~Kejujuran adalah moral sederhana. Namun, amat sulit tuk menempatkannya. Mengapa? Karena kebohongan selalu nampak indah dalam balutan fatamorgana~
~Althia Yara~
.
.
.
Yara menguap lebar, kantong mata yang menghitam cukup menjelaskan mengapa ia terlihat sangat mengantuk pagi ini.
"Good morning sunshine!" Berbeda dengan Yara, kelihatannya Erna begitu lega setelah ia mengeluarkan unek-uneknya tadi malam, kalian barusan mendapatkan jawaban mengapa Yara bergadang. Erna menelpon dirinya, meminta maaf karena ia tak bisa merangkul Yara dalam satu kelompok. Semua tulang Yara berasa ingin melakukan fragmentasi, latihan fisik di pendopo membantai habis seluruh energinya.
"Lo kenapa? Fraktura karena latihan kemarin?" Nada bicara Erna terlihat cemas. Namun, Yara malah lebih kagum akan kosa-kata biologi yang baru saja ia ucapkan. "Lo tau apa itu fraktura?" Erna menggeleng cepat, sangat lucu apabila dilihat. "Enggak, keren aja kalau dipakai." Erna memasang muka cengengesan.
"Fraktura itu patahnya satu bagian atau seluruh tulang." Yara merangkai kata-kata sesederhana mungkin agar Erna dapat memahami itu. Erna mengangguk paham masih dengan muka cengengesan yang menempel.
Pupil matanya yang bulat bersinar kala memandang jarum di jam dinding. "Sarapan yuk, ngemil pagi, bel masuk masih lama, kok," ajak Erna, sudah pasti seorang Yara tak dapat menolak sesuatu berbau mengisi perut.
Kantin SMA Dirgantara tergolong sangat bersih, pembuangan air yang lancar, kursi, meja dan lantai bersih membuat masyarakat sekolah nyaman untuk sekedar berbincang dan ngemil ringan di sini.
Tak jarang murid-murid yang belum menyempatkan diri untuk sarapan mengisi ganjalan di sini, seperti halnya dengan Erna. Aroma ikan goreng menyambut kedatangan mereka di kantin nomor sembilan. "Kanza!" sapa Erna dengan enerjik. Mereka berdua menghampiri Kanza yang tengah khusuk mengunyah tempe mendoan bermandikan kecap pedas. Erna menggebrak meja yang ditempati Kanza, alhasil ia mendapat pelototan gratis dari Kanza. "Untung Kanza ga keselek."
"Alay banget jadi cewek." Sebagai respon dari ucapan bengis Kanza Erna mengusap-usap lengannya seperti orang kedinginan.
"Dingin banget sumpah di sini." Erna menatap bergantian Yara dan Kanza dua kutub yang sekarang mengelilinginya. Yara sebagai kutub selatan dan Kanza sebagai kutub utara.
"Norak!" Erna mencibir dengan mulutnya yang bisa dilipat. Yara yakin sebentar lagi ada adegan jambak-menjambak di antara mereka, untuk menghindari hal itu Yara pun bertanya, "Sarapan lauk?" Tangan Yara sibuk mengeluarkan uang receh dari saku, "sekalian gue pesenin."
Terkadang Erna, Kanza dan Ersya juga bingung bagaimana julukan Yara sebagai cewek jutek itu muncul. Padahal Yara cukup lembut dan pengertian. Mungkin mereka hanya menilai dari tatapan mengiris yang Yara punyai. Sekali lagi, manusia mudah menilai tanpa observasi lebih lanjut.
"Kelas kalian udah ulangan matematika minat belum?" Yara dan Erna menanti-nanti ucapan selanjutnya dari Kanza, menunggu cewek berkuncir air mancur itu meminum air, "kelas kemarin gue ulangan dan bentuknya itu enggak kayak ulangan biasa. Gue sama kelas Mipa dua jadi satu ruangan dong, usil banget kelasnya mana pada nyontek lagi." Sekarang Yara menatap tajam Erna.
"Kita kapan ada jam matematika minat, sayang?" Erna mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.
"Lagian kalau lupa belajar, kan bisa nyontek." Sedetik kemudian kepala Erna benar-benar dijitak oleh kedua sahabatnya.
"Calon-calon koruptor lo!"
"Apaan si, curang banget. Ga seru!" sahut Kanza berada di kubu Yara.
Mungkin Yara tak pandai dalam materi, yang ia cukup tahu adalah menendang dan membela diri. Namun, Yara suka berpikir logis, buat apa nilai apik tanpa paham materi?