Orion X Onion

Orion Lumira
Chapter #13

Double Date?

"Halo, Nad, Gue tunggu di teras masjid" Telepon segera kumatikan begitu Nadya menjawab 'OK'. Aku mengamati suasana kampus Nadya dari teras masjid. Sudah berapa kali aku terkesima dengan penampilan para mahasiswi yang cantik dan modis. Tak heran, banyak mahasiswa dari kampusku merasa bangga bila mereka berhasil dekat dengan mahasiswi dari kampus Nadya. Untung saja hari ini aku sedang agak luang dari tugas hingga sempat mandi dan memilih baju yang terlihat lebih normal dari biasanya. Jika momen tugas dan ujian sedang menumpuk, aku hanya mengandalkan jaket himpunan untuk menutupi segala kusut dan lecek dari kaos yang kupakai saat tidur. Mandi adalah urusan paling terakhir jika waktu tidur saja sudah tergerus untuk menyelesaikan tugas.

Nadya datang bersama dua teman sekelasnya, namun mereka berpisah begitu Nadya menghampiriku. Kami akhirnya bisa bertemu setelah sekian bulan resmi menjadi mahasiswi. Nadya ingin sekali mengajakku makan bersama untuk merayakan keberhasilan kami diterima di kampus impian masing-masing.

"Ri, kita makan di BIP aja ya, habis itu nonton, tiket nontonnya udah disiapin, mumpung nomat* juga."

"Waah makasi yaa. Nonton apa kita? Eh, kesorean ngga ntar pulangnya?" Aku mendadak cemas memikirkan persiapan osjur dan praktikum esok hari jika kami pulang terlalu sore.

"Judul filmnya, kejutan deh. Film nya kan beres jam setengah 4. langsung pulang aja habis itu." Nadya paham bahwa semenjak menjadi mahasiswi, waktuku banyak tersita dengan urusan kampus.

"OK. Tapi kalau film nya ngga oke, pulang duluan aja yok." Aku sedikit kaget dengan kalimat yang kuucapkan sendiri. Bertahun tahun silam, aku bisa dengan santainya mengikuti setiap alur dan cerita film hingga habis, meskipun film tersebut tidak terlalu menarik bagiku. Sepertinya ada rasa beban dalam diri jika tidak menonton sebuah film hingga selesai, berharap penulis skenario punya kejutan di akhir cerita. Tapi kini, aku benar benar merasa terlalu rugi jika membuang waktu berharga yang bisa kupakai untuk mengejar ketinggalan dari teman teman kuliahku. Tidak mudah menjadi manusia pas-pasan diantara mereka yang jenius.

Nadya menyetujui usulanku dan kamipun berjalan menuju gerbang kampus untuk mencari angkutan umum menuju BIP, salah satu mall perintis di pusat kota Bandung. Sebagaimana rencana awal, kami langsung menuju tempat makan di lantai 1, memesan dengan kilat dan mematok agar kami selesai menyantap hidangan di pukul 2, agar punya waktu cukup mempersiapkan diri menuju bioskop.

Nadya sibuk dengan telepon genggamnya ketika hidangan kami sudah datang, rasanya ingin merebut telepon genggam itu dari tangannya agar ia bisa segera makan dan kami bisa cepat selesai dari sini. Tapi karena perutku terasa keroncongan, aku memilih untuk mengambil sendok dan segera menyantap makananku.

"Hei cewek.." Suara berat dari belakangku, membuatku kaget hingga tersedak. Nadya tertawa melihatku. Lagi-lagi, Evan. Aku pikir perayaanku dengan Nadya kali ini hanya untuk kami berdua. Tapi tentu saja, Evan harus hadir. Persahabatanku dengan Nadya, dan kedekatan Nadya serta Evan hanya selisih satu tahun saja. Sejak itu kami memang lebih sering pergi bertiga. Aku tau Nadya suka pada Evan, begitupun sebaliknya, tapi mereka tidak pernah mengaku bahwa mereka pacaran, meskipun aku selalu merasa menjadi 'nyamuk' diantara mereka. Entahlah hubungan macam apa yang mereka jalani, tapi aku pun tidak merasa keberatan, karena sejauh ini Evan tidak pernah membuat Nadya menangis.

Kadang, orang yang paling tidak diharapkan bisa memberikan sesuatu yang diluar dugaan. Sejak mengenal Evan, Nadya terlihat lebih santai terhadap nilai, meskipun ia tetap konsisten dengan standar belajarnya. Aku juga tak pernah lagi melihat sayatan luka pada tangan Nadya. Evan seperti penjaga bagi Nadya, dan aku, tetap menjadi nyamuk mereka yang bahagia melihatnya.

"Mana makanan buat gue?" Evan mengambil kursi diantara aku dan Nadya, sambil menyiapkan garpu untuk mencuil sebagian dari piringku dan Nadya. Aku seperti biasa tak rela jatahku diambil, dengan sigap menjauhkan piringku dari jangkauannya. Nadya, tentu melakukan hal yang berkebalikan dariku, ia segera menyodorkan makanannya di hadapan Evan. Sungguh pemandangan yang kadang membuatku ingin menjitak mereka berdua.

Lihat selengkapnya