OSPEK

Afsheen Amelia
Chapter #3

OSPEK | 3

"Kasus yang belum selesai dan dimulainya babak baru." —OSPEK

*****

Siang ini sudah menujukkan pukul dua siang tapi terik matahari masih sangat meyilaukan. Hari ini adalah hari terakhir Universitas Garuda Bangsa mengadakan ospek. Acara hari ini lebih menyenangkan dibandingkan hari pertama.

Kini mahasiswa sedang menikmati waktu luang yang diberikan panitia karena rangkaian acara akan segera berakhir. Banyak mahasiswa yang memilih untuk berkeliling kampus. Entah hanya sekedar melihat-lihat atau untuk mencari gebetan. Contohnya Bisma teman sekelompok Retta yang sudah kabur saat tahu kalau dirinya diberi waktu senggang.

"Ta, lo mau ikut gue ngga?" tanya cowok berambut klimis saat mereka berdua sedang duduk di tribun lapangan.

"Kemana?" tanya Retta penuh curiga. "Lo ngga niat nyolong mangga di deket danau kampus kan?" tanya Retta lagi saat ia teringat bahwa bisma menginginkan buah mangga dekat danau kampus yang sedang berbuah.

Bisma berdecak. "Lo pikir wajah gue yang ganteng ini ada tampang kaya maling?" tanya Bisma sambil menepuk pipinya.Retta menyengir menanggapi pertanyaan Bisma.

Dibandingkan dengan teman sekelompok Retta yang lain, ia memang lebih dekat dengan cowok berambut klimis itu walau pun mereka berada di jurusan yang berbeda. Bisma di bagian psikolog dan Retta yang berada di jurusan kimia.

"Jadi mau ikut ngga?"

"Mau ngapain dulu? Lo mah suka ngga jelas, ah!" tukas Retta seraya meluruskan kakinya yang terasa pegal.

"Asli ngajak lo ribet banget ya," ujar Bisma membuat Retta terkekeh geli. "Gue mau nyari gebetan ke fakultas hukum," bisiknya sambil melirik sekitar takut-takut ada yang medengar obrolannya.

Retta menghadap ke arah Bisma sehingga mereka berdua kini saling bertatapan. "NGGA!" tegas Retta. "Lagian lo kaya cowok kurang belaian aja,"

"Kampret lo!" Bisa mendorong bahu Retta.

"Lo yakin nih? katanya cowok-cowok fakultas hukum cakep-cakep loh! Ya, walau masih cakepan gue sih," ujar Bisma dengan pede sambil menyisir rambut klimisnya dengan jari-jarinya berlagak bahwa dirinya lah yang paling ganteng saat itu.

"Lo aja sana, kalau gue sih udah punya satu nama cowok yang menurut gue ganteng," balas Retta dengan bangga.

"Ah gaya bener lo! paling juga cowok itu si ketua pelaksana ospek tahun ini,"

"Dih! Enak aja kalo ngomomong! udah sana cabut!" usir Retta pada Bisma yang membuat cowok itu langsung bangkit dan pergi.

Seperti itulah percakapan yang terjadi antara Retta dan Bisma. Sedangkan saat ini Retta masih menunggu kedatangan sahabatnya yang tak kunjung datang. Perbedaan jurusan membuat mereka benar-benar kesulitan bertemu.

"Lama banget anaknya mimi peri, jangan-jangan pada lupa," gumam Retta yang mulai lelah menunggu.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah namun nihil. Tidak ada tanda-tanda bahwa sahabatnya akan datang. Retta bangkit dari posisinya dan memutuskan untuk mencari sahabat-sahabatnya karena ada yang ingin ia sampaikan mengenai acara nanti malam.

Retta sudah mencari Kenzie dan Aneira di fakultas bisnis & management tapi mereka tidak ada. Begitu juga dengan Calista yang tidak ada di fakultas psikologi. Sedangkan Alira? Ah, cewek itu sedang rapat bersama teman sekelompoknya.

Retta memutuskan untuk istirahat di salah satu kursi dekat danau kampus setelah lelah berkeliling mencari sahabatnya. Tempat ini benar-benar asri namun sayang sangat sepi dan sunyi dan membuat Retta bergidik ngeri. Retta hendak pergi dari tempat itu namun netranya menangkap sesuatu yang tidak asing.

Karena merasa curiga dengan beraninya Retta mendekat ke bibir danau walau langkahnya sedikit ragu. Bola matanya melebar, tenggorokannya tercekat, tubuhnya bergetar ketakutan, tangannya keringat dingin saat yang dilihatnya adalah seorang mayat laki-laki yang mengambang dengan bau menyengat.

Dengan tangan yang masih bergetar dan kaki yang lemas Retta mengambil ponselnya dan segera menghubungi seseorang disebrang sana.

"A-ada ma-mayat," ujar Retta dengan terbata-bata dan hampir menangis. Orang disebrang sana masih bingung dengan apa yang dikatakan Retta.

"Kamu dimana?" kepala Retta terasa pening hingga tak mendengar apa yang dikatakan sesesorang di sebrang sana.

"Bu-bunda tolong Retta," ucap Retta dengan air mata yang sudah mengalir.

"Retta ada apa?," suara Mauren kini terdengar khawatir. "Retta, tenang Nak, tarik napas dan cerita apa yang terjadi."

"Bunda..... a-ada ma-mayat di danau kampus Retta," kini tangis Retta pecah ia terduduk di bibir danau sambil menatap mayat laki-laki yang saat ini tengah mengapung. Kakinya terlalu lemas hanya sekedar beranjak dari sana.

"Bunda, tolong Retta, Bun!" ucap Retta ketakutan. Tangannya sudah bergetar hebat dan otaknya bekerja sangat lamban untuk memikirkan apa yang harus ia lakuakan.

"Bunda kesana, kamu jangan kemana-mana, ya, Nak," terdengar suara mesin mobil menyala di sebrang kemudian tak lama sambungan telepon terputus.

Tangis Retta semakin menjadi di tempat yang sepi itu. Bukan dirinya yang membunuh mayat itu, tapi entah mengapa seperti ada ketakutan lain yang muncul saat ia melihat mayat itu mengapung disana.

Setelah menunggu 15 menit Mauren datang bersama polisi dan juga para panitia ospek tahun ini serta para petinggi kampus. Saat Mauren tiba Retta sudah tidak menangis, gadis itu hanya menatap kosong kedepan.

Mauren mengajak Retta bangkit dari pinggir bibir danau. Mengajaknya duduk disalah satu kursi panjang yang tersedia. "Kamu duduk disini dulu ya, Nak," ujar Mauren sambil menyampirkan cardigan berwarna biru langit.

Lihat selengkapnya