Rumah Dean sudah penuh oleh polisi sejak tadi. Ayahnya pun sudah dibawa oleh mereka ke sebuah tempat yang tidak Dean ketahui. Ambulan yang datang langsung mengangkut ibu Dean yang tak sadarkan diri. Tidak lama dari situ seorang pria dewasa yang jauh lebih muda dari ayahnya datang. Pria itu terlihat kurus tetapi otot tangannya cukup bagus. Tidak terlihat seperti seorang yang sering ke gym, tetapi sangat jelas kalau tangannya terlatih.
“Kamu anak kak Mariam kan? Namaku Agung, aku pamanmu. Mulai sekarang kita akan tinggal bersama” ucapnya dengan suara berat.
“Ayah ke mana?”
“Dia mendapat kerja di luar kota”
“Lalu kenapa kamu di sini?”
“Istriku sudah tak ingin tinggal bersama ku, jadi kuputuskan menjagamu selama ayahmu kerja”
Dean masih bingung kenapa ayahnya pergi tiba-tiba, padahal tadi pagi ia masih santai berada di rumah. Belum lagi pamannya, ia baru tahu kalau pamannya sudah bercerai dengan bibi. Meski begitu dia rasa ini lebih baik. Dean memang tidak mempedulikan kedua orang tuanya. Ayahnya hanyalah pemabuk yang tak memiliki pekerjaan dan ibunya cuma bisa memarahinya kalau nilainya turun atau setelah bertengkar dengan ayahnya.
Dengan begini aku bisa main bebas tanpa ada yang memarahi, pikirnya.
Dean pun bersiap untuk berangkat sekolah. Meski sudah siang, pamannya sudah menghubungi pihak sekolah kalau Dean sedikit terlambat. Pamannya membawa sebuah motor besar dengannya, Dean merupakan penggemar motor besar sehingga ketika ia hendak di antar oleh pamannya, ia hanya terpaku pada motor itu sambil membayanggkan suatu hari nanti ia mengajak Naomi pergi naik motor besar ke negeri yang disebutnya paradis.
Naomi duduk dibelakang Dean dan memeluknya erat. Dean merasa bersemangat dan motorpun melaju di atas lintasan pelangi menuju sebuah tempat yang hanya berisi kebahagiaan. Dean sendiri tidak tahu seperti apa paradis yang sebenarnya namun yang ada di pikirannya tempat itu adalah tempat yang indah, dengan sungai susu dan pantai tempat ia bisa bersantai menikmati matahari terbenam.
“Ngapain bengong lagi, naik cepetan.”
Pamannya sudah siap dengan helm yang membungkus kepalanya. Dengan kedua kaki kecilnya, Dean terbirit-birit menaiki motor pamanya dan mereka pun pergi.
Dean terlambat sekolah. Ia sudah mengetahuinya. Namun semua demi mengumpulkan tugas yang diberikan kemarin. Ia juga membawa tugas yang tempo hari tertinggal di atas meja kamarnya untuk dikumpulkan. Dia tak peduli meski itu sudah tak berlaku lagi. Ia hanya ingin membuktikan pada gurunya kalau ia jujur sudah mengerjakannya, dan lembar tugas itu hanya tertinggal saja.
Lelaki muda berambut hitam dengan batik itu sudah menunggunya bersama dengan 29 murid lainnya di dalam kelas. Pelajaran pertama belum berakhir, ia masih memiliki waktu untuk mempresentasikan tugasnya sehingga saat ia membuka pintu, gurunya langsung menanyakannya.
“Dean apa kau sudah mengerjakan tugas kemarin?” tanya pak guru.
Dean mengangguk, dikumpulkannya secarik kertas sebelum ia duduk. Tugas yang berisikan essai soal rencana masa depan. Hanya tinggal beberapa bulan lagi sebelum kelulusan, Dean pun masih memiliki mimpi yang ingin dia kejar. Semuanya dia tulis dalam buku harian yang tidak pernah ia perlihatkan pada siapapun.
“Aku ingin menjadi PNS”
Dean memiliki pendapat soal bagaimana hidup seorang pria dari keluarga miskin, apabila ia tidak memiliki kemampuan finansial maka semua akan berakhir sama.
“Memakai baju seragam dan pergi bekerja setiap harinya”
Meski begitu ia juga memiliki pengalaman jika hanya bekerja kantoran biasa. Ayahnya dipecat dan hidupnya pun jatuh miskin, setiap hari hanya ada pertengkaran di rumah. Dean tak menginginkan itu di keluarganya kelak.
“Kenapa Dean ingin menjadi PNS? Kenapa bukan jadi pilot atau hal yang lebih tinggi?”
Mimpi adalah sesuatu yang harus disembunyikan, karena Dean terlalu malu mengungkapkan. Baginya yang miskin ini, ia tak memiliki hak untuk bermimpi.
“Karena PNS hidupnya terjamin”
Meski semua itu hanya pendapatnya, tapi Dean berbohong. Ia tak ingin menjadi PNS. Apa yang ia tulis di tugasnya hanyalah kebohongan belaka. Kebenaranya ia sembunyikan karena ia malu apabila tak bisa menjangkaunya.
“Yap mimpi yang bagus Dean, tapi sebaiknya bermimpi lebih tinggi ya”
Pak guru memang berkomentar soal mimpi yang Dean miliki, tapi jika ini adalah rancangan masa depan, ia sangat setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Mimpi masa kecil hanyalah angan-angan, suatu saat akan ada masanya mereka menyerah dan memilih mengikuti alur dunia yang membawanya ke tempat yang ditakdirkan.
Bel pergantian pelajaran sudah berbunyi. Berbondong-bondong mereka memasuki ruang kesenian untuk belajar paduan suara. Termasuk Dean, ia mendapat bagian suara tenor yang berada di tengah-tengah. Gurunya yang sudah siap berada di belakang piano pun memainkan jemarinya di atas tut. Mereka pun bernyanyi.
“Ku bentangkan sayap di langit yang luas ini ♪
Aku ingin terbang ♪