Our Best Moment

Pipi Park
Chapter #1

Life On Worst

"Kamu jangan macem-macem, ya!" peringat Yasmine pada Ben.

Sementara yang diperingati seketika terkekeh, sambil terus menuntun kekasihnya menuju tempat yang sebelumnya sudah Ben siapkan jauh-jauh hari.

"Udah diem aja, nanti pasti kamu suka," jawabnya.

Dengan kedua mata yang masih tertutup kain, Yasmine hanya bisa mencebik. Meski begitu, ia tetap mengikuti bagaimana sang kekasih mengarahkannya dengan penuh hati-hati. Lagipula ujaran peringatannya tadi hanya main-main. Ini adalah hari jadi mereka yang ke satu tahun, dan Yasmine tahu jika Ben akan memberikannya sebuah kejutan.

Lebih dari itu, Yasmine mengenal Ben dengan baik. Kekasihnya itu tidak akan berani melukainya sedikitpun.

Delapan menit berlalu saat dorongan lembut di kedua bahunya berhenti. Tak menunggu waktu lama, kain yang melingkari kedua mata Yasmine pun akhirnya dilepas.

"Woah ...." takjub Yasmine kemudian.

Buram pada matanya tidak dapat menyembunyikan bagaimana cantiknya rumah pohon yang dihiasi bunga dan kerlap-kerlip lampunya menerangi. Gadis itu tersenyum lebar, saat matanya menemukan Ben yang berkacak pinggang dengan jumawa di tengah-tengan lilin yang berbentuk love itu.

"Gimana? Keren kan?" tanya Benjamin.

Yang membuat Yasmine berdecak, "Cantik tau!"

"Keren ini, Yang. Kan yang cantik kamu."

Klasik. Yasmine sudah banyak mendapati ribuan kata cantik dari bilah bibir Benjamin. Tapi meski begitu, kata itu tetap berhasil membuat pipi Yasmine pegal karena banyak menahan senyum.

"Sini!"

Dengan senang hati Yasmine mendekat, bergabung bersama Ben di tengah utaran lilin. Hanya untuk mendapati Ben membuka kotak beludru warna hijau neon yang lebih dari terang benderang-- kontras dengan nuansa pink-pink dan merah romantis ini.

"Harus banget warnanya mentereng kek gitu?"

"Iyalah, biar unik," jawab Ben cepat.

Yasmin hanya menaikkan satu alis, dan tetap mengamati bagaimana Ben yang berakhir menunjukkan isi kotak itu. Ada dua kalung di dalamnya, dengan liontin gitar dan tupai.

Kemudian dengan inisiatifnya sendiri, Ben mengambil satu kalung berliontin tupai tersebut untuk dikalungkan pada leher Yasmine.

"Kok kelinci?"

Ben menatap Yasmine malas, "Sejak kapan kelinci telinganya pendek gini? Ini chipmunk, Sayang."

"Oh, kartun kesukaan kamu itu, ya? Yang suaranya cempreng?"

"Emang itu kartun?"

"Nggak tahu. Terus itu kenapa kok gitar? Aku kan nggak suka gitar."

"Tau kok kalau kamu sukanya cuma aku. Cuma karena budged-nya nggak cukup untuk menempelkan wajahku dalam bentuk liontin gini, jadi aku cuma bisa beli kalung couple kayak gini. Sini deh--"

Benjamin mengambil kalung yang lain, ia mengulurkan kotak beludru untuk Yasmine bawa. Sebelum menunjukkan pada Yasmine, jika gitar pada kalung yang ia bawa itu bisa menyatu dengan epik pada si chipmunk yang tengah dipakai Yasmine.

Meski sedikit kesulitan, tapi Yasmine bisa melihat bagaimana tangan terbuka tupai tersebut menerima dengan baik gitarnya-- adalah seekor tupai yang tengah bermain gitar.

"Keren kan?"

Yasmine mengangguk, "Ini baru keren sih."

Lihat selengkapnya