Sulit bagiku beradaptasi dengan suhu udara Dratagnan yang lebih tinggi daripada Arsenia. Kulitku mudah memerah tatkala terkena paparan sinar mentari, belum lagi keringat yang mengucur tidak bertoleransi sama sekali. Kekuatan apiku tidak membantu. Malah memperburuk keadaanku. Panasnya menjadi dua kali lipat.
Beruntungnya, Raxel cukup pengertian. Ia sesekali memberikan semilir angin sejuk melalui sihir tingkat dasar kepadaku. Karena Raxel sedang menghemat energi, dia tidak bisa memberikan kenyamanan sering-sering. Namun demikian, itu masihlah cukup membuat rileks.
Sebelum memasuki kawasan istana, kami melalui pinggiran Ibu kota yang penuh dengan bangunan berwarna cokelat. Rimbunan pohon masih bisa ditemui meski jarang-jarang. Aku mengira penduduk Dratagnan akan kesusahan hidup dalam topologi daerah yang hampir-hampir dihujani terik matahari setiap tahun, tapi Anakin bilang ada sumber air yang mengalir membelah kota dari pegunungan di belakang istana. Dia juga menambahkan warga bebas memburu hewan selagi tidak berlebihan. Nyatanya Dratagnan tidak sesuram yang aku kira. Meski panas menyengat mereka mampu bertahan hidup dan membangun kota dengan begitu hebat.
Kawasan hutan yang kami masuki begitu rimbun dengan jenis flora tropikal beraneka ragam dan lebih kaya ketimbang di Arsenia. Kami sedang menyusuri jalan setapak menuju pos penjaga. Ketika kuda kami tiba, dua prajurit dengan zirah hitam menghentakkan tombak ke tanah seraya berlutut.
"Kami memberikan salam kepada Archduke Renée dan rombongannya."
Aku segera menatap mereka dengan bodoh. Hei, di depan kalian adalah Raja Dratagnan! Mengapa dia malah mengenali Anakin begitu saja namun tidak dengan Raxel? Setahuku Raxel sering pergi keluar juga. Aku tidak tahan untuk melirik Raxel yang berada di samping Anakin. Raxel masih terlihat santai seolah kejadian ini sangatlah lumrah.
"Yang Mulia, tolong jangan membuat para penjaga terkena hukuman hanya karena tidak mengenali Anda."
"Hah baiklah," jawab Raxel malas. Dalam sekejap rambut langkanya berubah warna menjadi hitam pekat dengan manik emas menyertai. Kuku Raxel bersih tidak ternoda cat merah dan figurnya lebih tegap dengan suara yang berubah dalam. Aku terkesiap. Begitupula para penjaga pos. Mereka bergegas merendahkan diri ke tanah dan mengakui kelalaiannya.
"Tolong berikan hamba ini hukuman, Yang Mulia!" Keduanya bersikeras. Merasa kesalahan itu tidak layak mendapat ampunan. Sebagai orang asing, aku hanya bisa diam mengamati.
"Jika kalian memintanya. Aku perintahkan kalian untuk menemani Putra Mahkota berlatih pedang. Seharusnya itu cukup."
"Perintah Yang Mulia akan kami laksanakan!"
Dratagnan memang mengejutkan. Hukuman menemani Putra Mahkota? Bukankah itu malah sebuah penghargaan? Aku mengatupkan bibir erat-erat takut lidahku terselip dan mengundang Raxel yang sedang dalam mode serius mengamuk.
***
Setelah mendapatkan sambutan dari pelayan istana, aku mengikuti langkah Anakin menuju istana miliknya yang terletak di sebelah selatan istana utama. Raxel telah menjelaskan kedudukanku sebagai adik angkat Anakin dan dia bahkan memberikan senyuman tipis sebelum pergi menuju aula pertemuan.
Tudungku masih setia menutupi kepala sementara pandangan penghuni istana sepenuhnya memaku kearahku. Tentu saja demikian. Aku dibawa oleh dua orang berkedudukan tinggi di Dratagnan dan segera diumumkan sebagai adik angkat Archduke mereka. Aku berjalan tegak seperti sikap seorang bangsawan terhormat sekalipun pakaian sederhanaku kurang mendukung. Setidaknya Anakin menemani. Kami malangkah bersisian tanpa canggung, kecuali saat Anakin menggunakan panggilan Liz. Kekakuannya sangat lucu.
"Karena ini mendadak, kamu akan menempati kamar Chaiden sementara. Apakah tidak apa-apa?" Anakin menoleh ke samping, pandangan matanya agak menurun menyesuaikan tinggiku.
Aku membalas dengan anggukan. "Bagaimana dengan rambutku? Apa aku harus mewarnainya sepertimu?"