Our Galaxy

Pyoo
Chapter #26

Ego

Author's song request

Outro: Ego - BTS

So What - BTS

Seorang gadis tengah tersenyum menatap televisi yang menampilkan sebuah berita tentang penangkapan pemilik perusahaan properti terbesar di Indonesia karena melakukan penggelapan dana.

Gadis itu berdiri setelah berita tersebut selesai. Ia berjalan ke arah balkon kamarnya, menatap indahnya pemandangan malam kota Seoul. Matanya tertutup merasakan sapuan halus angin di wajahnya. Senyuman gadis itu merekah saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya, seseorang memeluknya dari belakang. “Sedang apa, hm?

Senyuman itu semakin merekah saat mendengar suara seorang pemuda dengan Bahasa Korea dan aksen Seoul yang kental. “Ini sudah lima tahun. Aku ingin kembali, Dean.” jawabnya dengan bahasa Korea yang juga beraksen Seoul.

Dean, pemuda itu, tersenyum lalu mengangguk. “Apapun yang kamu mau, Ra.” ujarnya dengan Bahasa Indonesia.

Gadis itu tersenyum lalu berbalik untuk membalas pelukan Dean dengan sangat erat. “Makasih.”

Entah sudah berapa kali Gio menghela napasnya, pikirannya masih saja dipenuhi oleh gadis bernama lengkap Adara Vega Aquila itu. Ini sudah lima tahun, tapi Gio dan teman – temannya masih saja tidak bisa menerima kepergian Vega.

“Kak? Kak Gio?” seorang gadis melambaikan tangannya di depan wajah Gio, pemuda itu lantas kembali tersadar.

“Eh, iya?” tanya Gio dengan ekspresi yang seketika berubah menjadi serius.

Gadis dengan rambut sebahu itu menyerahkan sebuah buku. “Ini, Kak. Saya mau mengumpulkan tugas. Tadi, disuruh Kak Satya buat dikumpulin langsung ke Kakak.” jawabnya polos.

Gio mengangguk lalu menerima buku itu. “Kamu bisa kembali ke Lapangan.”

Helaan napas lelah keluar dari mulut Gio. Ia menatap jengah tumpukan kertas di mejanya. “Nyesel gue jadi Pres. BEM.” gerutunya.

Ya, Gio adalah Pres. BEM di Galaxy University. Saat ini, pemuda itu menginjak semester lima bersama teman – temannya yang lain. Setelah kematian Vega, keenam pemuda itu bersama Azka dan Nauval memilih untuk istirahat sejenak. Dan, begitulah, mereka akhirnya masuk ditahun ajaran yang sama juga di Universitas yang sama.

Setelah kematian Vega pula mereka memilih untuk menjadi lebih baik sehingga mereka bisa menjadi anggota BEM di Universitas yang saat ini mereka tempati. Sementara Alfa, pemuda itu juga masuk Universitas yang sama, hanya saja pemuda itu telah berubah menjadi pemuda urakan, berbanding terbalik dengan teman – temannya.

Gio saat ini tengah bergelut dengan tumpukan kertas yang sedikit demi sedikit mulai berkurang.

“Kantin, Bang!” ajak Arkan yang masuk begitu saja ke dalam ruangan Gio. Gio mengalihkan fokusnya pada Arkan lalu menggeleng.

“Gue mau beresin ini dulu.” jawabnya yang kembali fokus pada kertas itu.

Arkan menatap sendu tubuh Gio yang nyatanya menjadi lebih kurus. “Kalo Vega tau, mungkin lo udah dimaki – maki sama dia, Bang.”

Gio kembali menatap Arkan lalu tersenyum. “Coba maki gue, Ar.” candanya yang bertujuan untuk menghilangkan kesedihan Arkan. Gio jelas tahu bahwa Arkan jauh lebih terpuruk daripada dirinya karena Arkan adalah sahabat Vega dari kecil. Gio juga tahu bahwa Arkan selama ini selalu memasang senyum palsunya hanya untuk menghibur teman – temannya yang lain.

“Gio Kambing, makan!”

Gio terkekeh mendengarnya. Itu persis dengan cara Vega dulu jika dirinya kekurangan makan. “Bacot.” ujarnya lalu pergi mendahului Arkan.

Di Kantin, seperti biasa, kedelapan pemuda itu berkumpul. Meskipun berbeda Fakultas, mereka masih sering berkumpul bersama, apalagi saat ini tengah diadakan OSPEK untuk Mahasiswa Baru.

Niko menghela napasnya. “Besok hari terakhir gue bebas dari siksaan Dosen Botak.” keluhnya saat mengingat besok adalah hari terakhir acara OSPEK dilaksanakan.

