakukan peregangan. Beruntung Raxel serta Anakin memaklumi sehingga mereka memperpanjang waktu istirahat kami. Setidaknya mengurangi kelelahan sendi-sendiku yang sudah lama tak digerakkan.
Sekarang aku ingin sekali mengutuk kakek buyut karena melarang pendistribusian pesawat jet setengah abad lalu. Kendaraan itu tidak sampai ada sepuluh buah hingga saat ini. Dan hanya digunakan oleh raja atau putra mahkota jika ada urusan kenegaraan antar daerah. Belum lagi pengemudi pesawat jet terbatas karena pelatihannya yang lama dan sulit.
Membutuhkan waktu sebulan untuk sampai ke Dratagnan. Kami terkadang beristirahat di penginapan atau mengisi persediaan ke kota petualang. Yang aku tahu kota ini tidak masuk ke kawasan manapun. Benar-benar murni berisi pedagang dan petualang. Kekayaan Raxel membantu pengisian persediaan dengan mudah, ditambah relasi antar pedang membuat kami mendapatkan harga miring. Aku tak menyangka Raxel cukup terkenal di sini.