Author's song request
Paradise - BTS
“Ayo, pulang!” ajak Gio yang mendapati Vega masih membeku, menatap lurus ke arah kepergian Azka.
Nauval menghela napasnya. “Masuk, Al.” ucapnya seraya melangkah memasuki rumah terlebih dahulu.
“Vega balik sama gue.” ucapan Alfa itu sukses menghentikan langkah Nauval juga tangan Gio yang hendak menarik tubuh Vega.
Vega yang baru tersadar lantas menatap Alfa lalu mengangguk.
“Vega!” tegur Gio penuh peringatan.
Vega menatap Gio. “Gue gapapa, Bang!” ucapnya yang langsung menarik Alfa menuju halaman rumah Nauval, tempat motor Alfa terparkir.
Perjalanan mereka hanya diiringi oleh keheningan, hingga Vega membuka suaranya. “Kenapa berantem sama Azka?”
Dari balik helm-nya, rahang Alfa mengeras. “Maaf, Ve.” begitulah jawaban pemuda itu.
“Gue nanya, bukan nyuruh lo minta maaf, Bambang!”
“Maafin gue karena gue gak bisa lepasin lo, Ve. Maafin gue yang egois ini.”
Alis Vega bertaut. “Ngaco! Jawab yang bener!” ucapnya sambil memukul punggung Alfa cukup keras.
“Iya, alasan gue berantem sama Azka karena gue egois dan gak mau ngelepasin lo.” helaan halus keluar dari mulut pemuda itu.
“Kenapa harus ngelepasin gue? Emang gue siapa?” tanya Vega dengan wajah polos yang dapat Alfa lihat dari kaca spion.
Alfa terkekeh. “Lo cewek berharga yang bikin gue dan Azka jatuh dalam pesona lo, Ve.”
Vega memasang wajah sombong yang menyebalkan. “Oh, jelas! Gue cantik, sih!” sahutnya yang sebenarnya hanya bertujuan untuk mencairkan suasana.
“Iya.” tapi jawaban dari Alfa justru membuat suasana kembali canggung.
“Terus kenapa lo harus lepasin gue?” lagi – lagi wajah polos itu melontarkan pertanyaannya.
“Karena Ayah gue akan lakuin segala cara agar lo menjauh dari kehidupan gue, Ve.” lirihnya.
Vega memandang beberapa mobil yang datang dari arah berlawanan. “Emang apa yang udah dia lakuin ke masa lalu lo? Sampai lo setakut itu dengan ancaman Ayah lo.” ucap Vega yang sepertinya sudah menangkap beberapa poin penting dari cerita Alfa.
Alfa tertegun, bagaimana bisa Vega tahu dan menghubungkan semua hal itu dengan masa lalunya? Itulah isi otaknya saat ini.
Vega terkekeh, tangannya bergerak memeluk pinggang pemuda itu. “Cerita aja.”
Alfa menghela napasnya sejenak lalu mengangguk. “Lo inget orang berharga yang gue ceritain di rooftop?” Vega mengangguk sebagai jawaban.
“Namanya Nayara, dia gak jauh beda dari lo, Ve. Sebenernya, dia lebih nakal dari lo, sih. Club, alkohol, rokok, dan bahkan narkoba, dia menganggap bahwa itu makanan sehari – hari. Gue gak inget jelas gimana bisa gue ketemu sama dia, yang jelas gue deket sama dia. Jujur aja, awalnya gue kasihan sama dia karena dia adalah korban broken home.” Vega tersenyum miris saat Alfa menjeda ceritanya di bagian ‘broken home’.
“Lo tau? Kedua orang tuanya gak mengharapkan kelahiran dia. Lebih buruk dari lo kan, Ve? Seenggaknya Ayah lo bisa menerima lo meskipun Bunda lo kayak gitu.”
Ah, ya. Baik di hadapan umum. Pikiran Vega kini melambung, mencoba untuk tidak menyela ucapan Alfa yang terlalu seenaknya baginya. Sebenarnya Alfa tidak salah. Ayahnya memang baik jika di hadapan umum sehingga keluarga mereka dianggap sebagai keluarga harmonis yang pada kenyataannya hanyalah sebuah kepalsuan.
“Nayara adalah gadis yang rapuh, itu adalah motivasi gue untuk tetap bersama dia meskipun gue sadar bahwa pergaulan gue semakin gak sehat. Bahkan, di saat Azka mengakui bahwa dia suka juga sama Nayara, gue tetap egois dan gak mau ngelepasin Nayara. Dulu, Azka mengalah bukan karena Nayara, tapi karena ucapan gue yang menjamin keselamatan Nayara dari ancaman Ayah gue.”
“Ancaman Ayah gue awalnya gue sepelekan karena ternyata hanya sebuah gangguan kecil, tapi lo tau? Ancaman terakhir justru berhasil membuat Nayara menyerah akan hidupnya sendiri.” Alfa tersenyum miris.
“Apa?” tanya Vega serius.
“Tanpa gue tau Ayah nyewa orang buat merkosa Nayara, Nayara hamil. Dan saat itu, gue yang dibutakan oleh emosi sama sekali gak mau dengerin penjelasan dia, gue ninggalin dia sampai dia memutuskan untuk bunuh diri.” cerita itu berakhir lirih. Alfa kembali menginget masa lalunya yang kelam.
“Gue gue tau gue salah, Ve. Tapi, sampai sekarang gue masih egois. Maafin gue.”
Vega tersenyum. “Apa lo pikir ancaman kayak gitu ngaruh buat gue, Al?”
Alfa melirik wajah Vega melalui spion, menatap senyuman yang sangat berani itu membuat Alfa menggeleng. “Gue tau lo lebih kuat, Ve. Gue cuma ngerasa bahwa gue itu si br*ngsek yang egois. Bahkan, disaat gue tau lo terancam karena kehadiran gue, gue masih gak bisa jauhin lo. Maafin gue, maafin gue yang jatuh cinta sama lo, Ve.”
Vega terkekeh, mengeratkan pelukannya lalu menyimpan dagunya di bahu Alfa. “Sorry, I love myself.” bisiknya.