Marc sang Mahasiswa Abadi. Itulah yang orang-orang sebutkan pada dirinya. Malas. Wajah lesu. Antisosial. Semua kata-kata itu sudah biasa Marc dengar setiap hari. Setiap menjelang sidang kelulusan selalu saja ada kendala, seperti tahun lalu ketika sidang kelulusan dimulai, kakak kandung Marc memintanya untuk menjaga pameran kedai kopi milik bersama selama satu minggu penuh.
Dua tahun lalu juga, seharusnya Marc sudah lulus, namun pada saat itu j Marc dan kakaknya, Marco, harus meluangkan waktu untuk merawat Ayah mereka yang mengalami serangan jantung mendadak. Syukurlah beliau kini sudah sehat dan bisa kembali bermain golf seperti biasa di Austrail bersama Ibu. Teman-teman Marc yang sudah lulus, menganggap Marc hanyalah manusia gagal yang tidak segera lulus dari bangku perkuliahan.
Menurut Marc, dirinya ini sebenarnya sedang dilanda suatu kejenuhan yang hebat, sesuatu yang sering disebut dengan 'kebosanan'. Perasaan bosan yang berlarut-larut dan berubah menjadi hilangnya tujuan dalam hidup. Mungkin hal ini terdengar sebagai alasan yang berlebihan. Bisa jadi apa yang mereka sebutkan kepada Marc memang benar, dirinya hanya seorang Mahasiswa abadi yang pemalas.
Marc dan Marco adalah seorang kakak adik yang memiliki sebuah kedai kopi atau bahasa kerennya disebut sebagai 'Kafe'. Kafe ini bernama “Marcoffee” benar sekali, dari nama kafe tersebut dapat diketahui bahwa pemilik aslinya adalah Marco, dan Marc hanya menumpang tinggal di kafe milik kakaknya tersebut.
Siang hari itu Marc masih memikirkan betapa egoisnya, teman-teman seangkatannya yang menjudge dirinya sebagai pemalas. Coba deh bayangkan rasanya dua kali tidak bisa lulus karena keadaan sekitar yang memaksa dirimu untuk tidak bisa meraih hal kamu inginkan. Mungkin hal itu yang membuat diriku menjadi sangat apatis dan pesimis terhadap segala hal yang kulakukan.
“Marc! Aku pergi sebentar untuk membeli keperluan dapur, tolong kedainya dijaga sebentar ya! Segala resepnya sudah ada di notes!” Suara marco membangunkan Marc dari lamunannya.
Marc kembali memikirkan langkah selanjutnya yang akan ia lakukan Selagi menunggu sidang kelulusan berikutnya. Marc menyambi sebagai pembantu kedai milik Marco, bahasa kerennya sih ‘Butler’. Meski banyak juga pelanggan yang salah menyebut dirinya sebagai barista. Yah tidak bisa dibilang sebagai pembantu juga, karena Marc sama sekali tidak digaji oleh Marco. Sesuatu yang layak ditertawakan bahkan oleh dirinya sendiri.
Susana kerja di siang hari membuat kedai lebih sepi dibanding ketika malam hari. Nampaknya tidak akan ada pelanggan sampai Marco tiba, pikir Marc sambil memainkan smartphone miliknya.
Marcoffe adalah sebuah kafe kecil ditengah hiruk pikuk perkotaan surebay. Tempat ini didirikan tepat 3 tahun lalu ketika Marco selesai menjalani pendidikannya di Atlus University, jurusan perhotelan. Kafe ini bernuansa kuno dengan banyak furniture kayu sebagai pelengkapnya. Kursi kayu yang Marc duduki sekarang ini serta beberapa perabot lainnya, Marco dapatkan dengan cara memenangkan lelang di sebuah situs perabotan kuno.
Marc nampak duduk di bagian pojok kafe, menikmati sepinya suasana kafe di siang hari. Air conditioner berhembus namun tidak terlalu dingin, sempurna. Cahaya matahari sore mulai masuk dari celah jendela yang terbuka, Angin semilir ikut masuk dan menerpa wajahnya.
“Rasa damai seperti ini tidak buruk juga.”
"Klinting.."
Terdegar suara lonceng kafe, ternyata dugaan Marc salah, ada saja yang mampir ke kafe pada jam sepi pengunjung seperti ini. Marc sedikit terdiam ketika melihat sosok Perempuan yang berdiri didepan pintu masuk kafe.
Perempuan itu mengenakan setelan berwarna hitam, pakaian berjenis sweater dengan model lengan pendek dipadu dengan celana semata kaki. Wajah dan kulit lengan perempuan tersebut sangat kontras dengan pakaian yang Ia kenakakan. Manusia dengan kulit paling cerah yang pernah Marc lihat.
Perempuan tersebut duduk di dekat meja pintu masuk, rambutnya yang berwarna hitam pendek sebahu dengan poni diatas alis sangat serasi dengan kacamata berwarna merah maroon yang ia kenakan. Marc segera memasukan smartphone ke sakunya, merapikan peralatan meja yang sempat berantakan dan beranjak menghampiri Perempuan tersebut sambil membawa buku menu.
“Selamat datang di Marcoffee, menu andalan kami adalah Marshmallow Coffee, silahkan”, kata Marc sambil menyodorkan buku menu kepada Perempuan itu.
Dia dengan perlahan membalik lembar demi lembar dari buku menu yang Marc berikan padanya. Nampaknya Perempuan itu sedang mencari suatu menu yang tidak ada didalam buku menu.
“Ada yang bisa saya bantu?” Marc dengan sopannya menawarkan bantuan.
Perempuan itu terdiam sejenak, lalu secara mendadak bertanya “apakah ada Matcha?"
Nampaknya dia salah tempat.. mana ada kedai kopi yang menjual matcha biasa.. kalaupun ada, setidaknya tempat ini tidak memiliki menu seperti itu. Pikir Marc, namun ia tidak ingin secara kasar menjawab seperti itu.
“Umm.. maaf, tapi kami hanya memiliki jenis teh umum seperti jasmine atau green tea biasa”
Sang Perempuan tadi kembali melihat ke buku menu dan kembali bertanya, “jadi disini tidak menyediakan matcha?”