"A-a-apa?" Rani tak tahu harus menjawab apa, begitu terkejut dengan permintaan Orion yang mendadak dan begitu absurd itu. "Kau pasti hanya bercanda. Kumohon, jangan berpikiran buruk seperti itu, Orion. Maafkan aku, tapi aku sungguh-sungguh tak bisa membantumu, terutama apa yang tak layak kulakukan sebagai seorang guru dan tamu di kediaman Delucas ini!"
"Sebenarnya kau memang tak bisa, atau memang tak ingin membantuku? Apakah kau punya jalan keluar lain atas masalahku? Kau belum tahu jika masalah ini membuatku hampir gila! Jika kau tak bisa menolongku, lalu siapa lagi? Masa depanku, karierku, keinginanku untuk merasakan cinta sejati, semua sirna bersama pernikahan palsu ini!" Sedikit berteriak, Orion baru sadar jika ia terlalu terbawa emosi, mencoba mengatur napas yang mulai terengah-engah.
Mata Rani menyipit. "Palsu? Apa maksudmu?"
Orion berbisik perlahan sekali di telinga Rani, napasnya hangat membelai tengkuk gadis itu. "Hampir sama seperti di negerimu, Evernesia. Di Everopa ini juga ada tradisi yang hampir serupa dengan pernikahan di belahan dunia Ever lainnya. Pernikahanku dan Lady Rose sesungguhnya hanya pernikahan secara ritual saja, secara agama, tapi belum tercatat secara hukum! Lady Rose hanya ingin kelihatan memiliki pendamping, atau lebih tepatnya, agar tak terlihat seperti wanita kesepian! Ia mengambilku sebagai pelunas hutang, pemenuhan janji ibuku, sahabatnya sendiri!"
Rani masih terpaku. Sungguh, ia bingung dengan semua pengakuan sekaligus permintaan Orion itu. Perlahan-lahan sekali ia mencoba melepaskan kedua tangan Orion dari pinggulnya. Pemuda itu semula membiarkan.
Namun tangannya beralih ke rahang dan dagu Rani, menariknya semakin dekat ke wajahnya sendiri. Rani terkesiap. Baru kali ini ia berdiri sedemikian dekatnya dengan seorang pria muda.
"Kumohon, ini tidak untuk selamanya. Hanya sampai aku diusir dari sini. Kau takkan ikut diusir karena kau bekerja di tempat ini, tentunya sangat dibutuhkan. Sedangkan aku, Lady Rose akan segera menemukan penggantiku!"
Orion semakin tampan saja. Wajahnya mulus sekali, nyaris cantik. Ada bekas cukur yang tak begitu kentara, titik-titik kelabu super tipis di bawah kulitnya yang putih bersih tak bercela. Dagunya yang terbelah tepat di tengah tampil begitu menawan. Hidungnya begitu mancung. Mata cokelatnya tajam seakan ingin menusuk jantungku! Maharani merasa tubuhnya begitu lemas sekaligus tegang. Degup jantungnya bergemuruh.
"Jadi, please, Rani, saat ini hanya kaulah satu-satunya harapanku! Aku akan sangat bersyukur sekali jika kau sudi menolongku. Aku takkan hanya berterima kasih. Apapun yang kau inginkan akan kuberikan."
"Aku tak ingin apa-apa, aku..."
Tiba-tiba Orion menarik lebih dekat wajah Maharani. Sesuatu yang basah, lembut dan hangat menekan bibir gadis itu. Orion baru saja mendaratkan sebuah ciuman!