Seperti dugaanku, setelah lelah bermain kejar-kejaran, Felisha makan dengan lahap. Sebagaimana anak kecil pada umumnya, yang sudah kenyang dan habis energi, tak berapa lama Felisha pun tertidur di sampingku saat aku sedang melanjutkan cerita menggunakan Keku si boneka kelinci kuning.
Sebelum tertidur, Felisha lengket sekali denganku. Seluruh perhatianku tersedot pada celoteh dan tingkah lakunya, hingga aku tak menyadari dimana keberadaan Evan. Ketika Felisha sudah tidur, aku berusaha membetulkan posisinya, lalu mencari dengan pandanganku di mana keberadaan Tante Fera. Alih-alih melihat Tante Fera, mataku menangkap sosok Evan yang sedang berjalan menuju sofa tempat aku dan Felisha duduk.
“Sini, biar Gue pindahin Ade ke kamar.” Ia spontan berkata ketika mata kami bertemu.
Aku mengangguk sambil menyiapkan posisinya agar lebih mudah digendong. Kupikir Evan akan membutuhkan ruang untuk mengangkatnya dengan nyaman, maka Aku menggeser sedikit posisi duduk-ku. Alih-alih menghampiri Felisha untuk menggendongnya, Evan terlihat berubah pikiran, lalu berjalan menuju ke kamar. Aku mencoba menebak rencananya dan menimbang apakah harus aku yang menggendong Felisha ke kamar.
“Nih, coba dengerin deh, biar Lo nggak bosen.” Evan datang dari samping sebelah kiriku, menyodorkan pemutar musik beserta headphone dengan busa oranye.
Aku menerima benda kotak berwarna hitam, mengamati tiap tombolnya. Sementara Evan memindahkan Felisha ke kamar. Bentuknya mirip dengan pemutar musik milik Papa, tapi sepertinya ini versi yang lebih canggih dengan layar kecil yang menampilkan menu dan jam.
Setelah memasang headphone pada posisi yang nyaman di telinga, kutekan tombol bergambar segitiga, dengan seketika suara gitar, bas dan drum dari lagu yang dimainkan seakan mengisi seluruh ruangan. Cukup lama musik berjalan tanpa suara vokal masuk. Nada-nadanya seakan menarik kakiku untuk melangkah keluar ruangan, menuju area bukit kecil tempatku bermain bersama Felisha. Setelah menemukan tempat yang agak teduh, Aku duduk dengan nyaman sambil menikmati pemandangan.
I've been looking so long at these pictures of you
That I almost believe that they're real
I've been living so long with my pictures of you
That I almost believe that the pictures
Are all I can feel
Aku mencoba menyimak sambil menebak pemilik lagu ini. Sedikit tidak menyangka selera musik Evan seperti ini. Mataku mengintip pada sedikit celah bening yang menampilkan kaset sedang berputar, berharap ada sedikit tulisan yang mampu kubaca terkait identitas kaset. Tapi sepertinya kaset ini sudah cukup lama, tak ada jejak tulisan yang bisa kubaca, setidaknya dari ‘jendela’ kecil pada kotak pemutar musik.
Cara termudah adalah dengan menghentikannya sejenak dan mengeluarkan kaset agar tulisan yang mungkin masih tertera di sisi lain kaset dapat kubaca, tapi aku terlalu menikmati setiap nada dan lirik, rasanya tak ingin ada hal apapun mengganggu momenku mendengarkan lagu ini.
Mataku berkali-kali menyapu pemandangan sekitar yang nyaris sempurna. Menjelang pukul 15.00, matahari tak lagi terik, langit biru cerah dan awan putih yang menyembul di sana sini berpadu cantik dengan rumput hijau dan bunga berwarna-warni di sekitarku. Mungkin awalnya aku keberatan ketika Mama tiba-tiba mengajakku untuk menemaninya ke tempat ini, tapi setelah bertemu Felisha dan melihat pemandangan ini, Aku bersyukur.
Aku pikir semua orang sedang sibuk di sisi lain Villa ini, dan rasanya aku memiliki tempat privat untukku di sini. Dengan santainya aku mulai merebahkan diri di rumput, sambil menggoyangkan sebelah kaki mengikuti irama lagu. Tapi tak berapa lama aku melihat Evan datang membawa tikar dan gitar, lalu menaruhnya di sampingku. Aku menjadi kikuk dan lalu memutuskan untuk bangun, tapi Evan memberi kode agar Aku tetap melanjutkan apa yg sedang kulakukan tadi. Dalam sekian detik Ia pun kembali menghilang ke arah rumah kayu.
Aku belum paham apa rencana Evan, tapi melihat tikar yang tergeletak, Aku berinisiatif untuk menghamparkannya. Pemutar musik kuselipkan di saku celana agar aku tak perlu menghentikan lagu hingga aktivitas selesai. Evan muncul dari belakangku dan membantuku merapikan tikar yang masih tergulung, melepas sendal, lalu duduk di atasnya. Aku mengikutinya dan mencari tempat duduk dengan jarak yang nyaman.
There was nothing in the world
That I ever wanted more
Than to feel you deep in my heart
There was nothing in the world
That I ever wanted more