Orion X Onion

Orion Lumira
Chapter #10

Jodoh

“Pacaran itu Apa?” tanyaku pada Mama, bertahun tahun silam, saat Aku bahkan belum mengalami pubertas. 

Mama terlihat agak jengah dengan pertanyaan itu, berpikir sebentar, lalu menjawab: 

“ Pacaran itu... sebelum nikah, pacaran dulu.”

Aku memberikan tatapan bingung, sambil memikirkan pertanyaan lanjutan agar bisa memahami lebih jelas maksud Mama. ‘Pacaran’ saja belum paham, apalagi ‘nikah’.

Apa maksudnya nikah itu? Batinku.

“Nikah? Jadi kalau pacaran itu kalau mau nikah?” Aku mencoba menyimpulkan.

“Hmm iya, tapi nggak semua yang pacaran itu jadi nikah.”

“Terus buat apa?” Aku semakin bingung.

“Nanti lah kalau udah besar kamu ngertinya. Kalo masih anak-anak kayak Riri gitu, nggak usah tau. Belum waktunya.” Mama menjawab dengan tergesa.

“Oh.” Jawabku singkat. Penasaranku berhenti sampai situ.

Sebagai anak anak, Aku tidak terlalu ingin tahu hal-hal yang dibicarakan orang dewasa. Topik yang dibahas oleh orang dewasa terlalu membosankan bagi anak umur 9 tahun, sampai sampai Aku selalu mengantuk setiap kali Mama dan teman temannya mengobrol.

Tapi, sepertinya aturan bahwa ‘Pacaran’ khusus orang dewasa, tidak berlaku pada teman temanku. Mereka lah yang memaparkan kata itu padaku. Dan orang dewasa pun tidak semuanya sependapat dengan Mama, karena ketika Tante Tina datang ke rumah kami, beberapa hari setelah mama menjelaskan perihal kata ‘Pacaran’, Ia bertanya, siapa nama pacarku. Jelas jelas Aku merespon pertanyaan itu dengan muka sebal. Kan Aku masih anak anak, mana mungkin punya pacar, begitu gumamku dalam hati.

Beberapa minggu setelah Tante Tina bertanya siapa pacarku, tiba tiba saja Kemal dan Tasya menggiringku ke sebuah sudut sekolah. Dengan wajah serius, mereka berdua bertanya: “Riri, kamu suka sama Devon ya?”

Aku yang sejak mula bingung dengan gerak gerik mereka, menjadi semakin bingung dengan pertanyaan yg dilontarkan. Ada apa dengan dua orang ini? Sebelum mereka menghampiriku, Aku hanya mengenal mereka sebatas nama. Lalu, sekarang, mereka bertanya sesuatu terkait perasaanku. Sejak kapan kita wajib bercerita tentang perasaan dalam hati, pada orang orang yang tidak begitu dikenal?

Oke, mungkin Kemal merasa punya hak bertanya, karena dia adalah ketua kelas, dan sebagai murid yang baik, Aku punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan darinya, meskipun ini tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran, maupun ketertiban kelas.

Tapi, kenapa harus ada Tasya ikut menginterogasi? Dia adalah murid kelas lain, yang level kastanya lebih tinggi dariku. Jarang sekali ia bersedia bicara dengan rakyat jelata macam Aku. Dan dalam kesempatan langka itu, Ia memilih untuk bertanya tentang perasaanku terhadap Devon, teman sekelasku dan Kemal.

Lihat selengkapnya