Perempuan itu memekik, serasa terjatuh sebelum kemudian membelalak--ia terbangun dalam nuansa yang baru. Di hadapannya, perempuan lain tengah terlihat berbicara. Tidak ada suara yang Yasmine dengar, perempuan itu hanya lantas mengamati sekitarnya.
Asing ... semua yang Yasmine lihat saat ini tidak ada yang Yasmine kenali. Bahkan, pada sosoknya yang lain--mirip, namun jelas berbeda. Netranya beberapa kali mengerjap, memastikan jika pada cermin tersebut adalah sosoknya.
Dari sana jantung Yasmine mulai berdebar, Yasmine bingung dan juga takut. Terlebih saat perempuan di hadapannya justru bersuara, "Hello ... Yasmine, lo denger nggak sih?!"
"H-hah?" kejut Yasmine, itu suara pertama yang Yasmine dengar.
'Ini pasti mimpi kan?'
Wanita di hadapannya berdecak, "Hah heh hoh aja! Udah deh, intinya sidang kedua kita seminggu lagi. Dan beberapa hari lagi penyidik keluarga bakal datengin anak lu. Jadi lu baik-baik deh sama Lia, Leo, biar hak asuhnya bisa lu dapetin."
Yasmine hanya diam, dengan kedua alis yang nampak menukik heran. Ia tidak mengerti sama sekali. Apa yang tengah terjadi, dan di mana dirinya saat ini?
"Kenapa lu?"tanya perempuan di hadapannya.
Sosok itu terlihat tak kalah heran. Dapat ia lihat dengan jelas raut wajah Yasmine yang gugup dan cukup bergetar--aneh.
"Ini pasti mimpi," gumam Yasmine.
Netranya menejam, sembari mengangguk meyakinkan diri jika apa yang barusan ia dapati hanyalah sebuah mimpi. Ini tidak nyata dan Yasmine hanya perlu membiarkannya.
Namun tak mengelak jika Yasmine takut, jeritannya menguar keras saat bahunya disentuh perempuan tadi. Bersamaan dengan pekikan penuh kejut dari perempuan tersebut.
"Heh, lu kenapa sih?! Kesambet lu?!" protesnya.
Yasmine kembali membuka mata, dan tidak ada yang berubah. Sekekelilingnya masih sama, pun dengan dirinya yang lain.
"Aku di mana?" tanya Yasmine.
"Beneran kesambet ya, lu?!" perempuan itu menatap Yasmine tak habis pikir.
Beberapa lembar dokumen ia banting di meja seberang Yasmine. Bersamaan dengan netranya yang menatap Yasmine dengan serius, "Baca dan pahami. Kesempatan lu buat menangin hak asuh Leo sama Lia nggak banyak. Jadi pikir-pikir lagi apa yang harus lu ambil. Kalau kata gue, lu harus minta banyak kompensansi biar nggak ngenes-ngenes amat. Leo sama Lia udah kelas enam dan bentar lagi SMP. Jadi mereka udah bisa milih mau tinggal sama siapa. Kalau menurut lu mereka bakal milih Bapaknya, minta setidaknya 70% harta yang udah lu sama Benjamin kumpulin selama ini."
Dari banyaknya kata dan kalimat yang perempuan itu bicarakan, hanya satu kata yang dapat dengan baik masuk dalam indra dengar Yasmine. Saat nama Ben disebut, Yasmine dengan gerak cepat menengadah antusias.
"Ben?"
"Iyalah, harta lu sama Ben."
Yasmine beranjak dan mendekat, "Dimana Ben?"
"Ya nggak tau. Lu kenapa sih? Kalau cerai sama Ben buat lu gila terus kenapa lu menggunggat gue tanya?!"
"C-cerai? Maksudnya, a-ku sama Ben? Cerai?"
Perempuan itu terlihat menyugar rambutnya dengan helaan napas besar--frustasi. Sebelum kembali menatap lekat Yasmin tak habis pikir, "Lu kenapa sih, Yas?"
Dia kemudian duduk pada kursi yang berada tepat di samping Yasmin. Kali ini, raut perempuan itu terlihat sendu--serius dan sorotnya melayangkan kepedulian yang terbalut apik dengan rasa khawatir.
Dia menarik tegas kedua tangan Yasmin untuk digenggamnya, "Lu harus kuat demi Lia sama Leo. Lo nggak boleh kayak gini, Yasmin! Lu kenapa?"
Yasmin kemudian hanya bisa menggeleng. Ia betulan tidak dapat memahami situasi yang ia hadapi sekarang. Dalam kepalanya, ia tetap menegaskan jika semua ini hanyalah mimpi. Namun, perempuan yang tengah bersamanya saat ini terus saja berbicara dan semakin membuat Yasmin kebingungan.
"Okey ... lu mungkin kecapekan sekarang. Lia sama Leo biar gue yang jemput, sekarang lu mending mandi terus habis itu tidur. Kalau ada apa-apa lu bisa panggil gue," final perempuan itu saat Yasmin tak kunjung menjawab.
Kemudian membereskan barang bawaannya, dan berlalu meninggalkan Yasmin dalam ketakutannya.