Author's song request
Magic Shop - BTS
Alfa memasuki rumahnya dengan langkah gontai. Ia bahkan tak menyadari tatapan tajam dari tiga orang yang sedari tadi menunggunya. Ya, kedua orang tuanya dan Alvin.
“Alfaro!”
Alfa tersentak mendengar panggilan tegas dari Gamma. Pemuda itu menghela napas lalu segera menghampiri keluarganya.
Plak…
“Ayah!” tegur Alfia dan Alvin secara bersamaan. Mata keduanya membulat saat melihat Gamma melayangkan tangannya ke pipi Alfa.
Alfa menunduk, ada rasa sesal sekaligus sesak yang ia rasakan. “Apa – apaan kamu membolos lagi?!”
Tak menjawab. Alfa hanya diam membisu.
“Jawab!”
Alfa masih saja membisu.
Alvin mengernyit saat melihat Alfa terus menunduk tanpa berani menatap mereka. “Lo berantem?” otak cerdas Alvin memang tak pernah bisa dibohongi.
“Angkat kepala kamu, Alfa!” titah Alfia yang kini sudah berdiri di hadapan Alfa.
Wanita paruh baya itu langsung mengangkat wajah anaknya. Matanya seketika membulat saat melihat banyaknya luka yang ada pada wajah tampan itu.
“Mau jadi apa kamu ini, Al?!” pekik Alfia dengan tangis yang tak bisa ia tahan.
Alfa meringis saat melihat sang bunda yang kembali menangis karenanya. “Bun, maafin Alfa.” lirihnya.
“A-Alfa, Alfa cuma-,” ucapan terbata itu terpotong dengan cepat oleh sang ayah. “Pergi ke kamar dan renungkan kesalahanmu, Alfa! Jika sampai kamu melakukan kesalahan lagi, ayah tidak akan segan mengasingkan kamu!”
Rahang Alfa mengeras. Sejujurnya ia tak pernal merasa bersalah pada pria paruh baya itu. Yang ia rasakan saat mendengar semua ucapan pria itu hanyalah sebuah rasa benci.
Tanpa mengeluarkan suaranya lagi, Alfa langsung pergi menuju kamarnya, mengunci pintu dengan rapat lalu membantingkan tubuhnya ke kasur. Tangannya meraih sebuah figura berisi foto dirinya dengan seorang gadis.
“Lagi – lagi kayak gini, Nay.” lirihnya.
…
Di sinilah Vega berada, kantin sekolah. Gadis itu memilih bolos karena jengah dengan kehebohan Qilla dan Shilla saat melihat luka di wajahnya.
Sesekali gadis itu menyeruput jus miliknya. Bosan juga jika hanya sendirian, pikirnya. Namun, dahinya mengernyit saat melihat Azka dan Nauval memasuki area kantin yang sepi itu.
Keduanya terlihat duduk di sebuah meja dengan santai. Sepertinya mereka tak menyadari kehadiran Vega. Vega yang sudah hampir mati karena bosanpun langsung bergabung dengan kedua pemuda itu.
Azka terlihat terkejut saat tiba – tiba seorang gadis yang tak lain adalah Vega duduk di sampingnya.
“Bolos lagi, Ve?” tanya Nauval dengan santai.
Vega mengangguk. “Kalian juga?” tanyanya yang dibalas gelengan oleh keduanya. “Free class.” sahut Azka.
Vega kembali mengernyit. “Lah? Bukannya kalian beda kelas? Beda angkatan malah!” ucapnya, mengutarakan isi kepalanya.
“Guru yang ngajar di angkatan gue lagi pada rapat, biasa ngurusin masalah ujian dan sebagainya. Sementara guru kelas si Azka lagi sakit.” jelas Nauval yang terkekeh saat melihat wajah bingung Vega.
Vega mengangguk – anggukan kepalanya dengan wajah menyebalkan. “Alfa mana?” tanyanya spontan.
“Merenung di perpustakaan.” ucap Azka yang setelahnya tersenyum miris mengingat cerita Alfa soal kemarahan ayahnya.
Vega mencibir. “ Merenung kok di perpustakaan? Mending di rooftop atau taman sekolah, adem.” gerutunya seraya bangkit.
“Mau kemana, Ve?” tanya Azka sambil mendongak, menatap wajah Vega yang mendadak membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Ah, sialan! Ini pasti karena insiden kancing itu, pikirnya.
“Nemuin Alfa, kemarin dia bilang mau ngomong sama gue.” ujarnya yang dengan santai mulai melangkah. Namun, Azka tanpa sadar mencekal tangannya.
Vega menatap heran pemuda itu. “Kenapa, Ka?” tanyannya polos.
Azka yang kikuk sendiri saat menyadari tangannya tengah mencekal pergelangan tangan Vega lantas segera melepaskannya. “Sorry, gue refleks.”
Tanpa sadar, Nauval sedari tadi memperhatikan semua itu. Ia menyadari perubahan Azka setelah kejadian mereka menangkap basah kawanan Cecillia. Nauval yakin ada sesuatu yang mengganjal hati Azka, sangat kentara di wajah pemuda yang memiliki gelar sahabatnya itu.
“Lo udah maafin Alfa, Ve?” tanya Nauval yang mencoba mengalihkan atensi Vega dari Azka.
Vega menatap Nauval polos lalu menggeleng. “Nggak.”
“Maksudnya lo gak akan maafin Alfa?” tanya Nauval memastikan.
Vega kembali memasang wajah polos lalu mengangguk. “Emang ada cewek yang bisa memaafkan seseorang setelah dia dipanggil murahan sama orang itu?” tanya Vega telak.
“Terus lo mau ngapain, Ve?’ tanya Azka yang mulai berani untuk kembali menatap gadis itu.