OTHER HALF OF ME

Bentang Pustaka
Chapter #2

DUA

Muntah tanpa suara benar-benar sulit. Dewita berjuang mengeluarkan apa pun yang ingin melewati tenggorokannya, ke lubang toilet, sembari berusaha agar suaranya tidak terdengar. Wajahnya sudah dipenuhi air mata, sementara perutnya terus bergejolak.

Gedoran pelan pintu kamar mandi membuatnya tersentak. “Wi? Masih lama, ta? Aku mau pipis!”

Suara Anggi, saudara perempuannya. “I … iya, bentar, Mbak.” Dia buru-buru menyiram toilet sampai bersih. Setelah yakin tidak ada jejak bukti apa pun, dia membuka pintu.

Dahi Anggi berkerut saat melihat wajah Dewita. “Kamu sakit? Mukanya pucat.”

Dewita menggeleng. “Cuma masuk angin.”

“Oh. Ada Bhaga tuh, di depan,” lapor Anggi, sebelum masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.

Dewita menghela napas. Dia sedang tidak ingin bertemu lelaki itu. Tetapi, dia juga tahu kalau Bhaga bukan tipe orang yang bisa dengan gampang dihindari. Dengan langkah pelan Dewita berjalan ke teras, tempat Bhaga, pacarnya, sudah duduk di kursi kayu dengan kepala menunduk, menunggunya. Dia berdeham pelan, membuat Bhaga menoleh. Wajah tampan lelaki itu tidak bersinar seperti biasa. Kali ini ekspresi Bhaga dipenuhi ketakutan, sama seperti perasaannya.

Ya Tuhan … jika bisa memutar waktu, dia sangat ingin kembali ke malam terkutuk itu dan membuat semuanya tidak terjadi.

“Gimana keadaan kamu?” Bhaga bertanya pelan.

“Masih suka mual,” Dewita menjawab dengan suara tidak kalah pelan, takut Anggi mendengar percakapan mereka. Sejak orangtua mereka meninggal, sikap Anggi kepadanya menjadi sangat overprotektif. Dewita tidak berani membayangkan bagaimana reaksi saudara perempuannya itu nanti mengenai keadaannya saat ini.

Kecemasan yang terlihat di wajah lelaki itu membuat dada Dewita seakan diremas. Bagaimana bisa seseorang yang berada tepat di depanmu terasa begitu jauh?

Lihat selengkapnya