Ormovida: Invisible String

Adin Suryaningrat
Chapter #5

Dusk in the Dawn

Sang Ratu merasa kesal sekali dalam tidurnya, kenapa ia begitu merasa kesempitan. Alana berusaha miring ke kiri dan ke kanan. Berusaha menyamankan posisi tidur ditengah lelapnya. Gadis itu bermimpi di dorong-dorong oleh angin saat sedang berjalan-jalan di tepi jurang Laut Midnight. Angin kencang menerpa rambutnya secara brutal, hingga kini badannya ikut terdorong ke jurang, jatuh kebawah, seperti Aslan yang jatuh ke lembah Poppy’s Fall. Alana pun bergegas menyadarkan diri dari mimpi buruk itu dengan jantung yang berdegup kencang. Rupanya gadis itu terjatuh dari kasurnya.

Jujur saja, ia memang tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Siapa yang bisa tidur nyenyak setelah membunuh pamanmu sendiri? Sini maju kehadapanku kalau ada orang normal yang bisa tidur nyenyak setelah membunuh. Alana pun merangkak kembali ke tempat tidurnya sambil mengomel dengan mata setengah terpejam. Namun, terkejut setengah mati ketika menemukan seseorang sedang tidur membelakanginya di atas ranjang milik Alana.

“Aslan?” ia bersuara dengan hati-hati. Tubuh yang membelakanginya itu disinari sinar matahari yang mulai terbit malu-malu dari jendela. Rupanya Aslan pindah dengan membawa gantungan infusnya untuk tidur di sebelah Alana. Jadi mereka saling berbagi tempat tidur di kasur yang sempit ini selama hampir—entahlah—mungkin dua jam. Alana baru mulai tidur jam setengah lima pagi tadi. Sekarang sudah pukul setengah tujuh pagi. Apa itu artinya mereka tidur bersama? Gadis itu merasakan gejolak aneh pada perutnya secara mendadak. Apakah ini rasa mulas pada pagi hari seperti biasanya, ataukah karena rasa gugup hingga membuat ususnya terasa melilit? Kini, ia jadi merasa canggung untuk kembali ke tempat tidurnya. Meskipun ada rasa nyaman tidur dengan saling memunggungi, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ia tidak berani. Yah, ini artinya ternyata ia tak ‘se-jalang’ yang ia pikirkan. Atau, gadis itu memang tidak berbakat saja.

Namun, Alana dengan wajah sendunya kemudian menyeret kursi dari seberang ruangan untuk diletakkan di samping tempat tidurnya. Sebenarnya, ia bisa saja tidur di sofa, tapi Alana ingin berada di dekat Aslan sebentar. Mengabaikan perasaan bersalahnya yang masih begitu kental membungkus hatinya seperti lendir menjijikkan. Wajah Aslan yang sedang memejamkan mata seperti inilah yang membuat Alana merasa begitu mengaguminya—meskipun sedang lebam-lebam. Melihatnya bernapas terasa seperti melihat harapan untuk terus hidup. Memandanginya, membuat gadis itu merasa tenang hingga mengantuk lagi.

Sebentar saja, ia ingin meringkuk tidur di kursi ini sebentar lagi dengan semua kenyamanan ini. Hari ini akan sangat melelahkan. Ia harus menghadiri pemakaman pamannya, Pangeran Baldwin, yang ia bunuh dengan tangannya sendiri. Setelah itu ia akan diadili, setelah itu—oh tuhan, ia tak dapat memikirkan kelanjutannya lagi. Jatuh cinta—dan telah setuju dengan ajakan menikah—dengan putra dari orang yang telah kau bunuh. Apa yang lebih buruk dari itu sekarang?

Setelah itu memberikan pengumuman resmi, lalu membahas pergantian jabatan dengan dewan rakyat. Mengevaluasi keputusan-keputusan…

“Ana…” Sebuah suara berat memotong suara-suara yang berkeliaran di kepala gadis itu. Aslan sudah duduk dipinggir ranjang ketika Alana membuka pejaman matanya.

“Aslan,” gadis itu pun bergegas bangkit mendengar suara beratnya.

“Maaf ya, aku yakin tidurmu tadi tidak nyaman. Aku sedang merasa ketakutan saat terbangun tadi, lalu aku menemukan kamu sedang tidur di seberang ruangan. Makanya aku tidur di dekatmu. Rasanya aku sudah lebih baik sekarang.”

Gadis itu tidak jadi kesal. Mereka berdua sedang sama-sama ketakutan sekarang. Alana yakin, Aslan masih menyimpan cinta untuk Pangeran Baldwin. Bagaimana mungkin ia bisa kesal?

“Apa rasanya sekarang? Ada yang sakit?”

“Yang tersisa sekarang hanya maman dan kamu, Ana. Aku tidak bisa kehilangan kamu juga.” Katanya. Ia tidak masalah jatuh berulangkali dari ranjang yang sempit karena Aslan yang sedang ketakutan ingin berada di sampingnya. Aslan tidak layak mendapatkan ketakutan seperti ini. Wajahnya memancarkan kebingungan, marah, dan takut menjadi satu. Belum pernah gadis itu melihat Aslan Barack yang bak singa buas di hutan angker itu begitu tertekan seperti ini.

Lihat selengkapnya