Our Galaxy

Pyoo
Chapter #24

Surrender

Author's song request

Zero O'clock - BTS

Pagi ini Vega sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ya, setelah dua hari beristirahat di rumah, gadis itu akhirnya diperbolehkan kembali bersekolah oleh keenam pemuda yang selama ini selalu menemaninya. Kedua orang tua gadis itu sama sekali tak pulang sehingga keenam pemuda itu terus menginap di rumahnya.

“Ve, ayo sarapan!” ajak Arkan yang memasuki kamar Vega begitu saja. Pemuda itu tersenyum saat melihat seragam sudah melekat rapi di tubuh Vega. Sangat rapi, bahkan terkesan seperti Vega adalah siswa teladan.

Vega menampilkan wajah masamnya. “Aneh, ya?” tanyanya sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Mata gadis itu menelusuri seragam di tubuhnya yang dipakaikan oleh Bi Inah. Ya, Bi Inahlah yang selama ini membantunya mengganti pakaian.

“Nggak.” sahut Arkan saat menyadari wajah masam gadis itu. Pemuda itu mendekati Vega lalu merentangkan tangannya. “Sini, gue gendong.”

“Gue jadi kayak bocah gini, ya? Dikit – dikit gendong.” lirih Vega sambil memeluk leher Arkan, membiarkan pemuda itu mengangkat tubuhnya seperti Koala.

Arkan menepuk – nepuk punggung Vega pelan. “Gapapa, lucu.”

Vega hanya bisa mendengus lalu menyembunyikan wajahnya ke ceruk leher Arkan, mencium wangi maskulin yang dimiliki pemuda itu. Arkan terkekeh, dalam hatinya ia tahu jika Vega diam – diam menangis. Maka dari itu, ia benar – benar bersumpah untuk terus berada di samping gadis itu, mendampinginya dalam keadaan apapun.

“Udah nyampe, Ve. Mau sampai kapan digendongan Arkan, hm?” tanya Azka yang merasa sedikit tak nyaman.

Vega mengangkat kepalanya, menatap Azka dan Nauval dengan heran. “Lah? Kalian bukannya kemarin udah pulang, ya?”

“Biasa, Ve. Pengemis lagi minta makan.” celetuk Gilang dengan wajah mengejeknya.

Pletak…

Nauval memukul kepala Gilang dengan sendok di tangannya. “Gue beli juga mulut lo, Lang!”

Gio terlihat lelah, ia menghela napasnya lalu memberi kode pada Arkan untuk segera mendudukan Vega. “Buruan makan, nanti telat.”

Kalian tahu rasanya diejek hanya karena kekurangan fisik? Itu seperti ditikam oleh ribuan jarum. Ya, coba bayangkan bagaimana rasanya ditikam oleh ribuan jarum. Seperti akupuntur tak disengaja, bukan? Sakit memang, tapi mari kita lihat manfaatnya. Ejekan itu seperti motivasi kasar, bagitulah anggapan Vega. Maka dari itu, sekarang Vega masih bisa tertawa disaat seluruh siswa di sekolah mengejeknya.

“What? Vega kok pake kursi roda?”

“Jangan bilang dia ngilang selama dua minggu karena ini?!”

“Lumpuh? Atau cedera?”

“Gak mungkin cedera selama itu!”

“Yah… Sayang, ya? Cantik, tapi lumpuh.”

“Akhirnya tuh anak gak bisa cari perhatian lagi.”

“Iyalah, mana ada yang mau sama cewek lumpuh?”

“Eh tapi, kenapa cowok – cowok famous sekolah masih deketin dia, sih?”

“Pelet kali!”

Dan masih banyak lagi ejekan yang diterima Vega, tapi gadis itu memilih mengabaikannya dan tertawa saat mendengar obrolan sahabatnya.

“Alfa! Lo kemana aja, Anj*r?”

Tawa gadis itu seketika sirna saat mendapati seorang pemuda yang tak asing baginya tengah berdiri tepat di hadapannya. Ya, Alfa. Alfa yang juga menghilang selama Vega menghilang. Pemuda itu bahkan tak terlihat di Sekolah dan baru hari ini ia kembali terlihat.

Alfa terlihat hanya tersenyum pada teman – temannya. “Alfa kemana aja?” kini Vega mengulangi pertanyaan Nauval yang sebelumnya tak dijawab oleh sang pemilik nama.

Senyuman di wajah Alfa seketika menghilang. “Gue ada urusan keluarga, Bang.” ujar Alfa yang tak mengindahkan pertanyaan Vega.

Azka mengernyitkan dahinya saat melihat perubahan Alfa. Ia maju selangkah untuk saling berhadapan dengan Alfa. “Ada masalah?”

Kini giliran Alfa yang mengernyit. “Gak ada. Emang kenapa?” tanyanya bingung.

“Kenapa lo kayak cuekin Vega?”

Alfa menatap sekilas Vega lalu tersenyum sinis. “Nggak tuh! Ngaco, Lo.” ujarnya dengan nada mengejek.

“Nada ngomong lo kenapa gitu?” tanya Niko tak suka.

Alfa lantas tertawa ringan. “Yang ngomong gue, jadi hak gue mau nadanya kayak gimana juga.”

“Alfa, lo sehat, kan?” tanya Satya tak habis pikir.

“Gue sehat kok, gak sakit kayak temen kalian yang cewek.”

 “Maksud lo apaan?!” bentak Gio tak terima. Pemuda itu segera mencengkeram kerah seragam Alfa.

Alfa mengangkat sebelah alisnya. “Lo paham maksud gue, Bang.” jawabnya dengan santai.

Rahang Gio mengeras. “Kurang ajar!” makinya dengan tangan yang siap memukul wajah menyebalkan Alfa kapan saja. Namun, tarikan pada ujung seragamnya membuat ia menghentikan aksinya. Dapat ia lihat Vega menggeleng dengan senyuman yang begitu manis.

Gadis itu segera menarik Gio untuk berdiri di sampingnya lalu menatap Alfa teduh. “Makasih atas motivasinya.” tatapan itu beralih pada teman – temannya yang kini menatapnya penuh belas kasihan. “Gak usah liatin gue kayak gitu. Ayo ke kelas! Bentar lagi bel.”

Arkan mengepalkan tangannya, menahan emosi. Ia lantas mengangguk lalu segera mendorong kursi roda Vega untuk pergi diikuti yang lainnya. “Anjing, mati aja lo!” sumpah serapahnya pada Alfa sebelum benar – benar pergi.

Kini, tinggallah Alfa, Azka, dan Nauval. Kedua pemuda itu menatap Alfa penuh tuntutan.

“Lo gila? Kenapa lo ngomong kayak gitu ke Vega?” tanya Azka yang sedang mencoba untuk tenang.

Alfa terkekeh lalu mengangguk. “Iya, gue g*la.”

Lihat selengkapnya