Origami

Winter_Sprite
Chapter #5

Guardian

~Menangis itu bukan masalah gender, tetapi kepekaan hati~

Yara dan Kanza.

.

.

.

Mobil Kanza melaju dengan mulus di jalanan. Kata Kanza, jarak rumahnya dengan Glen cukup jauh. Yara duduk dengan anggun di kursi belakang, memangku sekeranjang buah-buahan.

Outfit yang ia kenakan pun tak pernah ribet. Cukup kaos merah dengan celana olahraga berwarna hitam. Rambutnya ia ikat asal. Toh ia akan menjenguk orang sakit, bukanlah mengikuti gala premier.

Daripada melihat pemandangan di luar mobil, Yara lebih tertarik dengan pernak-pernik yang meramaikan suasana mobil. Tempelan stiker member KPop ada di mana-mana, album, poster, boneka, lightstick dari bermacam-macam boyband dan girlband. Kanza itu kpoper's akut, momen paling menyenangkan baginya adalah saat salah-satu boyband atau girlband kesayangannya comeback.

Kanza akan riuh berbelanja album, apalagi kalau yang comeback lebih dari satu. Akh, menurut Kanza itu adalah surga dunia.

"Yar, mau gue ceritain tentang Glen enggak?" Kanza membuka topik obrolan sambil pandangannya masih fokus ke jalanan.

"Kalau itu bukan sesuatu yang melanggar privasi gue ga keberatan."

"Ibunda Glen udah meninggal saat usianya menginjak lima. Ayahnya seorang koki di hotel. Sejak Ibunda Glen meninggal ayahnya jarang pulang. Kami emang udah sahabatan dari kelas tujuh. Glen udah seperti adik gue sendiri, Yar. Gue cuma mau ngomong terimakasih."

Kanza meraih tisu segera mengusap air matanya yang pecah. "Jangan dilap. Sakit kalau ditahan lebih baik diungkapkan."

"Gue harap Kenan enggak tahu kalau Zefrano yang bikin Glen demam." Raut kecewa nampak pada gestur wajah Kanza.

"Emosi Kenan gampang meletup. Gue takut dia berantem terus kenapa-napa." Kanza tidak tahu kalau di sekolah, wajah kedua orang yang ia sebut sedang babak belur, digiring ke ruang BK untuk disidang.

Kanza membelokan arah mobil menuju ke suatu kompleks perumahan yang cukup sepi. "Jangan heran kalau kompleks sini sepi, rata-rata pada pindah." Seperti membaca pikiran Yara Kanza tersenyum.

"Lo punya gestur tubuh yang gampang gue baca. Jadi ga adalah celah buat lo bohong sama gue," lanjutnya lagi. Pintu gerbang rumah Glen telah terbuka, Azada muncul dari balik pintu menggunakan kaos hitam serta celana boxer dengan warna senada, mempersilakan Kanza dan Yara masuk.

"Gimana?"

"Masih tidur." Tangan Kanza merogoh sesuatu, sebuah bungkusan makan siang untuk Azada. "Makan, lo belum sempet beli, kan?" Yara bergerak kaku. Rasanya canggung berada di lingkup pertemanan mereka.

Lihat selengkapnya