Ormovida: Invisible String

Adin Suryaningrat
Chapter #2

Mad Woman (2)

 Inilah rasanya ketika kemenanganmu berubah begitu cepat menuju kejatuhan. Brigadoon is falling down. Sang Ratu membeku untuk beberapa detik ketika melihat mereka berdua terjatuh dari balkon itu. Hatinya mencelos tak karuan. Nyawanya seolah ikut terbang. Ketakutan mencekiknya hingga matanya memancarkan kehampaan. Tubuhnya gemetaran, masih tenggelam dalam keterkejutan. Namun ia harus segera kembali ke kenyataan.

Ini hanya mimpi, ini hanya mimpi.

Tapi, apa rasanya kehilangan saat semuanya sudah diambil darimu? Alana tidak akan menyerah, meskipun pada akhirnya jika ia harus kehilangan Aslan. Masih ada harapan. Selalu akan ada harapan.

Cain bergegas lari duluan dari kerumunan itu sebelum mereka berdua terbawa arus terlalu jauh. Setelah menyadarkan dirinya sendiri, Alana bergegas memerintahkan seluruh Phoenix Force untuk segera menyusuri Knight River di sekitaran Roseworth House. Sebelum tubuh Aslan dan Paman Baldwin terlalu jauh terbawa arus menuju lautan. Sendi-sendi kakinya kini seakan kehilangan kekuatan untuk menopang badannya. Tapi ia tidak bisa berduka sekarang.

Dalam kekalutannya, sang Ratu masih tetap berusaha menenangkan Putri Hannah Marza, bibinya, orang yang seharusnya paling berduka darinya. Namun hatinya tak dapat menolak perasaan duka yang tak mampu ia tanggung tanpa sama sekali mengusahakan sesuatu. Seluruh tamu yang ada di aula itu berbisik-bisik panik. Membuat kepalanya pening berputar-putar. Suara bisik-bisik ini lebih terdengar seperti suara dengungan nyamuk berisik yang berkutat di telinganya. Air matanya sama sekali tidak mengalir, karena Alana mencoba menahannya. Namun otot-otot disekitar pelupuk matanya terasa sangat tegang seperti ditarik-tarik keluar. Apa yang harus ia lakukan? Ia tak bisa membiarkan bibinya sendiri disini, namun ia lebih tak mampu lagi kehilangan Aslan.

“Bibi,” Ia melepaskan pelukan dari bibinya setelah memapahnya duduk ke kursi. Gadis itu telah memutuskan. “Bibi, dengar aku!” teriaknya pada Putri Hannah yang masih menangis karena syok sambil mengguncang pundaknya. Berusaha menatap matanya untuk mengalihkannya dari syok. “Aku akan menjemput Aslan, oke? Phoenix!” teriaknya tegar menahan kekalutan kepada pasukan yang masih tersisa. Pasukan khusus ini segera berkumpul di dekatnya. “Aku mau ada 3 orang disini menjaga Putri Hannah. Sisanya ikut aku menyusuri sungai! Mana Cain?”

“Sepertinya sudah terlebih dahulu menyusul Pangeran Baldwin dan Pangeran Aslan.” Kata salah satu Phoenix.

“Kalian berdua,” Katanya pada dua orang pelayan yang mengikuti Putri Hannah. “Bersigaplah, tolong jaga Bibi Hannah sampai aku kembali. Aku tidak lama. Bawa ia ke ruangan tenang di Roseworth.” Yang dibalas dengan anggukan hikmat dalam situasi genting itu.

Lihat selengkapnya