~Humor paling menyedihkan adalah humor yang menjadikan kelemahan dan fisik seseorang sebagai bahan tertawaan~
~Kenan Alvaro~
.
.
.
Angkutan umum berwarna orange kini berhenti di depan rumah dengan gerbang berwarna abu-abu tua. Glen turun, lalu menyerahkan uang tiga ribuan kepada si sopir. Ia beruntung sekali mendapat sopir yang mau masuk ke dalam kompleks perumahan.
Biasanya ia akan diturunkan ke depan gang. Pintu gerbang telah terbuka, Glen yakin kalau teman-temannya telah masuk terlebih dahulu karena memang ia menitipkan kunci pada Kenan.
Sebelum masuk ke dalam, tak lupa ia menyapa ikan koi peliharaan di kolam depan rumah, kebiasaan itu mungkin cukup aneh bagi seseorang yang tidak dekat dengan Glen. Namun, percayalah Glen adalah pecinta hewan paling murni. Pernah suatu hari saat Azada dan Farel berkumpul di rumahnya Kenan keluar dari toilet sembari menjerit histeris, ia bergidik geli dengan menaiki sofa ruang tamu.
Tak lama, biang kerok dari hal itu pun keluar dengan mode pesawat alias kecoa terbang. Mereka bertiga saling berpelukan dan menjerit-jerit, menyuruh Glen untuk membunuh kecoa itu dengan pemukul baseball. Glen menggeleng tegas, menolak permintaan temannya untuk membunuh kecoa yang kini tengah bersantai cantik di pojok ruangan.
"Gue ga tega. Dia ga berdosa."
Begitulah alasan Glen enggan membunuh salah-satu hewan dari kelas insecta tersebut. Untung saja Kanza datang ke rumah Glen di saat yang tepat. Dengan santai Kanza menginjak badan kecoa itu dengan kakinya yang terbalut sepatuh putih. Mungkin karena terlalu jijik dengan bekas kecoa, esok harinya Kenan memberikan sepatu baru dan menyuruh Kanza untuk membuang sepatu bekas kecoa tersebut.
Saat membuka pintu, pemandangan pertama yang ia lihat adalah tiga pasang sepatu yang berserakan, seragam abu-putih yang tersampir di mana-mana serta tiga sahabatnya yang sedang menonton televisi dengan gaya masing-masing.
Azada duduk bersandar di sofa paling kecil, ia menonton televisi sembari mengetikkan pesan, Glen bisa menebak kalau Azada sedang chatting-an dengan pacar barunya. Mungkin di luar sana Azada terkenal dengan kharisma dan ketegasannya sebagai kapten voli SMA Dirgantara. Namun, hanya di rumah Glen kalian bisa menyaksikan Azada memeluk boneka teddy sembari memakai bandana berwarna pink.
Azada tidak se-gantle yang kalian pikir. Azada menyukai acara televisi kartun animasi Upin dan Ipin, ia akan menampilkan muka jutek kalau serial televisi kartun kesayangannya itu diganti.
Berbeda 180 derajat dengan Azada, Kenan Alvaro lebih menyukai serial televisi dengan konten memata-matai pacar yang tercurigai, sebagai bocoran, serial yang biasa ditonton oleh salah satu guardian basket SMA Dirgantara itu sering berteriak,
"Pantau Fattar! Kejar Fatar! Target jangan sampai kabur, Fatar kamera Fattar! Kamera!" Ada di mana masa Kenan menangis sesenggukan, di sisi kanan dan kirinya penuh dengan gumpalan tissue bekas.
"Lo kenapa?" Glen mendekati tubuh Kenan yang bergetar. "Ga papa! Udah sana pergi!" usir Kenan dengan nada lantang. Kenan memang jarang sekali mengeluarkan nada kalem, apa yang ia ucapkan sering kali membuat hati berdenyut sakit.
"Kenan nangis karena nonton itu." Farel yang baru saja dari dapur dengan segelas teh hangat untuk Kenan. "Diem lo!" Kenan melotot tajam ke arah Farel. "Dasar adek ga ada akhlak!" Batu sekeras Kenan bisa luluh karena acara televisi? Kanza harus tahu ini, lumayan, buat bahan ejekan. Karena mencari celah dalam diri Kenan amatlah sulit.