~Terkadang semesta menegur manusia dengan cara yang unik. Mematahkan hati misalnya.~
~Azada Neon Elvano~
.
.
.
____________
"Jangan bilang lo ga butuh bantuan gue lagi." Kenan memotong cepat. "Gue — akh!" Kenan kehilangan kata-kata, ia menggigit bawah bibirnya.
"Setiap manusia memiliki masalah masing-masing Kenan .... kalau lo enggak memberi izin gue buat ketemu sama masalah gue kapan gue bisa berkembang?" Suara serak Glen terdengar tak berdaya.
Kenan menggeleng tegas. "Tapi urusan Zefrano itu urusan gue juga!" Glen menyunggingkan senyuman tipis, Kenan merengkuh tubuh Glen ke dalam pelukan, diikuti oleh teman-temannya yang lain.
"Duh, sesak. Kalian belum mandi, nih!" Otomatis mereka semua mencium bau ketek mereka masing-masing. "Bodoamat lah, sikat Glen!" Suasana sedikit memecah, kekehan kecil di antara mereka mulai tercipta setidaknya rasa khawatir sedikit terobati oleh tawa.
Yara tak pernah menyaksikan pemandangan seperti ini. Yara tidak pernah menganggap serius sebuah hubungan pertemanan, baginya berinteraksi dengan banyak atau intens dengan orang lain menimbulkan efek kelelahan baginya, hati Yara merasa hangat untuk saat ini.
"Guy's. Gue mau ngobrol sama Yara." Kanza menepuk pundak Yara. "Good luck," katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Setelah kamar benar-benar kosong Glen menggapai tas ranselnya yang tergeletak di samping ranjang, mengeluarkan cat minyak dan satu set perlengkapan melukis. "Nah, sekarang lo—lo lukis gue." Raut bingung jelas terukir di gestur wajah Yara.
Glen menghela napas, menjelaskan secara rinci kalimatnya, "Gue mint—ta maaf, dan sebagai akh." Mungkin lain kali Glen harus berlatih berbicara dengan cermin untuk lancar mengobrol dengan Yara.
"Gue paham," lirih Yara yang masih bisa ditangkap gendang telinga Glen, "tapi perlengkapan yang lo beli itu terlalu berlebihan. Gue ga bisa nerima gitu aja," tolaknya halus.
Bagaimana pun juga alat lukis yang diberikan Glen memang sedikit berlebihan. Yara bisa menebak, harganya jauh di atas lima ratus ribu. Apalagi dengan ukuran merk ternama, Yara hidup di keluarga serba cukup. Namun, Yujin hanya memberi uang seratus ribu untuk satu bulan.
Uang tabungannya pun takkan cukup untuk mengganti peralatan kalau rusak selama ia gunakan. Glen menyukai cara Yara berbicara. Yara bukanlah cewek matre. Itulah yang Glen sekarang harus syukuri.
"Ya udah, lo bisa lukis gue sekarang. Nanti pas gue berangkat lukisan lo gue bawa. Please yang ini jangan ditolak," pintanya seraya mengeluarkan puppy eyes andalannya.
Azada, Kenan dan Farel bisa takluk saat dipandang seperti ini, apakah Yara juga akan takluk?
"Najis, tau enggak?!" Mungkin untuk sekarang belum. Lima belas menit kemudian, pintu kamar Yara buka, sekarang ia sibuk mencampur warna sekunder menjadi warna tersier di atas palet.
Sedangkan Glen tengah melipat origami burung secara sembunyi-sembunyi, takut kalau Yara mengetahui hobby anehnya. Dari dahulu Yara memang memiliki sedikit keterampilan melukis.