Origami

Winter_Sprite
Chapter #2

Pertemuan Kedua

Sedikit berbeda takkan membuatmu mati muda, bukan?

~Althia Yara~

.

.

.

"Aa ... kasihan banget sih," ucap Ersya di balik telepon. Setelah pelajaran seni-budaya berakhir, Yara buru-buru menghubungi kedua sahabatnya yang dipertemukan kala masa SMP.

Sayang sekali dalam keadaan urgent seperti ini keduanya tak bisa hadir di sekolah. Ersya Madylin, cewek dengan aura feminim dan hit's abis ini sedang menjenguk neneknya yang sedang sakit di negeri ginseng, kampung halamannya. Sedangkan Kanza Fadela Putri juga sangat sibuk mengurus klub cherleader.

Sedikit informasi kalau Kanza terpilih menjadi ketua pengurus. Impiannya sejak kecil pun terwujud. Maka dari itu tidak enak rasanya Yara mengusik kesibukan Kanza.

Kanza dan Yara itu 11-12 wataknya, sama-sama keras. Namun, Kanza memiliki kharisma yang kuat. Apalagi keluarga Kanza terkenal tajir. Siapa sih yang mahu mencari gara-gara dengan orang kaya? Walaupun begitu Kanza lebih memilih Yara sebagai teman karena Yara lah alasan di balik Kanza menjadi ketua pengurus klub cherleader.

"Erna bagaimana itu anak? Dasar nggak setia kawan!" Ersya menenangkan emosi Kanza yang sebentar lagi akan meletus. Ersya memutar otak. Entah kenapa otak Ersya malah berlari dan membayangkan seseorang, seseorang yang baru saja memutuskan harapannya.

Azada Neon Elvano. Ersya pikir Azada akan senang hati membantu Yara, karena Azada memiliki watak lembut dan tak pernah menolak permintaan Ersya. Eh, pernah ding pas Ersya merengek minta dibelikan es krim padahal lagi demam Azada menolak halus dan sebagai gantinya ia membeli semangkuk bubur ayam.

"Udah, daripada kalian berantem dan Yara enggak nemu solusi, gue punya satu temen yang mungkin bakal senang hati bantu lo."

"Siapa? Azada? Astaga Ersya ... lo itu kemarin abis dibuang sama Azada, terus lo? Ah gue ga ngerti jalan pikiran lo, deh." Di layar ponsel dalam video call Yara dan Kanza merasakan jika Ersya memang sedang sakit hati karena kabarnya Azada, teman alias gebetan Ersya dari kecil pacaran dengan cewek lain.

"Kalau perasaan Kenan lo paling ngerti, ya?" Kanza melotot. Yara dan Ersya tertawa. Sekuat apapun Kanza, mereka memiliki kartu As untuk membuat Kanza tersipu.

"Gue udah chat Azada, katanya dia mau. Ketemuan di klub musik sepulang sekolah hari ini." Yara menghembuskan napas lega. Ia bersyukur memiliki teman-teman yang pengertian.

"Eh! Katanya bukan Azada yang ke sana. Tapi temannya." Alis mereka bertiga menukik tajam, penasaran akan siapa itu teman Azada. "Katanya—" Kalimat Ersya menggantung.

"Saha?" Yara dan Kanza berseru kompak, lalu saling memandang satu-sama lain.

_______________________________________

Aroma khas roti menyeruak hidung, oven tua tempat di mana roti cokelat itu dipanggang berdenting nyaring. Tanda roti siap diangkat melihat dari tekstur dan juga warna. Dengan sangat berhati-hati jari lentiknya mengangkat loyang tersebut dibantu dengan serbet bersih agar kulit jarinya tak melepuh. Senyumnya mengembang mengetahui resep yang ia buat kali ini berhasil, tak peduli dengan muka cemong akibat tepung, tak peduli dengan celemek berwarna pink yang ia kenakan saat ini. Bahagianya cukup sederhana. Tolong jangan menghancurkannya.

Karena merasa se-excited itu, tak sengaja jarinya menyentuh loyang panas. "Ahs!" ringisnya. Ia segera mencuci tangan dengan air bersih sesegera mungkin, takut terkena infeksi. Glen Anshel, nama cowok tadi. Glen memang sengaja datang lebih awal ke klub tata boga, karena ia tak sabar mengaplikasikan resep roti yang ia buat sendiri selama satu bulan. Keran air memancar deras, Glen tidak ada niatan untuk memoles luka bakar dengan mentega atau odol, karena sebelumnya ia telah membaca dua bahan tadi bukannya menyembuhkan malah membuat luka infeksi.

Lihat selengkapnya