“Gue juga harus mikirin proyek.” timpal Daffa tak jauh beda.

Satya tertawa puas. “Rasain! Kemarin gue yang mumet, kalian bebas. Sekarang giliran gue yang bebas.”

“Gue sumpahin lo dapet tugas yang lebih susah, Sat!” celetuk Gilang yang sedang asik dengan laptopnya. Sepertinya ia kesal karena harus menyelesaikan tugasnya disaat teman – temannya senggang.

Nauval terkekeh. “Tiati, calon Pengacara marah!” ledeknya.

Dan keributanpun terjadi. Hanya Azka dan Gio yang diam menonton dengan tawa yang sudah pecah sedari tadi.

“Hari ini kumpul basecamp, ya? Udah lama juga gak ke sana.” ucap Gio yang bertujuan untuk melerai perdebatan antara teman – temannya.

Azka mengangguk setuju. “Sekalian ngehabisin waktu senggang kita juga.” timpalnya yang sukses membuat Gilang mendelik. “ Senggang, pala lu peyang!”

Kini, kedelapan pemuda itu sudah berada di halaman sebuah gudang bekas yang mereka sebut basecamp. Langkah mereka yang awalnya terlihat biasa saja tiba – tiba terhenti saat melihat Dean berdiri tepat di pintu gudang tersebut.

“Mau apa lo?” tanya Niko sinis. Ia tak akan pernah melupakan pemuda sialan yang merupakan salah satu penyebab keterpurukan Vega dulu.

Dean tersenyum santai seraya mengacungkan sebuah plastik berisi beberapa botol minuman dingin. “Mau ngasihin ini ke Vega.” jawabnya lalu masuk begitu saja meninggalkan kedelapan pemuda yang saat ini tengah mematung kebingungan.

“Vega?” tanya Arkan lirih.

Nauval yang sadar terlebih dahulu lantas langsung berlari memasuki gudang. Mata pemuda itu membola saat melihat seorang gadis yang terlihat sangat mirip dengan Vega, hanya saja rambut gadis itu berwarna coklat bukan hitam seperti rambut Vega dulu.

“Vega?”

Gadis berambut coklat yang sedang menyandar pada bahu Dean itu lantas menoleh lalu tersenyum simpul. “Bang Nauval?”

Benar, itu Vega. Otak Nauval mendadak tak bisa bekerja dengan baik. Pikirannya hanya berisi hal – hal negatif, seperti Dean yang berniat jahat kepada mereka dengan membawa seseorang yang mirip Vega atau hal lainnya. Langkah pemuda itu mundur perlahan. Jika itu Vega, tak mungkin ia datang dengan pemuda br*ngsek seperti Dean, pikirnya.

“Bang? Kenapa?” tanya Vega polos. Gadis itu melangkah maju untuk mendekati Nauval, tapi Nauval malah berlari pergi menuju teman – temannya yang masih saja terpaku di depan gudang layaknya orang – orang bodoh.

“Sadar, G*blok! Ayo pergi!” pekik Nauval panik karena Vega yang diduganya gadungan itu mengikuti langkahnya.

Mereka semua baru tersadar saat Nauval memukul satu per satu kepala mereka. “Aduh, sakit. Nauval B*go!” umpat Gilang.

“Buruan pergi!” seru Nauval tanpa memedulikan keluhan itu.

Azka menatap heran Nauval. “Kenapa sih, Bang? Di dalem beneran ada Vega? Atau hantunya?”

Pletak…

“Saring omongan lo, Nyet!” marah Gio setelah menjitak kepala Azka.

Nauval menggeram sebal. “Ish! Ayo buruan pergi! Di dalem gak ada hantu Vega. Cuma ada orang yang mirip Vega, gue takut itu jebakan dari Dean. Lagian Vega gak mungkin hidup lagi.” cerocos Nauval yang diakhiri dengan suara pelan.

“HAHAHA…”

Tiba – tiba terdengar suara tawa yang menggelegar dari depan gudang. Mereka serempak menoleh dan seketika membeku saat melihat seorang gadis dengan rambut coklat tengah tertawa bersama Dean, itu jelas Vega. Bukan hanya mirip, tapi memang 100% sama. Hanya rambutnya saja yang sedikit berubah, tapi itu tetaplah Vega.

“Ve.” panggil Arkan dengan nada tercekat.

Vega mengganti tawanya dengan senyuman hangat. “Halo Arkan yang gak seganteng Jungkook BTS.” sapaan itu benar – benar sama.

Bruk…

Lihat selengkapnya